10. Ara Bertanya

800 69 0
                                    

KIRANA'S POV

Aku mendambanya dalam setiap jengkal gerakan pemecah sunyi. Rambutnya yang pendek membuatnya jauh terlihat lebih kuat ketimbang topan di tengah lautan. Dia berdiri, memimpin, menyelamatkan, mengasihi dengan tak lagi membandingkan warna pigmen kulit, atau bahkan hati yang bau busuknya telah tercium. Setiap garis senyum itu hadir dalam rana warna hidup, setiap itu pula aku merasa dia hadir dalam lingkaran sepi hidupku. Harus bilang apa lagi ketika mata itu melihat, tajam, lembut tapi sangat dalam. Pandangannya menghantarkanku ke dalam sebuah kawah indah dengan kabut tebal yang terasa mencekik sesaat. Tiupan lembut tercipta ketika kulit terlarangnya itu tak sengaja menyentuhku. Hilanglah seluruh kulit ari, menyisakan sarafku bekerja jauh lebih sensitif seperti telah terbelai manisnya surga.

Olah ruang dan waktuku mendadak senyap, melirihkan setiap panggilanku untuk hadirnya. Engkau buat panca indraku merasa dengan seribu kali ketajaman hingga otak memproses setiap aksi berhenti di jantung. Dan jantungku harus memompa darah jauh diatas normal untuk aku tetap bisa bernafas, menanggapi setiap rangsangan indahmu, gara-gara kegagalan otak. Hangat itu selalu menjulur hingga sampai ke ujung hati. Semua ini membuatku selalu haus akan hadirmu di sisiku.

Di sinilah engkau sekarang, menghembuskan nafasmu dengan tenang di hadapanku. Kelopak matamu masih menutup jalur realita dan mimpi. Dalam ketidak-sadaranmu aku memandang lama, mengagumi setiap lekukan indah parasmu. Bukan wajah model yang hadir dengan setia, tapi wajah kesempurnaan. Seluruh sikapmu tercerimin dengan rata di sana, dan jangan tanyakan lagi pada orang-orang bagaimana mereka mengaggumimu. Kamu jauh dari kata biasa, seperti melihat senja yang membuat orang selalu menanti. Dirimu adalah rupa kesempurnaan, yang dalam diam aku merasa engkau menyimpan rahasia.
Ketokan pintu di ujung sana membuatku sedikit memaki, aku belum puas memandangnya, mungkin tak akan pernah. Engkau segera bangkit, merapikan piyama dan rambutmu yang acak-acakan. Tak lama pekikan senang dari tempatmu berdiri terdengar.

“ARA! Ya ampun kamu beda banget! Kurus banget! Cantik pek sekarang.”

“Ah apa sih, kamu lak udah tak ceritain seh.”

Aku melihat seorang gadis melangkah masuk membawa koper berwarna hitam. Rambut model skinny yang gundul di sebelah kanan itu membuatnya sedikit terlihat nakal. Tapi seluruh mukanya memancarkan kebaikan dan ketulusan.

Dia menyapu ruangan dengan pandangannya cepat, berhenti tepat ketika melihatku di tempat tidur. Aku hendak berdiri namun terhenti dengan sikapnya yang berulangkali menoleh antara aku dan Khata.

“Aduh Taaa, kamu kok jadi ikutin aku sih!”

“Apaan?”

“Itu yang dikasur? Kon wes lapo ae ambek de e? Nggak ngomong pek saiki. Tau-tau ae wes sampe dalem kamar” (Kamu sudah ngapain aja sama dia? Nggak cerita sekarang)

“Gundulmu, RA! Mbok peker aku mbek de e? Iku konco nduk, konco!” (Kamu pikir aku sama dia? Itu teman, teman!)

Aku terpaku mendengar pembicaraan mereka yang hanya kumengerti sedikit. Sekali lagi, Khata mengejutkanku, dengan bahasa Surabaya-annya itu. Aku tau dia asli dari Surabaya, tapi tidak pernah sekalipun aku mendengar dia berbahasa Jawa seperti sekarang. Dan kalau boleh jujur, rasanya sangat aneh mendengarnya berbahasa Jawa.

“Kenalin Na, ini Ara. Ra, ini Kirana” Khata segera memperkenalkan kami berdua dengan sedikit marah, entah mengapa. Khata memang sudah cerita kalo Ara, temannya satu SMA akan ikut liburan bersama kami.

“Ara.” Dia mengulurkan tangannya padaku dengan wajah yang sangat berseri-seri. “Kirana” Aku membalasnya dengan menggapai tangannya.

“Cantik banget, Ta.” Khata segera menyikut punggungnya ketika dia menoleh.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang