I Fall in the Autumn Part 21

235 29 5
                                    

Aku mengambil donat dan memakannya, mencoba menetralisir emosi saat ini. Naoki meneguk kopi tanpa gula sembari menatapku dalam. 

"Waktu kamu menolakku, I was totally fine, Ki. Nangis dikit wajar lah, but it's fine. Aku sadar diri siapa aku siapa kamu. Tapi nggak gitu juga kali cara ngerendahin orang macam aku,"

Kami terdiam lama, sebelum aku melanjutkan kalimatku, "Jadi, apa yang kamu ingin bicarakan sampai memanggilku kemari?"

Naoki meletakkan gelas kopinya, sesaat kemudian membenarkan letak kacamata dan menarik nafas berat.

"Sebelumnya, terima kasih banyak, Emi sudah bersedia bertemu aku." Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala.

"Kedua, mungkin ini klise buatmu, tapi aku benar-benar minta maaf atas semua yang aku lakukan. Yang tanpa aku sadari telah menyakiti, seperti yang kamu bilang, psikologismu dan juga hari-hari remajamu. Aku ingin menyelesaikan ini semua hari ini, menjelaskan padamu apa yang sebenarnya terjadi dari sisiku. "

Naoki berhenti sejenak untuk menatapku yang masih dengan sirat wajah penuh emosi dan tanpa senyum.

"Aku ga mau ada hutang masa lalu yang selamanya akan menghantui pikiran kita. Sekali lagi, Emi, dari lubuk hati yang terdalam, aku minta maaf."

Aku menarik nafas berat. "Sebenarnya aku sudah memaafkanmu sejak lama. Hanya saja, aku akui tidak bisa melupakan kejadian itu dan bagiku itu adalah sebuah penghinaan terbesar dari kamu dan mantan pacarmu."

"Aku tidak bisa menghapus itu darimu. Juga dariku. Makanya, aku ingin kamu dengar penjelasanku."

"Penjelasan tentang apa yang perlu untuk aku dengar?"

"Pertama, Emi, aku dan Kyla tidak pernah benar-benar pacaran."

"Hah?? Bentar, aku dengar jelas kalau kamu dan dia sayang-sayangan, dan aku yakin Adrian juga dengar jelas banget."

"Iya, kamu nggak salah dengar waktu itu,"

"Terus?"

"Iya, intinya, kita pacaran tapi bukan karena kita saling suka, karena saat itu yang aku suka..."

Naoki tercekat, menatapku dalam, kemudian menatap gelas kopinya sembari membenarkan letak kacamatanya. Sembari mengulum bibir, dan jemari yang meremas tissue, sekali lagi dia menatapku dalam dengan tarikan nafasnya yang masih berat.

"Saat itu aku suka kamu. "

Aku tertawa sinis seketika.Sedangkan dia lagi-lagi menatap gelas kopinya yang sudah hampir kosong itu.

"Niatmu apa sih? Why now? Naoki, kata-katamu dulu dan sekarang nggak match! Bener-bener kamu tu orang yang nggak bisa dipercaya!" Kataku setengah teriak, yang membuat hampir seisi cafe menoleh kearah kami.

"Emi, please. Aku nggak ada niat buruk. Saat ini juga kamu dan Adrian sahabatku sangat dekat, dan aku juga tau Adrian sudah menyukaimu sejak lama sekali dan itu juga alasan kenapa aku diam memendam rasa ini."

Naoki terkejut sendiri dengan perkataannya, sedangkan mataku terbelalak mendengarnya. Tiba-tiba dia meraih kedua tanganku, menyatukannya dalam genggaman tangannya.

"Nanti aku jelasin detailnya, tapi please, dengerin dulu sampai akhir."

Sesaat jantungku berhenti sebelum akhirnya berdetak sangat kencang. Sadar akan kecanggungan ini, Naoki mepaskan tangannya sambil meminta maaf.

"Seperti yang aku bilang tadi, aku tidak ingin ada hutang masa lalu, setidaknya untuk aku. Aku juga tidak ingin kamu merasa tidak tenang akan aku seumur hidup."

Naoki benar. Aku memang selalu merasa gelisah apabila telah sampai pada pembahasan tentangnya. Memang ada ganjalan yang terasa sangat besar diantara kami. Aku menarik nafas panjang untuk meredam emosiku sendiri. Aku berdiri dari tempat dudukku ke arah water station. Kuambil dua gelas air mineral dingin. Satu untukku, satu lagi untuknya. 

Naoki meneguknya hingga habis sebelum mengucap terima kasih. Aku terkekeh melihat tingkahnya. Sorot matanya berubah setelah melihatku tertawa. Ada kelegaan terpancar dari matanya.

"Saat itu, bagiku Adrian pengecut, tapi rupanya aku lebih dari sekedar pengecut. Dua minggu awal praktikum biologi kita saat itu, saat itu buku novelku tertinggal di lab, karena buru-buru,  tanpa sengaja aku menjatuhkan mikroskop yang akhirnya berujung pada pecahnya lensa. Aku sangat takut karena saat itu terus terang keluargaku sedang terlibat masalah. Ayah terlibat hutang atas usahanya yang berujung pada percekcokan rumah tangga yang aku sendiri tidak mau mencampurinya. Pada akhirnya ayah ibuku bercerai, yang kamu sendiri sekarang paham kenapa aku kemudian harus pindah ke Jepang. Ya, karena meski tinggal dan besar di Indonesia, aku masih berkewarganegara Jepang dari ibuku."

Aku mulai merasa simpati dengan cerita Naoki. Sembari menyondongkan tubuh kearahnya untuk bisa mendengar lebih jelas, aku menyodorkan gelas air mineral yang belum terminum . Ini adalah caraku mengatakan bahwa aku sudah mulai nyaman berbicara dengannya.

"Aku takut karena aku tidak punya cukup uang untuk mengganti mikroskopnya. Dan aku ga tega untuk meminta uang kepada orang tua. Kyla, saat itu melihatku dan menawarkan diri untuk membantuku, tapi sebagai imbalannya aku harus membantunya. Aku tidak punya pikiran buruk saat itu, hanya sempat bersyukur ada yang mau membantuku. Kyla, kamu tau kan Em?"

Kyla, ayahnya kala itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah, sekarang menjadi Bupati di kotaku. Ibunya mengelola banyak restoran. Saat itu mungkin 5 restoran, yang sukses. Belum lagi, toko kue yang sangat laris. Sungguh anak yang membuat banyak sekali gadis memimpikan hidup sepertinya.

"Seminggu kemudian, Kyla datang menghadap guru dengan mikroskop baru yang sama persis di tangannya. Dia bilang, dia yang memecahkannya. Case closed? No. Dia mendatangiku dan bilang bahwa aku berhutang besar padanya. Aku tanya, apa yang bisa aku lakukan untuk membalasnya. Dia mau kita seolah berpacaran. Awalnya dia bilang karena dia ingin melihat reaksi Satria. Aku paham kalau dia tidak terima cintanya bertepuk sebelah tangan. Gadis cantik seperti Kyla ditolak, sedangkan mungkin selain kita bertiga, aku, Satria dan Adrian, nggak ada cowok yang nggak naksir Kyla. Maka aku iyakan tawarannya."

"Bentar, aku pesen minum lagi, kamu mau refill?", Naoki mengangguk. Aku kemudian pergi ke counter dan memesan minum. Lantas kembali dengan segelas kopi pahit dan royal milk tea. Entah kenapa aku menjadi begitu tertarik mendengar cerita Naoki.

"Nggak cukup sampe disitu, Em. Waktu kamu kasih kue ubi, Kyla merebutnya dariku dan membuangnya ke tempat sampah. Dia akhirnya tau perasaanku ke kamu. Dan disitu juga aku tau kalau dia benci banget sama kamu karena kedekatanmu dengan Satria membutakan matanya. Dengan mengancamku tentang kasus mikroskop, dia memintaku untuk mengerjaimu. Dia tahu, kamu menyukaiku."

"Waktu kamu bilang kamu suka, itu saat yang paling bahagia untukku. Aku akhirnya tahu perasaanku benar-benar tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi, aku terlalu pengecut untuk menghindar dari ancaman Kyla. "

"Jadi kamu menolakku karena itu?", Naoki mengangguk, "Iya, kamu pengecut."

"Oke, I admit it. Aku ngeblok kamu, bukan karena alasan yang kamu dengar, tapi aku tidak siap untuk kembali berhadapan dengan kamu, yang aku tau kamu membenciku. Sedangkan aku, masih menyimpan rasa itu dalam. Kadang, aku mencuri lihat timeline social mediamu, kamu punya kehidupan yang menyenangkan bersama dengan pacarmu yang lama. Aku kadang merasa cemburu, iri, tapi kesalahan di masa lalu membuatku berfikir ulang untuk kembali mendekat."

"Butuh waktu lama untuk benar-benar move on dari perasaan lamaku. Sampai aku bisa jatuh cinta lagi. Tapi, setiap kali aku mencoba mendekati, ada ganjalan yang membuat kami terasa semakin jauh. Dan aku akhirnya paham, ganjalan itu adalah tentang kita. Ketika aku bertemu kamu dan Adrian di Akihabara Station waktu itu, aku rasa ini adalah sebuah takdir yang memang Tuhan tuliskan agar kita meluruskan benang kusut untuk kebaikan kita bersama."

Aku menatap Naoki lama. Kulihat urat-urat di wajahnya, menjadikan pemahaman tentang kerasnya kehidupan yang ia jalani tanpa aku pernah diberi kesempatan untuk mengertinya. Mungkin, selama ini akulah yang egois, karena tak pernah mau tahu dari sisinya. 



I Fall in the Autumn (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang