I Fall in the Autumn Part 22

271 31 3
                                    

Kami saling terdiam selama hampir lima menit. Aku masih mengutuk diri yang memendam kebencian selama itu padanya. 

"Mendengar ceritamu barusan, sekarang aku paham yang kamu rasakan. Aku minta maaf, Naoki, selama ini aku tidak pernah mau tahu tentang apa yang terjadi padamu. Aku telah membencimu untuk satu kejadian buruk dan melupakan banyak kejadian baik diantara kita."

Naoki menggeleng lemah, "Tidak, Em. Kamu tidak berhak untuk meminta maaf. Kesalahan sepenuhnya ada di aku. Andai saja bisa kembali ke masa itu, aku mungkin akan merubah jalan ceritanya."

"Nggak ada yang perlu diubah. Aku sudah lega karena ganjalan diantara kita sudah menghilang."

"Makasih ya, Em, sudah sudi mendengar"

Aku tersenyum dan mengangguk, seperti terlepas dari beban yang selama ini berputar di kepala. 

"Jadi, apa rencanamu sekarang? Udah punya calon?"

"Ada satu orang yang aku suka setahun ini, tapi aku susah untuk mengungkapnya."

"Karena ini?"

"Salah satunya itu, dan juga karena dia sepertinya menyukai rival kerjaku."

"Owww......it hurts."

"Banget," Naoki tertawa melanjutkan, "tapi setidaknya, satu beban hilang, jadi aku bisa fokus untuk bagaimana caranya mencintai dan bukan hanya menyalahkan diri"

Aku senang mendengarnya. Raut wajahnya berubah, senyumnya terlihat seperti yang aku sukai dulu. 

"Jadi, gimana Adrian dulu?"

"Oh iya! Hahaha", kelakar Naoki. "Adrian suka kamu udah lama banget, Em. Tapi dia ga berani ngomong. Aku suka kamu sejak kelas satu. Karena Satria suka bawa kamu ke latihan. Suatu waktu sehabis latihan basket, aku dan Adrian yang masih beres-beres di tepi lapangan sambil ngobrol lepas. Kita melihat kamu dan Satria bertengkar di seberang. Kalian kalau bertengkar lucu banget. Kayak orang pacaran. Aku sampai sempat cemburu dengan Satria karena kedekatan kalian."

Aku tertawa malu mendengarnya, "Satria....haaaah, sampai kiamat juga ga bakalan mau jadi pacarnya"

"Tapi sungguh, aku sangat tidak baik. Melihat kedekatanmu dengan Satria, cewek-cewek membencimu. Mereka berfikir kamu yang menggodanya. Hingga aku termakan hasutan mereka. Itulah kenapa aku menyetujui rencana Kyla dan teman-temannya untuk menjahilimu. Tapi, sungguh, aku tidak menyangka kamu akan sehancur itu. Dan, aku juga."

Naoki meneguk air mineral yang tersisa di gelasnya. Aku masih terdiam mendengar perngakuannya. Di lubuk hati yang paling dalam, aku menantikan cerita tentang Adrian. 

"Sore itu, Adrian datang ke rumah. Memukulku dengan sangat keras. Ini balasan karena telah membuat Emi menangis, katanya. Aku terdiam saat dia pulang setelah itu. Tanpa penjelasan lebih lanjut. Aku tahu aku harus menjelaskan padanya. Dia sahabatku. Lalu kususul dia ke rumahnya. Kami berbincang hingga larut malam. Adrian memaafkanku, tapi dia bilang dia tidak bisa menjamin kamu akan memaafkanku. Tapi, ya...aku pengecut."

"Em, tahu tidak?", kata Naoki sambil mencondongkan badannya ke arahku. "Adrian menyukaimu sejak SMP."

"Bohong!!!", sanggahku cepat dengan mata terbelalak. "Adrian bukannya pacaran sama Emily?"

Naoki tertawa lepas. Sejenak aku bergetar melihatnya tertawa seperti itu. Kenangan saat melihatnya tertawa selepas itu kembali berputar dalam kepalaku. Hampir saja pertahananku tergoyah untuk kembali menaruh hati padanya. 

"Saat kita berbincang di rumahnya, Adrian cerita, bahwa dia salah sangka. Emily nembak dia dengan surat, mau tidak berpacaran. Lantas tanpa pikir panjang karena mengira itu kamu, dia jawab iya. Pas ketemu, lho koq Emily."

Naoki masih tidak bisa berhenti tertawa, aku pun ikut larut.

"Pantesan!! Pantesan!! Pernah pas kelas 2, Adrian senyum-senyum pas ketemu, seperti malu-malu, I was like who the hell are you, tapi setelah itu dia nampak murung kalo ketemu cuma ngeliatin dengan tatapan sinis."

"Persis! Itu pas kelas 2. "

"Jangan-jangan itu setelah terima surat dari Emily?"

"Bisa jadi, bisa jadi!!"

"Jadi karena kecewa itu bukan aku, lantas dia selalu menatapku dengan pandangan sinis?"

"Itu bukan pandangan sinis, Em. Itu pandangan sendunya Adrian karena tidak bisa sama kamu."

"Jadi selama ini, ketika Adrian memandangku sinis, itu pandangan sendu dia? Ya ampun, aku nggak tahu, kirain dia benci atau sinis gitu, aku kan dekil ya dulu."

"Ba-ka desho?"

Kami tak bisa menahan tertawa lagi, hingga orang-orang di sekitar memandang ke arah kami. 

"Em, mau pulang? Udah hampir 3 jam kita nongkrong disini. Yuk aku antar. Aku sekalian mau kembali ke tempat seminar"

Kata Naoki tiba-tiba, membuatku tersadar bahwa sudah lewat jam makan siang. 

"Makasih banyak atas waktunya, Em."

"Makasih juga sudah menjelaskan semua kesalah-pahaman ini, Naoki."

Kami berjalan memasuki Central Gate stasiun Nagoya. Naoki mengantarku hingga ke atas peron kereta jurusanku. Aku melihat keretaku hampir berangkat. Seketika aku berpamitan. Tapi Naoki menahanku.

"Em, ada hal terakhir yang ingin aku sampaikan.", katanya dengan tatapan dan raut wajah yang sangat serius.





I Fall in the Autumn (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang