38. Kembali Berjumpa

436 58 1
                                    

KHATA’S POV

2°02'14.6"S 113°46'43.5"E – 3 hari sebelum kepulangan

Aku mulai berlari ke arah sumber asap. Pepohonan-pepohonan jarang dan ilalang-ilalang pendek ini sama sekali tidak menahan kepulan asap tebal. Mataku mulai perih. Jarak pandang di sini hanya sekitar lima hingga 15 meter saja. Beberapa orang sudah berlari di depanku, beberapa lainnya di belakangku.

Noo! No no no no!” Aku berteriak kencang,dan berlari lebih cepat, menggerakan kakiku hendak memasuki hutan yang terbakar. Lengan Peter menghadang tubuhku. Aku berusaha melepaskan diri dari lengan yang menghalangiku.

“Khata! It’s dangerous! You can’t go in there!”  (Khata! Itu berbahaya! Kamu tidak bisa masuk ke dalam!) Peter menarik lenganku, kemudian memegang pundakku.

But, Peach is out there Peter! We just realese her a few hours ago! There’s a big possibility that she’s still in this area!”  (Tapi Peach berada di luar sana Peter! Kita baru saja melepaskannya beberapa jam yang lalu! Ada kemungkinan besar dia masih di area ini!) Aku meronta kembali, berusaha lepas dari kedua tangannya yang kekar.

“Khata, we can’t do anything about it. What we can do now is praying. You have to remember, she is orangutan, she have a good instinct.” (Khata, kita tidak bisa berbuat apa-apa tentang itu. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah berdoa. Kamu harus ingat, dia orangutan, dia memiliki insting yang baik.) Gambaran begitu manisnya Peach, orang utan berumur delapan tahun itu terlintas. Dia adalah orangutan yang paling dekat denganku. Orangutan yang sangat manja padaku. Orangutan yang baru saja lulus dari sekolah hutan. Aku membayangkan kejadian terburuk menimpa dirinya – terpanggang hidup-hidup.

But Peter, what if she doesn’t know the fire is coming? What if she trapped insite and got burned like those mom with her two baby last time?” (Tapi Peter, bagimana bila dia tidak tau ada api? Bagimana bila dia terjebak di dalam dan terpanggang seperti ibu dan dua bayinya beberapa waktu yang lalu?) Aku tetap bersikukuh untuk berlari ke dalam kobaran api. Membayangkan Peach mati terbakar jauh lebih mengerikan, dan aku tidak tahan dengan gambaran itu

“Peter, just get Khata out of here! We can handle this!” (Peter, bawa Khata pergi dari sini! Kami dapat menangani ini!) Simon berteriak lantang mengalahkan suara api yang menyala hebat. Peter langsung mengangkat tubuhku dan berlari dengan tubuhku di pundaknya, seakan beratku tidak ada artinya. Peter berhenti dimana mobil-mobil parkir.

Tubuhku lemas. Memikirkan hal yang mungkin menimpa Peach sungguh membuatku marah, emosi, dan sedih. Beberapa bulan di sini, aku telah menjadi saksi hidup bagaimana hutan yang begitu indahnya secara terang-terangan ditebang satu per satu, dibakar hingga menjadi abu, binatang di siksa, di bunuh begitu saja tanpa ada rasa kasihan. Aku mulai mempertanyakan sisi kemanusiaan di sini. Betapa kejamnya manusia dapat berlaku pada hewan yang bahkan tak bersalah apa-apa.

Aku yang tumbuh bergantung pada alam rasanya sangat geram. Tidak satu pun metode penangkapan ikan yang kami pakai merusak laut. Baik kakek, maupun para fisherman sangatlah sadar, kami secara langsung menikmati hasil alam dan bila kami tidak bijaksana dalam mengambil ikan dan menjaga laut dalam beberapa tahun saja alam dengan sendirinya akan memberhentikan kami. Kami semua sadar benar, uang untuk membeli beras dan segala kebutuhan lain adalah uang dari hasil menjual ikan, hasil dari penjualan produk alam. Itulah mengapa kami di perusahaan sangat memperhatikan laut di mana kami mengambil ikan, memperlakukan ikan dengan bermartabat dan benar-benar menghargai siklus kehidupan seperti dengan melepaskan kembali ikan-ikan kecil dan yang sedang bertelur.

Tapi itu semua tidak hadir di tanah ini. Tanah hutan hujan yang banyak spesies makhluk hidupnya belum di katalog kan. Tanah yang menghasilkan setengah kebutuhan kayu dunia. Tanah yang 44 jenis mamalia hanya tinggal di sini. Sebuah pulau yang dalam 35 tahun 30% hutannya telah menjadi tanah gundul. Di sini keserakahan manusia begitu saja merenggut masa depan dan kelangsungan generasi mendatang.

Magic In YouWhere stories live. Discover now