34. Tetapkan Keyakinan

444 58 5
                                    

3'RD PERSON POV

Hadi datang tak lama setelah Khata menutup pembicaraannya di telepon. Kirana memerhatikan seksama sudut-sudut muka Khata. Emosi yang tercermin dari mukanya terlihat sangat kuat. Khata terus menunduk dan menekan titik di tengah matanya hingga Hadi menghampiri. Tak seperti yang Kirana bayangkan, Khata tersenyum manis seperti tidak ada pembicaraan di telepon tadi.

Mereka kemudian berjalan ke dalam lobi untuk menjemput Kirana. Kirana langsung berpura-pura sibuk dengan HPnya sebelum mereka datang. Gedung yang di pakai untuk acara festival anti korupsi berada di seberang lahan kampus institute nomor satu di Indonesia. Gedung serbaguna yang mampu menampung hingga 2500 orang ini akan kedatangan para politikus, akademisi dan para ketua BEM seluruh Indonesia, atau paling tidak, kawasan Barat.

Setelah sekitar berjalan 20 menit, akhirnya mereka sampai di gedung itu. Mereka mengisi buku tamu. Khata dan Hadi saling menegur teman-teman yang ada di barisan panitia. Kirana yang sejatinya bukan orang yang senang bersosialisasi merasa sangat canggung berada di tempat itu. Ia merasa seperti kedatangannya itu salah. Khata diam-diam menyadari apa yang dirasakan oleh Kirana. Tangan Khata kemudian menggandeng tangan Kirana lembut.

“Woy Khata!” teriak seorang pria yang memakai batik yang berada di lingkaran pembicaraan yang cukup berat.

“Halo Yusuf!”

“Yusuf aja yang di sapa?”

“Halo Imron, Aza, Joan, Thoha, Ricky” Khata menyapa satu per satu ketua BEM yang berada di sebelah Yusuf.

“Tumben jam segini baru dateng, Ta?”

“Emang biasanya aku dateng jam berapa, Ky?”

“Biasanya kan ikutan nyiapin panggung hahaha.”

“Oh, sialan kamu!.”

“Tapi emang bener, lo kan kalo dateng dua jam sebelum acara. Inget acara BEM SI kemarin? Antok yang punya acara aja masi tidur, eeh lo udah dateng bikin tuh anak-anaknya Antok sampe gedor kosan tuh monyet.”

“Itu gue pulang kuliah, kalo gue berangkat sejam kemudian bisa-bisa gue dateng pas acara dah mau kelar Za.”

“Acara BEM SI kapan? Kok aku nggak dapet undangan sih?”

“Oh itu acara Korwil, Mron. Tenang-tenang, jangan emosi dulu.”

Seorang panitia yang melihat gerombolan itu kemudian mempersilahkan mereka untuk duduk di kursi yang telah tertera nama mereka. Namun, ketika mereka hendak beranjak pergi tiba-tiba ada seorang lelaki mengelus tulang punggung Khata hingga bawah kemudian dia menepukkan tangannya ke pantat Khata. Sontak para ketua BEM di gerombolan itu yang mayoritas laki-laki menyoraki orang tersebut.  Bukan sorakan riang, sorakan geram tuan putri mereka di lecehkan seperti itu.

“Lo beneran sexy ternyata, Ta. Hahaha. Gue nggak nyangka, ternyata lo se-sexy yang di foto!”

“Eh TAI! Apaan maksud lo kaya gitu!” Aza yang berada di dekat Khata sontak mendorong laki-laki itu ke tembok.

“Kelakuan lo bener-bener keterlaluan, gue bakal kirim surat ke universitas lo buat mutus jabatan lo! Keluar sana Achmad!” Joan yang diam sedari tadi benar-benar naik pitam. Ia meraih kerah batik milik Achmad. Dibantu dengan Aza dan Imron, Achmad, salah satu ketua BEM Univesitas di Bandung itu diseret keluar. Panitia yang melihat hal tersebut kemudian berusaha menghentikan mereka. Namun usaha panitia itu sia-sia karena Yusuf menghadangnya dan menjelaskan perihal tersebut. Panitia tidak dapat berbuat apa-apa, meski kehilangan satu lagi tamu undangan yang memungkinkan mereka tidak mencapai tolak ukur keberhasilan, mereka tahu hal itu benar untuk dilakukan.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang