17. kesalahan

4.4K 697 14
                                    

Jisung Pov.

Ku pikir bisa melihatmu kembali hidup saja sudah cukup. awalnya aku pikir aku tidak menginginkan apa pun lagi asal bisa melihatmu. Tapi ternyata aku masih sama seperti dulu, Aku masih begitu serakah dan egois.

Aku tidak bisa hanya melihatmu dari jauh. Aku tidak sesabar Mark Hyung yang selalu menjagamu dari jarak yang tidak bisa kamu lihat. Saat ini pun dia pasti melihat kita dari suatu tempat. Dia tidak pernah meninggalkanmu.

Aku bukan dia, dan aku tidak bisa sepertinya. Aku ingin melihatmu dari dekat, aku ingin menjagamu dengan caraku. Aku ingin kamu selalu berada dalam jangkauanku. Maafkan aku Anna, aku memang serakah.

"Kenapa kita naik taksi segala sih? Kan kamu bisa langsung mengantarku pulang sampai depan rumah hanya dengan waktu tidak sampai semenit!" Anna berbisik di sebelahku. Wajahnya tampak cemas, dia sepertinya takut mendapat masalah karena pulang telat.

"Duduk dan diam aja, jangan bawel. Lagi pula ongkos taksi aku yang bayar"

Anna mendengus, kemudian dia memalingkan wajahnya pada kaca mobil. Hujan mulai turun dengan deras, membuat embun pada kaca tampak jelas. Anna sepertinya sangat menikmati irama yang di timbulkan oleh hujan, matanya tak lepas dari bercak-bercak air hujan di luar kaca mobil.

"Jisung?"

"Iya?" Ini kali pertama dia memanggilku langsung dengan namaku. Tak ku sangka rasanya sangat menyenangkan mendengarnya memanggilku begitu.

"Berapa umurmu?" Anna menatapku serius.

"Berapa ya? Aku gak pernah hitung"

"Mungkin sekitar dua ratus tahun?" Tebakku asal.

Anna mengangguk-anggukan kepalanya. "Sudah ku duga kamu memang setua itu"

Oh ayolah dia mulai lagi. Dia mulai memikirkan yang aneh-aneh lagi tentangku. "Jangan berpikir yang macam-macam di dekatku." Aku menatapnya tajam. "Lagian hanya umurku yang tua. Wajahku tidak pernah menua!"

"Apa menyenangkan?"

"Apa?"

"Hidup selama itu tanpa pernah menua. Apa menyenangkan?" Ulangnya dengan kata-kata yang lebih jelas.

Aku hanya tersenyum kaku tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Mana mungkin rasanya menyenangkan? hidup dengan umur ratusan tahun bukanlah sesuatu yang ku inginkan. Ini mengerikan. Setiap saat aku harus hidup dengan rasa takut yang tidak pernah gagal membuatku ingin mengakhiri semuanya.

"Gak ya?"

"Gak, sama sekali gak menyenangkan" aku tersenyum padanya. Tepat saat taksi yang kami tumpangi berhenti di sebuah komplek perumahan.

"Maju lagi dikit mas. Yang pager warna putih" kata Anna menunjuk rumah dengan pagar putih di sebelah kiri jalan di depan sana.

"Siap" mobil melaju pelan dan berhenti tepat di depan rumah dengan pagar putih. Sesuai perintah Anna.

"Jangan turun dulu" perintahku pada Anna yang sudah siap-siap turun dari mobil.

Anna mengernyit bingung tapi dia menurutiku. Aku memberikan ongkos pada supir taksi, kemudian melepas tas sekolahku dan mendahului Anna keluar.

Aku membukakan pintu mobil tempat Anna duduk. "Ayo turun"

Anna melirikku bingung, kemudian dia turun. "Eh kenapa?" Tanya Anna saat aku menutupi kepalanya dengan tasku.

"Gak usah banyak tanya. Jalan!" Aku menggandeng tangannya dan berlari cepat memasuki rumah dengan pagar putih itu.

"Kamu apa-apaan sih? Basah gini kan bajunya!" Anna terlihat panik melihatku basah kuyup.

"Kamu kan gak perlu ikut turun!" bentaknya kesal. Aku hanya tersenyum tipis padanya.

"Udah gak apa-apa. Masuk sana" aku mendorong tubuhnya agar dia berhenti mencemaskanku, dan masuk ke dalam rumahnya.

"Tapi kan? Ah!" Anna mengusap wajahnya kasar. "Masuk dulu!" Perintahnya padaku.

"Gak usah, aku langsung pulang." Tolakku.

"Nanti kamu sakit!"

Aku tidak bisa menahan tawaku lagi saat wajah paniknya itu berubah kesal. "Kamu lupa ya aku siapa?"

"Aku ini gak bisa sakit"

Pintu rumah Anna terbuka lebar, menampilkan sosok wanita setengah baya dengan daster panjang. Wanita itu tidak menunjukan keramahan padaku, mata tajamnya menatap Anna dan aku bergantian.

"Masuk" Ujar wanita itu datar. Terdengar seperti perintah mutlak.

"Tapi bun temen Anna-"

"Cepet masuk!" Bentak wanita itu pada Anna. Anna tidak membantah, atau berusaha mengatakan sesuatu lagi. Gadis itu menurut masuk ke dalam rumah dengan kepala menunduk. Tapi Anna sempat mengatakan sesuatu padaku lewat pikirannya, dia tau aku akan mendengarnya.

Dia berkata "selamat malam Jisung. Maaf."

"Sudah malam lebih baik kamu pulang" kata Wanita di hadapanku. Sepertinya wanita itu ibunya Anna.

"Iya." aku menunduk memberi salam.

"Tunggu sebentar" kata ibunya Anna kemudian masuk ke dalam. Tidak sampai dua menit dia keluar lagi dengan membawa payung di tangannya.

"Pakai ini" dia menyerahkan payung itu padaku. "Hati-hati di jalan" katanya lalu masuk ke dalam rumahnya.

Pikirannya sangat kacau. Aku tidak bisa menerka-nerka apa yang wanita tengah baya itu pikirkan. Wajahnya sangat tidak bersahabat, sikapnya juga sangat dingin. Apa dia akan memarahi Anna? Semoga saja tidak.

Aku keluar dari pekarangan rumah Anna menggunakan payung berwarna putih yang di berikan oleh ibunya Anna. Hujan semakin deras. Saat ini udaranya pasti sangat dingin, andai aku bisa merasakannya.

"Selamat malam juga Anna. Tidak apa-apa." Aku bergumam untuk menjawab Anna. "Aku tau kamu gak akan dengar, tapi aku tetap ingin mengatakannya" ujarku lagi. Seolah-oleh memang sedang berbicara dengan Anna.

"Keluarlah Hyung, aku tau Hyung sedang menontonku saat ini. Apa seru? Apa seperti menonton Drama?" Kataku lantang. Suaraku tenggelam di antara derasnya suara hujan.

"Aku di belakangmu" sebuah suara dengan tegas menjawab pertanyaanku.

Aku langsung membalikan badanku. "Hyung-"

Bugh!

Payung yang ku pegang lepas dari tanganku, aku tersungkur ke aspal. Mark Hyung meninjuku tepat di pipi dengan sangat keras.

"Hyung—"

Mark tidak membiarkanku bicara sedikit saja, tangannya langsung mencengkram leherku dengan sangat kuat. "Berhenti bercanda denganku" Ujarnya dingin.

Cengkraman tangannya semakin menguat di leherku. "Sudah ku peringatkan jangan main-main dengan takdir!" Dada Mark naik turun tidak beraturan "Takdir bukan sesuatu yang bisa kita campuri"

"Tapi hyung apa salahku?" Tanyaku dengan susah payah.

Mark menatapku sebentar, kemudian dia menghempaskan tubuhku dengan kasar sampai membentur tembok bata. "Jangan pura-pura bodoh di depanku" Mark mengatakan itu tanpa ekspresi di wajahnya. "Kamulah yang paling tau apa salahmu"

Tanpa sadar aku tertawa keras, tawa yang sebenarnya terdengar sangat menyedihkan. "Sejak awal semuanya memang salahku."

"Aku hanya ingin memperbaikinya, aku ingin merubah akhir kisah kami.. apa caraku terlalu egois Hyung?"

"Aku juga ingin menjaganya dengan caraku." Suaraku yang parau melebur dalam derasnya suara hujan. Aku berlutut di hadapan Mark. Di hadapan orang yang telah memberikan kehidupan untukku.

Sebuah tangan menyentuh kepalaku. "Aku ingin sekali membencimu"

Suara itu terdengar sangat pelan, ada rasa kecewa di dalamnya. sudah terlabat saat aku menyadari sosoknya telah hilang di telan hujan. Apa kesalahanku sangat besar sampai Hyung ingin membenciku?



Tbc.

BLOOD [Park Jisung]Where stories live. Discover now