29. Sakit.. Perih..

429 58 1
                                    

KIRANA'S POV

“Fokus Khata!” Aku kembali menegurnya karena pikirannya yang tidak berada di tugasnya kini.

“Eh iya, sori sori.” Khata akhirnya melihatku kembali melalui kamera web cam yang terhubung skype.

“Ini data kamu kurang, Ta. Kalo mau melakukan survei itu dilihat dulu targetmu, ada aturannya nggak bisa langsung sembarang nyebar.” Aku berbicara panjang lebar mengomentari tugas akhir yang dia sedang kerjakan.

“Terus gimana? Aku nambah orang yang aku survei?” Kamar yang dia tempati sungguh ramai, aku hampir tidak bisa mendengarnya.

“Iya, kalo kamu sibuk nggak apa, aku bisa bantu.” Wajah dia menoleh ke sebelah kiri atas. Kemudian dia tersenyum dan berbicara dengan temannya. Biasanya senyuman itu akan membawaku ke dalam tahap di mana hatiku sangat senang, tapi tidak kali ini.

Aku langsung menutup laptop saking emosinya. Aku merasa sangat tidak dia hargai. Khata memintaku membantunya mengerjakan tugas akhir. Bukan masalah bagiku, topik yang dia ambil tidak terlalu susah, dia pun cukup pintar sehingga aku tidak harus begitu banyak memberi masukan. Namun, sejak kemarin dia sudah berada di Thailand untuk mengikuti ASEAN Student Leaders’ Forum. Bukan hal yang mengherankan, sebagai seorang ketua BEM universitas ternama di Indonesia, wajar bila dia sering menghadri forum-forum internasional. Hal ini sama sekali bukan masalah bagiku. Namun, sejak kemarin ketika kami berhubungan dengan skype dia sangat tidak fokus. Hampir setiap aku selesai menanggapi apa yang kurang dari tugas akhirnya, pikiran dia tidak berada di tempat. Aku sangat kesal. Dia meminta bantuanku akan tugas miliknya, namun dia sendiri seperti malas mengerjakannya. Bukan apa-apa, aku lebih senang ketika mengerjakan tugas dalam jangka waktu yang singkat.

Aku segera mandi, bermaksud mendinginkan kepala dan meredakan emosiku. Ketika keluar dari kamar mandi, dapat aku lihat di luar jendela bulir air dari langit telah turun cukup deras. Hatiku entah mengapa terasa kosong.

Orang-orang sekitarku mungkin selalu mengerti aku dalam data dan fisik belaka. Tak banyak yang aku harapkan, aku sungguh tidak mampu dapat bersosialisasi seperti kebanyakan orang. tidak, aku tidak mengalami keterbelakangan memang, aku masih bisa membangun sebuah hubungan selama itu dalam batas pekerjaan. Hanya saja, perasaan tidak nyaman selalu menghampiriku ketika harus bergaul dengan orang lain. Terkadang, bila diharuskan, aku memaksakan diriku, membentuk sebuah refleksi dari ekspektasi mereka.

Aku banyak menyimpan kisahku dalam diriku sendiri. Hanyalah Khata, sebuah pengecualian besar. Dia selalu menjadi pengecualian. Bersamanya aku bisa tertawa lepas, menjadi diriku sendiri. Diriku yang memiliki kekurangan dan cacat, bukan sebuah ekspektasi kesempuraan yang maya. Bersama dirinya pula, aku merasa diharapkan, merasa spesial.

Apakah aku terlalu berlebihan bertindak? Terlalu berlebihan menanggapi apa yang Khata lakukan? Aku mencintainya, menyanginya. Mungkin karena itu aku bertindak berlebihan untuk kesekian kalinya. Mungkin memang aku tak mampu menempa sebuah hubungan sama sekali.

~~~

Satu Bulan Kemudian

Langit terlihat sangat gelap, padahal jam baru saja menunjukkan pukul empat sore. Aku baru saja masuk ke mobil ketika hujan lebat mulai turun. Hujan ini membawa alunan melankolis dalam jiwa. Kosong yang aku rasa beberapa hari ini tak terobati. Sudah sebulan lamanya sejak aku bertemu dengannya. Dia sungguh sibuk sekali. Sejak hari tiba di Jakarta. Bahkan kado ulang tahun yang aku persiapkan tidak bisa aku serahkan. Dia berulang tahun beberapa hari yang lalu. Aku tidak yakin dapat menyerahkan padanya.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang