4. Vampire?

7.1K 993 55
                                    

Persis seperti yang Jeno katakan kemarin, pagi-pagi sekali jeno sudah berdiri di depan rumahku dengan motor vario putihnya. Awalnya aku pikir dia tidak serius tentang menjemputku setiap pagi ke rumah, tapi ternyata dia serius soal itu. Sangat serius.

"Nih pakai helmnya" Jeno menyodorkan helm padaku, aku tidak berusaha mendebat, memilih menerima helm itu dan langsung memakainya. "Udah? Cepet naik" kata Jeno lagi, dan aku hanya menurut naik ke motornya. Kemudian Jeno menjalankan motornya.

Sampai di sekolah pun aku dan Jeno masih sama-sama diam, kami tidak saling bicara, hanya fokus pada pikiran kami masing-masing sampai akhirnya Jeno berdeham untuk memecah keheningan di antara kami. "Tumben banget ya kalem gini" sindir Jeno dan aku lebih memilih mengabaikannya.

"Anna"

"Ya?" Aku menanggapi seadanya.

"Lagi kenapa sih? Puasa ngomong apa gimana?!" Kesal jeno.

"Jen inget cowok baru di kelas aku itu kan?" Aku mengalihkan pembicaraan.

"Cowok mana?" Suara Jeno terdengar datar.

"Yang dari Korea" jawabku

"Oh kenapa?" Tanya Jeno masih dengan suara sedatar wajahnya.

"Kemarin aku minta dia nganterin aku pulang"

Mata Jeno langsung melebar mendengar penuturanku "GILA YA?!" Bentak jeno padaku.

"Mau ngapain minta anter cowok gitu ha? Apalagi belum kenal, mau di apa-apain di jalan apa gimana?!" Oceh Jeno panjang lebar.

"Denger dulu!" aku menatap Jeno malas "Belum juga selesai ngomong udah ngoceh aja! kemarin aku main dod sama Alice, terus kalah"

"Dod?" Jeno mengernyitkan dahinya.

Aku mengangguk "iya dare or dare, jadi yang kalah harus tetep nerima tantangan yang menang. Jadi karena si Alice menang, dia nyuruh aku minta anter pulang ke Jisung" aku menjelaskan dengan wajah memelas.

"Bikin malu diri sendiri aja"

"Ya itu, aku malu ketemu dia sekarang.."

"Malu itu emang dateng belakangan" Jeno menepuk-nepuk bahuku pelan "lagian mau-maunya di suruh aneh-aneh sama tuh nenek lampir"

"Yaa makanya gimana dong sekarang.." rengekku pada Jeno.

Saat ini aku sedang berpikir untuk ke kelas atau tidak. Mungkin bolos ke kantin adalah pilihan bagus, dari pada harus malu bertemu si anak Sehun itu kan? Apalagi setelah kejadian di bus kemarin, huh ingin menenggelamkan diri di bak kamar mandi saja mengingatnya.

"Masuk sana" Jeno mendorong tubuhku pelan saat sudah sampai di depan kelasku.

Aku menatap Jeno dengan tatapan memelas "bolos yuk Jen.."

Jeno balas menatap ku dengan tatapan malasnya "Gak usah aneh-aneh! Masuk cepet" aku memanyunkan bibirku dan pasrah terpaksa menurut untuk masuk ke dalam kelas.

"Belajar yang bener!" Seru jeno sebelum berlalu meninggalkan kelasku.

Aku berjalan ke arah bangku ku dengan langkah malas, disana sudah ada Alice yang sedang membaca buku. anak itu memang super rajin, sangat berbeda denganku.

"Annaaa!" Seru alice saat aku menghampirinya. Alice langsung meletakan bukunya di atas meja dan menatapku dengan senyuman lebarnya.

"Gimana kemarin? gimana? Cerita dong!"

Aku menghela napas kasar melihat Alice yang begitu antusias. Baru juga sampai sudah di bikin kesal lagi dengan pertanyaan-pertanyaannya itu. Memangnya kemarin aku ngapain lagi? Kan dia sudah mengawasiku kemarin!?

"Menurut lo gimana? Kan lo ngawasin gue kemarin" ujarku sedikit ketus.

Alice cemberut mendengar jawabanku "sejak kapan pakai lo-gue?"

Aku memang tidak pernah menggunakan kata lo-gue kalau berbicara dengan seseorang, bahkan kepada teman akrab sekali pun. Karena tidak terbiasa, dan memang aku lebih nyaman kalau bicara dengan menggunakan kata aku dan kamu karena terdengar lebih sopan dan halus. Tapi hari ini rasanya aku terlalu kesal untuk berbicara halus pada Alice.

"Sejak tadi" ucapku datar.

"Kemarin aku cuma ngawasin sampe kalian masuk ke dalem bus berdua, Terus habis itu gimana? Cerita kek dikit" alice memelas "kan aku penasaran kalian gimana dalem bus. Siapa tau kalian habis tukaran id line kemarin"

Aku kontan dibuat mendelik "bacot ya!"

"TUH KAN KASAR! AKU KAN CUMA NANYA AJA!" Teriak Alice ikut emosi.

"YAUDAH DIEM! GAK USAH TANYA-TANYA BIKIN PUSING" balasku tak kalah emosi.

"KALIAN KALAU MAU RIBUT MENDING DILUAR!" kali ini Kevin berteriak dari bangkunya, menatap aku dan Alice tajam.

"MAU IKUT RIBUT LO HAH? SINI LO! SINI LAWAN GUE!?" Diluar dugaan Alice malah menghampiri Kevin ke bangkunya yang berada di sebelah kiri bangku dan Alice. Alice menggebrak meja Kevin dan menatapnya tak kalah tajam.

Aku bergidik ngeri melihat kelakuan Alice. Ini alasan kenapa Jeno selalu menyebut Alice nenek lampir. Karena Alice memang bisa sangat menyeramkan pada saat-saat tertentu. Saat sedang emosi Alice akan menjadi meledak-ledak tanpa memperdulikan sekitarnya.

Untungnya Kevin tidak meladeni Alice, Kevin memilih diam dan mengabaikan Alice yang sudah bersiap meninju wajah Kevin sewaktu-waktu.

"Alice udah" aku berusaha menenangkan Alice "bentar lagi bell masuk, jangan cari ribut" ujarku mengingatkan. Beruntungnya Alice menurut dan duduk kembali di bangkunya. Aku menghela napas lega.

Tepat setelah Alice kembali duduk, seseorang melewati bangku kami dengan aura dingin yang kental pada dirinya. Mataku mengikuti setiap langkahnya sampai dia duduk di bangku paling belakang. Dia mengambil ponsel dan saku celana dan memasang earphone ke telinganya. Setelah itu matanya memandang kosong ke arah jendela.

Dia bahkan tidak melirik sedikit pun ke arahku, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Lalu kenapa aku harus merasa canggung? Kenapa hanya aku yang harus merasa malu kerena mengingat kejadian kemarin? Toh, seharusnya dia juga sama malunya karena kejadian di bus kemarin.

Enak saja dia menuduhku modus, padahal dia sendiri yang modus! Bahkan dia hampir menciumku kan kemarin?! Dasar manusia es brengsek! Mesum!

Seperti mendengar umpatanku, Jisung tiba-tiba melihat ke arahku dan menatapku tajam. Aku membalas tatapannya tak kalah tajam, melupakan rasa maluku yang kini menjadi rasa kesal dan marah.

Jisung bangkit dari kursinya, dia berjalan ke arah mejaku dan berdiri tepat di hadapanku.

Dia menatapku datar tanpa ekspresi lalu mencondongkan tubuhnya ke depan, kemudia berkata "aku bukan cowok brengsek, Apalagi mesum!" Dia kembali menjauhkan wajahnya, masih dengan tatapan datarnya.

Aku membelalakan mataku kaget. Benar-benar kaget! Pasalnya aku mengatakan itu dalam hatiku, bagaimana dia bisa tau? Tidak mungkin kan dia bisa mendengar suara batinku?

"Kamu sebenernya apa?" Entah bagaimana pertanyaan itu begitu entengnya keluar dari bibirku.

"Vampire?"


Tbc.

BLOOD [Park Jisung]Where stories live. Discover now