17. Aku Ingin Disini

520 60 2
                                    

KHATA'S POV

Ah, Ya Tuhan. Sepasang mata indah ini. Aku seperti tersedot masuk ke dalam ruangan kaca indah penuh bunga bermekaran. Dunia terasa sangat halus kini, sangat menenangkan. Seluruh riuh suara dalam ruangan ini sudah hilang, membisu, teruapkan ke udara. Belaian lembut percikan air seperti telah membuat diri ini kembali segar setelah terpelanting ke sana kemari selama satu minggu penuh. Hanya mata ini saja, hanya dia saja, hanya beberapa detik saja, dia menjadi muara dalam lorong lelahku.

“Khata, pergi ke dalem ruangan! Pak Ben mau ngomong sama semua kandidat katanya.” Suara Haris membuatku harus melepas kunci pandangan ke malaikat penghuni langit di atas sana.

“Mbak Tata, jangan lupa habis ini kasih recording terima kasihnya ya.” Sherry berkata sambil lalu berkata ke ruangan.

“Ta, nanti jam tujuh ada rapat terakhir. Usahain dateng!” Belum sempat aku menjawab Sherry, kak Farid sudah muncul di depan langkahku.

Mereka semua, menginginkan sebagian kecil diriku. Mereka semua menginginkan aku yang berdiri tegak, yang sempurna tanpa cela. Aku tak pernah mengeluhkan atas seluruh lelah yang ada. Selama ini, hidup selalu aku melawan dunia. Ketika aku jatuh tersungkur, aku akan bangkit sendiri. Aku tak pernah menyembuhkan lukaku. Aku berjalan tanpa henti, tanpa kenal lelah, membabi buta membawa pedangku sendiri untuk menaklukan dunia yang tak hentinya memberi kejutan.
Tapi ketika kau merentangkan tangan malam itu, aku dapat merasakan seluruh luka masa lalu telah kau sembuhkan perlahan. Tidakkah engkau tahu, Kirana-ku. Aku lah makhluk yang sebenarnya rapuh. Pelukanmu itu telah membuat seluruh memori buruk itu berhenti. Engkau, perempuan yang tak hanya memiliki paras yang cantik, namun pula hati yang paling indah yang pernah aku temui. Kau adalah sebuah jawaban atas seluruh doaku malam itu. Kau menghentikan tangis, merengkuhku kuat, membuatku tak berjuang sendirian dalam sudut memori gelap malam itu.

Aku menutup kelopak mataku.
Wajahnya tadi tetap sama, meski entah kenapa aku merasa ada sedih dalam guratan wajah itu. Andaikan kamu tahu, aku selalu merindumu selama ini. Andaikan kamu tahu, aku selalu mencarimu selama ini. Engkau Kirana, telah memberiku ketenangan luar biasa. Engkau Kirana, telah membuatku merasakan sentuhan yang tak pernah aku bisa rasakan sebelumnya. Sentuhan manusia, yang selalu menakutkan untukku, yang selalu menyiksa untukku, telah kau beri sebaliknya.

Bagiku, kaulah sempurna, tanpa perlu kesempurnaan.

Bagaimana semua ini memunginkan? Bahkan dalam khayalku, kau sudah terlalu muluk-muluk. Seseorang yang hadir menyelamatkanku dari malam-malam buruk, menyentuh dan memelukku mengatakan semuanya akan selalu baik-baik saja. Kamu adalah impianku paling tinggi Kirana, dan selama hidupku, aku akan menjagamu. Maafkan bila caraku terlihat salah dan berbeda, maafkan bila aku harus menahan diri untuk merasakan sentuhan kulitku dan kulitmu, maafkan aku harus menahan rinduku dan membuatmu membenciku.

“Tata! Fokus! Ini penting!” Adit membentakku karena absennya pikiran pada rapat tim. Kacau. Ya Tuhan, aku benar-benar ingin bertemu dengannya. Aku rindu sekali terutama setelah
“Maaf Dit, aku agak lelah. Bisa mungkin kita bahas dulu apa yang perlu dikerjakan dalam durasi satu jam kedepan?” Pikiran ini terlampau kacau setelah melihatnya tetap hadir hari ini. Kupikir dia akan melupakannya. Apa dia masih di sini? Aku rindu. Aku ingin melihatnya lagi
Setelah rapat selesai dan mengerjakan hal-hal yang harus aku urus terlebih dahulu kemudian menelpon si tengil Ara. Dia sudah sangat membantuku selama dua minggu terakhir ini.

“Halo, Ra. Lagi apa?”

“Hmm. Hah. Baru bangun tidur. Ahhh telpon kamu bikin aku kebangun tau Ta!”

“Hahaha sori deh sori. Lagipula ini udah jam berapa gendheng.”

“Aku baru turun gunung ya! Baru nyampe sejam lalu. Mau apa lagi kamu? Gimana kampanye mu?”

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang