10. Ara Bertanya

Mulai dari awal
                                    

“Sopan banget kon ancene, Ra! Dateng-dateng nuduh yang nggak-nggak saiki malah ngomong ngono nang ngarep muka e.” (Sopan sekali kamu memangnya, Ra! Baru datang menuduh yang tidak-tidak, sekarang malah bilang gitu di depan mukanya.)

“Kenapa? Kamu cemburu?”

“Nggak. Udah balik lagi ke Surabaya aja kamu. MANGKELIN!” (MENJENGKELKAN) Khata segera mengambil koper milik Ara, tapi Ara malah berlari ke luar pintu teras.

“Bangus banget Ta pantainya! Kamu kok gitu sih, mau berduaan aja ya?”

“Berduaan apaan sih orang juga ada Reno, Charis, itu Adit juga ada. Kamu tidur sama Adit aja udah!”

“Gitu banget kalo lagi marah sekarang.”

“Ya kamunya.”

Ara kemudian dengan cepat menarik baju Khata. Segera setelah keluar dari teras Ara mendorongnya dari belakang. Kedua kaki Khata menahan-nahan agar badannya tidak terdorong, tapi usahanya itu percuma. Pada akhirnya dia tetap terjebur ke laut dengan tengkurap. Sedikit tawa melesat keluar dariku, sedangkan Ara sudah tertawa terpingkal-pingkal. Khata segera membalas dengan menarik tangan Ara hingga masuk ke dalam air. Mereka berdua saling menciprati satu sama lain hingga baju di tubuh keduanya basah. Aku keluar dari bungalow itu dan menginjakkan kakiku ke pasir yang lembut, memperhatikan mereka yang kini berenang menjauhi garis pantai. Khata pernah bercerita, dulu dia dan Ara sama-sama mengikuti klub renang. Ketika SMP Khata berhenti, Ara tetap melanjutkan hingga SMA. Gerakan mendayung baik Ara dan Khata sama-sama indah, tapi dalam kecepatan dan kekuatan aku kira Ara lebih unggul.

Setelah beberapa lama di dalam laut, mereka kemudian berjalan sambil mengobrol dan bercanda. Aku terlebih dahulu masuk ke dalam kamar untuk mengambilkan handuk untuk keduanya. Ara terlihat sangat gembira ketika aku memberikannya handuk, sedangkan Khata terlihat sangat kesal terhadap Ara. Aku tidak mengerti hubungan mereka berdua, sahabat tapi kasar sekali.

“Hari ini kita mau ke mana?” Ara bertanya sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk.

“Kute?” Khata menyarankan sembarang.

“Males ah pantai lagi. Adit sama temen-temenmu yang lain kemana?” Aku baru tersadar kalo Ara juga mengenal Adit, mungkin karena Adit juga dari Surabaya.

“Waterboom, mau?” Khata menoleh ke arah Ara dengan senyuman.

“Males banget! Paling-paling mereka modus.” Kami bertiga tertawa, mengerti maksud tiga cowok itu ke waterboom dengan gamblang.

“Kalo kita ke Ubud aja gimana?” Aku mengakhiri tawa kita dengan usulan rencana hari ini.

“Monkey forest?” Ara menjawab cepat.

“Mau nyamain muka, Ra?” Khata melempar tawa lagi, Ara kemudian  membuang handuk ke muka Khata.

“Ke warung bale mau nggak? Katanya itu enak, jadi pengen coba. Sebelum ke ke sana, kalo kamu emang pengen ya ke monkey forest dulu aja.” usulku lagi.

“Cewekmu pengertian banget, Ta!” Ara berteriak, suaranya seperti menggema ke sudut-sudut ruangan dan kembali menusuk langsung ke jantung yang merespon menjadi jauh lebih aktif. Seluruh darah mulai mengalir ke atas, rasanya pipiku mengembang, merasa sangat senang. Khata sekilas melihatku kemudian dia langsung menyeret Ara ke luar ruangan. pembicaraan mereka tak sampai ke telingaku, tapi aku bisa merasa mereka membicarakanku.

“Ayo berangkat. Jadi ke monkey forest dulu ini?” Khata kembali ke dalam kamar dan langsung memasukkan barang-barangnya ke dalam tas kulitnya. Ara yang sedari tadi membuat Khata naik pitam mengikuti di belakang dengan senyum di bibirnya. Aku mengangguk pada Khata dan langsung mengambil tas putih kecil di meja rias.

Magic In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang