I Fall in the Autumn Part 2

374 37 44
                                    

"teeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet"

Bel tanda pulang sekolah berbunyi panjang. Ulangan bahasa inggris hari ini bisa kukerjakan dengan lancar. Cepat-cepat aku masukkan semua peralatan tulis menulis ke dalam tasku. Sejenak melihat tasku yang aku jahit sendiri dari bekas kain perca milik ibu. Rupanya sudah harus ganti tas lagi, sudah mulai usang dan sedikit bolong di pinggir. Baiklah, pikirku, pulang sekolah nanti akan menjahit.

"Emi"

Seseorang memanggilku. Aku menengok ke arah suaranya. Rupanya Nia dan dua gengnya, Syara dan Indah.

"Ya?" jawabku singkat

"Piket hari ini kamu yang kerjain ya. Hari ini aku ada kencan, udah dijemput pacarku di depan. Ya" rayunya

"Loh, kan bisa mundur bentar kan, piket sebentar aja"

" Aduh, Emi, kamu gak pernah punya pacar sih jadi ga ngerti ginian" timpal Indah sengit.

"Tapi kan, kalo tau jadwal piket hari ini, kencannya bisa besok kan, toh besok jumat pulang cepat" jawabku tidak mau kalah.

"Udah udah, Emi, pokoknya hari ini aku mau kencan. Kamu kerjain piketnya. Oke! Yuk cabut" kata Nia dengan seenaknya dan pergi.

"Ha???" aku cua melongo dan memperhatikan mereka dari kejauhan. Samar kudengar percakapan mereka di sela tawa mengejek.

"Emi bodoh sekali"

"Cewek kayak gitu gak mungkin juga dapat pacar. Muka jelek item kucel lagi sok berani mau nglawan"

"Hahahahahaha"

Aku cuma menghela nafas panjang. Ah nasib. Ya sudahlah. Paling tidak masih ada 2 cowok yang piket. Aku bergegas megambil sapu di pojokan. Kulihat Arya melenggang pergi. Loh, bukannya dia piket juga hari ini?

"Arya, hari ini piket kan?" teriakku

" Sibuk. Kamu aja" jawabnya seenaknya dan langsung pergi

Aku menghela nafas sembari membenarkan letak kacamataku. Aku melirik Burham yang juga kedapatan tugas piket.

"Mau pergi juga ham?"

"Nggak lah. Mau ambil air buat ngepel" jawabnya singkat.

Burham itu mungkin aku versi cowok. Dia sering dijadikan obyek bully teman-temannya. Tapi dia santai saja. Seperti mengalir saja hidupnya. Kacamatanya tebal sekali. Minus 5 katanya. Padahal dia pelajaran juga biasa saja, bahkan cenderung tidak pintar dalam pelajaran. Cuma dalam pelajaran agama nilai2nya selalu nyaris 10. Kudengar dia tinggal di pesantren. Mungkin dia besok bakal jadi ulama besar.

Burham kembali dari kamar mandi dengan seember air.

"Makasih ham" kataku. Dan kami mulai membersihkan kelas.

"Ham, aku mau tanya. Kamu itu, kenapa selalu santai aja dibully??"

Burham berhenti sejenak dari memeras kain pel, dan menatapku sejenak sebelum dia kembali menatap kain pel dan memerasnya lagi.

" Aku suka melihat teman-teman tertawa senang. "

"He???" aku tak mengerti dengan jawabannya.

" Iya, kamu tau kan, mukaku jelek, aku ga pinter, pendek juga. Aku sebenernya pengen gaul juga, tapi ga bisa. Aku kurang bisa ngomong dengan mereka. Jangankan ngobrol, menyapa aja mereka jarang. Jadi aku biarkan saja mereka seperti itu, asalkan tidak keterlaluan. Aku menikmatinya. Aku senang dengan suara tawa mereka. Terlihat bahagia kan? Walaupun begitu, aku udah seneng bisa mengenal mereka"

"Ham, kita nasibnya sama ya haha. Tapi, kamu bijak banget"

"Bijak sama bodoh itu beda tipis, Em haha", kelakarnya.

I Fall in the Autumn (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang