6. Hanya Kamu

829 86 0
                                    

KIRANA'S POV

“Non, ayo bangun, sudah sampe rumah” Bibi mengguncang badanku sedikit, mencoba membangunkanku. Aku berjalan gontai ke kamarku di lantai dua, kemudian langsung tertidur lagi di atas tempat tidur. Tenagaku sudah terkuras habis, lenyap termakan tangisan bisu.

***

Kedua kakakku saling bergandengan tangan menghampiriku yang sedang bermain di taman depan sekolah. Kak Kalani kemudian menggendongku menghadap kak Kenda. Aku merasakan tangan kak Kenda di pipiku, menghapus noda dari tanah yang aku mainkan tadi. Kami bertiga kemudian masuk ke dalam mobil. Kak Kenda mendudukanku di atas pangkuannya, tangannya melingkari pinggangku. Pak Purno dengan rambut hitam merata di atas kepalanya menyetir dengan pelan.

Mobil akhirnya berhenti di sebuah restaurant dengan arena bermain luas yang dapat terlihat dari depan. Kak Kenda kemudian menggandengku ke dalam restaurant itu. Seluruh orang di ruangan itu kemudian menengok ke pintu yang Kak Kalani buka untukku dan Kak Kenda. Tangan orang-orang itu mulai mencubit pipiku, menepuk kepalaku dan tak jarang menciumi pipiku. Kak Kenda membawaku ke toilet di seberang ruangan, diikuti dengan kak Kalani yang membawa tas besar di tangannya. Di depan toilet, kak Kalani memberikan dua dress pada kak Kenda. Kak kalani kemudian masuk ke pintu dengan tulisan pria, Kak kenda kemudian membawaku masuk ke dalam toilet dengan tulisan wanita. Aku didudukkan kak Kenda diatas meja wastafel, melepas baju yang aku pakai dan menyemprotkan minyak wangi. Dia kemudian memakaikan dress warna putih dan biru yang diberikan kak Kalani. Rambutku kemudian dia sisir pelan, dia mengecup kepalaku setelah selesai.

“Tutup muka, dek. Kakak mau ganti baju nggak boleh ngintip!” Kak Kenda memegang tanganku, dia tutupkan tanganku itu ke mukaku. Aku mengintipnya dari sela-sela jemari kecilku. Dia membuka baju lengan panjang dan celana jinsnya, menyisakan bra dan celana dalam warna kuning senada. Tubuh kak Kenda seperti para model yang pernah aku lihat di TV, kakinya jenjang, badannya langsing dan mukanya sangat cantik.

“Ih adek kok nakal dibilang nggak boleh ngintip.” Kak Kenda memergoiku mengintipnya.

“Kakak cantik banget, kalo udah besar aku pengen jadi kaya kakak!” Aku meletakkan tanganku di lutut kemudian tersenyum lebar padanya.

“Kamu ntar kalo besar pasti bakal jauh lebih cantik dari aku, adekku cantik. percaya deh!” Dia kemudian mendaratkan ciuman pada dahiku. Terdengar ketukan dipintu, dan suara kak Kalani setengah berteriak.

“Ayo cewek-cewek, udah ditunggu orang sekampung. Ganti baju aja lama banget sih!” Kak Kenda kemudian tertawa, lalu segera memakai dress warna biru selutut tanpa lengannya. Kami berdua keluar dari toilet disambut dengan muka cemberut kak Kalani.

“Ayo, bunda sama ayah udah nunggu!” Kak Kalani segera menggandeng tanganku kembali ke ruangan penuh orang-orang yang kami lewati tadi.

Bunda dan ayah berdiri di dekat meja dengan kue tart bertumpuk tiga di atasnya. Tangan ayah menempel di pinggang bunda. Berkali-kali ayah dan bunda saling berpandangan dengan mata penuh kasih sayang. Mata itu kemudian menemukan kami bertiga yang sedang berjalan mendekat. Senyum terkembang di sudut kedua bibir mereka.

“Ini dia anak-anak kesayangan ayah! Ayo sini kita foto bareng.” Kami kemudian berfoto bersama. Ayah berdiri di sebelah kak Kalani, bunda berada di sebelah kanan kak Kenda, dan aku berada di tengah.

Setelah foto bersama berakhir, semua orang terduduk di tempatnya masing-masing. Berbagai macam makanan barat terhidang di meja panjang ruangan tersebut. Kak Kalani dan kak Kenda tak berhenti-hentinya menyuapkanku makanan dari roti, steak hingga ice cream. Aku sudah sangat kenyang dan mengantuk, tetapi acara ulang tahun pernikahan orang tua kami bahkan belum mendekati akhir. Bunda meminta kedua kakak tersayangku itu untuk pulang karena melihatku mengantuk. Kak Kalani kemudian menggendongku sampai mobil. Aku dibaringkannya di bangku belakang, kak Kenda lalu naik dan duduk di sampingku. Aku merangkak ke kak Kenda, menjadikan kakinya sebagai bantal tidurku. Kami bertiga pulang ke rumah di antar pak Purno.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang