Babak Dua: Tak Terduga

Start from the beginning
                                    

Tapi, bukan hanya itu...

Aku merasakan sesuatu juga dari dirinya.

Seperti aroma yang berada di udara ketika musim gugur mulai menyapa dengan udara sejuknya. Ketika semua daun berwarna merah mulai berguguran ke atas tanah atau rumput yang mulai mencoklat. Aku yang saat itu bersandar di dekat dengan loker murid, melihat dia yang berdiri menghadap jendela, biasan sinar matahari yang lembut, menerangi sebagian wajah dan kulitnya yang merona seperti perak. Terlihat bercak coklat di bawah permukaan kulit putihnya, matanya dengan tenang menatap keluar selagi bibir pinknya bergerak sambil berbicara tentang nasihat-nasihat penting kepadaku yang sebenarnya tak aku dengar dan di saat itu juga aku menyadari bahwa warna mata Devonna tidak sepenuhnya berwarna coklat gelap, itu terang seperti air teh yang tidak kau celup terlalu lama, bahkan terdapat bercak kehijauan yang terkubur dalam galaksi pupil matanya yang luar biasa terang seperti permata itu.

Aku terlalu larut dalam momen tersebut, memperhatikan dirinya dan setiap detail tentang dirinya. Geez... aku berpikir, bahwa Ryan sangat beruntung dapat melihat pemandangan seindah ini setiap ia membuka matanya setelah selesai memberikan kecupan hangat di atas bibir merah muda seperti warna gula kapas itu.

Dan dalam saat itu aku berpikir bahwa Devonna tidaklah seperti ayahku yang datang untuk menghancurkan diriku dan kesenanganku, dia datang untuk kembali mengingatkan aku tentang diriku yang sebenarnya dan siapa yang pernah menjadi dirku―hanya saja kesadaranku mungkin belum bisa menerima kenyataan itu.

Suara ketukan terdengar dari luar pintu kamarku. Aku menelan ludahku dan menaruh ponselku kembali ke atas nakas yang berada di sebelah tempat tidurku.

"Masuk, pintunya tidak dikunci." Ucapku perlahan. Pintu kamarku perlahan terbuka, wanita dengan rona senyuman tampak jelas berdiri di ambang pintu kamarku. "Mom... ." Lirihku.

"Boleh mom masuk?" Tanya mom.

Aku mengangguk pelan dan menggeser tubuhku sedikit untuk memberikan ruang untuk dirinya duduk di sampingku. Ketika dia duduk, aku dapat merasakan bahwa kasurku sedikit menurun dan terdengar suara ringikan dari frame tempat tidurku. Aku berdeham dan melihat mom yang kini melihat seisi kamarku.

"Ada apa mom?" Tanyaku.

"Mom hanya ingin melihat anak lelaki mom yang tersayang. Lihat semua ini... mom sangat ingat ketika mom masuk ke kamarmu, terdapat banyak sekali kaset-kaset game, poster, dan bagaimana ruanganmu tampak begitu—" mom jeda sebentar lalu aku mendengar desahan nafas panjang yang keluar dari mulutnya. "—berwarna."

"Ini juga berwarna mom." Jawabku sambil tersenyum. Kemudian aku melihat tangannya yang mulai berkeriput itu sedang menggenggam sapu tangan di atas pahanya. "Mom... aku ingin minta maaf karena mengecewakanmu. Aku menyesal, aku sungguh minta maaf karena merepotkan dirimu selama ini."

"Joey, kamu tak perlu meminta maaf. Kamu tidak salah apapun kepada mommalah sebaliknya, mom minta maaf karena membuatmu berada di posisi ini. Mom sangat sedih membawamu dalam posisi seperti ini."

"Aku hanya berusaha untuk.menjadi apa yang tidak bisa Joey dulu lakukan. Aku ingin menjaga seluruh hal yang aku sayangi, temanku, kau, dan Katie. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang bisa diandalkan. Bukan seperti dulu yang lemah, lugu, dan tak dapat membantumu saat ayah melakukan itu padamu." Jelasku.

Why Don't We? [alternative version NKOTS]Where stories live. Discover now