30. Kenyataannya

2.8K 414 41
                                    

Aneh, ketika rasanya tetap sendiri meski di kelilingi banyak orang. Di antara puluhan suara yang saling bersautan, aku tetap merasa sendirian. Merasa begitu kosong dan juga hampa, sampai tidak ada lagi tempat yang bisa terisi dengan tawa, karena segalanya seperti mati dan tanpa nyawa.

"Waktu tetap berlalu, dunia gak berhenti bergerak -meski aku sendiri terjebak dalam keabadian."

Suara milik Jisung bergema lagi, membuat suara lainnya lenyap begitu saja.

"Waktu seakan hanya berhenti buatku, tapi jelas enggak buat kamu. Dimana waktu akan membawa kamu menua bersamanya, membawa kamu pada titik akhir dari kehidupan."

"Seiring waktu berlalu - kamu akan semakin bertambah umur, kecantikan kamu akan berkurang, kecerdasan kamu akan memudar seiring dengan otak yang mulai menua - seperti sebuah pase, semua makhluk akan mengalami hal serupa. Tapi jelas hal itu gak berlaku buat aku"

"Waktu berhenti buatku Anna. Waktu terus bergerak, tapi aku gak bergerak bersamanya. Aku gak menua seiring waktu, aku gak akan pernah bertemu pada pase dimana tubuhku mulai merasakan sakit karena kesehatan tubuh yang mulai berkurang. Karena pada dasarnya, waktu memang sudah berhenti untukku sejak lama."

"Kita berdua berada pada waktu yang jelas berbeda. Kamu hidup dimasa kini, sementara aku hidup dimasa lalu"

"Gak ada ruang untuk kita berdua. Gak pernah ada."

"Bagaimana mereka yang hidup pada masa berbeda bisa bermimpi hidup bersama pada suatu waktu?"

"Sekeras apapun kita mencoba mengelak -pada akhirnya yang tersisa hanyalah sebuah perpisahan. Karena pelan namun pasti, waktu akan merampas segalanya, hingga suatu hari nanti yang tersisa hanya sebuah kenangan semu yang menjadi sebatas ingatan"

Semua ucapan Jisung kembali terngiang, suaranya seperti berdengung aneh di telingaku. Sisa-sisa ingatan tentang kemarin masih membekas, menciptakan ruang hampa yang terasa menyesakan.

Rasanya baru kemarin aku merasa memiliki segalanya - tapi dengan begitu mudahnya juga waktu membuatku merasa kehilangan segalanya hari ini.

Demi apapun, rasanya aku hanya ingin bisa memutar waktu. Seandainya waktu dapat kembali ke hari itu --aku hanya ingin mengunci pintuku rapat-rapat. Berharap saat itu aku tidak membiarkan Jisung masuk dan mengambil tempat terlalu banyak di dalam sana.

Seandainya aku tidak memutuskan jatuh sedalam ini --semuanya pasti akan lebih mudah.

Seandainya dia tidak datang hari itu, aku tidak perlu melihatnya pergi.

Malam kemarin --Akhirnya kami berakhir pada sebuah perpisahan. Ketika yang ingin aku dengar adalah "sampai ketemu besok" tapi bukan itu yang dia katakan, melainkan sebuah kalimat singkat yang sebenarnya tidak pernah ingin aku dengar. "Aku harap Anna, kita gak berusaha saling menemukan lagi"














⏳⌛


Berulang kali aku hanya memandang hampa pada sebuah gelang berantai perak yang terlilit di pergelangan tanganku. Benda ini, seharusnya dia menjadi pengingat bahwa aku memiliki Jisung sebagai tujuanku --sebagai tempat untuk aku selalu kembali. Sebagai tempat yang selalu menungguku untuk pulang padanya.

Tapi hari ini --aku kehilangan arah. Rasanya semua jalan pulang yang ada tiba-tiba buntu, sehingga gak ada satupun jalan yang bisa membawaku untuk kembali pulang. Ke rumah. Ke tempat dimana Jisung berada disana.

"Anna"

Aku mendongak, tersenyum tipis ketika menemukan sosok tinggi berbadan ramping itu sudah berdiri di hadapanku. "Hi, Alice."

"Aku pikir kamu juga akan menghilang" aku berbicara dengan pandangan lurus menatap pada sosoknya yang tengah berdiri tegak. Tidak ada senyum di wajahnya, hanya ada seraut tipis rasa tidak percaya diri disana. "Seperti bagaimana Mark dan Jisung yang gak bisa aku temukan dimana pun"

Alice mendekat, dia mendudukan dirinya di sampingku. Kami duduk di sebuah bangku panjang di bawah rindang pohon beringin, tepat menghadap sebuah lapangan basket outdoor sekolah. Angin berhembus pelan, meraba setiap jengkal wajahku dengan lembut. "Kamu, alasan apa yang bikin kamu tetep disini Alice?"

"Hanya ada satu alasan Anna" Alice menunduk, dia menatap kosong pada debu-debu yang berterbangan mengotori sepatunya yang berwarna hitam. "Kamu."

Alice tidak pernah terlihat selemah dan sekaku ini sebelumnya. Dia bahkan menunduk saat bicara --dan itu sama sekali bukan dirinya yang aku kenal. "Kenapa aku?"

"Semua orang mengasingkanku. Lalu dunia ikut mengasingkanku."

"Ketika dunia dan bahkan seluruh isinya mengasingkanku, maka ujung jurang pun tidak bisa memberiku sebuah tempat untuk tinggal."

"Aku gak ngerti" aku berterus terang. Aku menatap Alice lekat, mengamati raut wajahnya yang terlihat murung sekaligus terluka. "Sebenernya apa yang coba kamu jelasin?"

"Ketika aku merasa semua orang tidak ingin aku ada, kamu disana, memanggilku, lalu kemudian menjadikanku sesuatu yang berharga."

"Teman" Alice tersenyum, dia seakan sedang mengingat-ngingat sesuatu paling berharga yang bersarang dalam ruang ingatnya, terlihat jelas karena matanya berbinar saat bicara. "Kamu satu-satunya orang yang selalu meyakinkanku bahwa aku memiliki kamu sebagai teman."

"Terimakasih banyak Anna- untuk tetap mau menerimaku, bahkan juga di kehidupanmu yang sekarang."















T b c.



Pertama-tama aku mau minta maaf karena udah ngilang dan bikin kalian nunggu lama😭

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pertama-tama aku mau minta maaf karena udah ngilang dan bikin kalian nunggu lama😭.

Aku beneran lagi sibuk banget, karena emang sesusah itu dapet waktu buat ngehalu ketika lo terlalu di sibukan sama kehidupan di dunia nyata wkwk.

Aku tau part ini terlalu pendek, but janji setelah ini bakal lebih sering-sering nongol buat update disini. Semoga gak mengecewakan ya..

Btw, i can see you juga bakal di up besok. /yeyy/

Terimakasih untuk kalian yang masih setia menunggu dan membaca💙






















BLOOD [Park Jisung]Where stories live. Discover now