Bab 41

13.4K 572 22
                                    

“Bub?”

Langkah Ralaya sontak saja jadi terhenti dan menatap Dev dengan kebingungan.

Matanya mengerjap beberapa kali. “Hm kenapa?”

Dev mendekat lalu membenarkan jaket abu-abu yang Ralaya pakai. Menaikan resleting jaket itu hingga ke dada. “Dingin. Nanti kamu masuk angin.”

Detik selanjutnya Ralaya langsung merasakan angin malam yang sukses membuat dirinya saling menautkan tangan lalu sedikit membungkukkan tubuhnya.

Angin malam itu sukses menerpa wajahnya dan membuat surai hitam Ralaya bergerak hingga sedikit berantakan.

Dev terkekeh pelan dan merapikan rambut gadis itu.

Thankchu!” kata Ralaya lalu keduanya masuk kedalam festival yang sudah Ralaya nanti sejak beberapa hari yang lalu.

Yang sempat tertunda juga karena Dev tak mau menemaninya jika Ralaya belum sembuh. Beruntung berselang tiga hari setelahnya demamnya benar-benar turun dan Ralaya merasa jika dirinya sudah lebih baik.

Mungkin Dev juga jengah karena dirinya terus merengek hingga akhirnya cowok itu pun mengabulkan permintaannya dan berakhirlah mereka berdua disini.

Iris hitamnya menatap takjub melihat suasana festival. Tampak ramai dengan begitu banyak pengunjung. Berbagai usia, tua dan muda. Mereka semua seolah membaur disini.

Ralaya bisa melihat kalau festival ini penuh dengan berbagai kuliner dan berbagai toko-toko. Entah itu aksesoris, baju dan tak tau ada toko apalagi karena kini Ralaya sibuk membelah jalanan agar dirinya dan Dev bisa lewat.

Dengan sigap cowok itu merangkul Ralaya, seolah memproteksi tubuh kecil itu agar tidak terhimpit dan terhuyung kesana-kemari karena desakan pengunjung lain.

Terlebih Dev sesekali melihat cowok—yang mungkin seumuran dengannya, entahlah— terlihat iseng dengan sengaja menabrakkan dirinya pada Ralaya sambil tersenyum jahil.

Cih. Menyebalkan.

Setelah melewati jalan yang cukup sempit hingga membuat pengunjung berhimpitan, kini Dev bisa bernapas lega karena jalanan menjadi cukup luas.

“Woah!” kata gadis itu begitu mereka masuk semakin dalam.

Banyak sekali berbagai hiasan seperti lampu gantung yang gemerlapan warna-warni. Belum lagi berbagai hiasan lain yang membuat festival ini nampak begitu menarik hingga tak jarang banyak orang berfoto.

Suara musik dan pengunjung yang saling berbicara nampak saling bersahutan di telinganya.

Tapi itu tak apa, Ralaya suka suasana yang ramai.

Matanya tak henti berbinar dengan senyumnya yang tak luntur itu terus menghiasi wajahnya.

Dev yang melihatnya pun reflek ikut tersenyum gemas. “Seneng hm?”

Ralaya mengangguk sambil menatap Dev. “Iya, aku kangen ngerasain excited kayak gini, Dev.”

Bahkan saat mengatakan hal itu, Dev  bisa melihat kalau Ralaya masih mempertahankan senyumnya seolah itu bukanlah masalah yang besar.

Harusnya Dev ikut senang saat Ralaya senang tapi entah kenapa jawaban yang dilontarkan gadis itu mampu membuat perasaan Dev terhenyak.

Dia pun hanya mengangguk lalu melepaskan rangkulannya dan beralih dengan menggenggam tangan mungil gadis itu.

Ralaya menaikan alisnya seolah bertanya akan tindakan Dev tapi cowok itu malah tersenyum jahil.

“Takut kamu ilang,” jawab Dev singkat lalu tak lama Ralaya mulai memainkan genggamannya ke depan dan ke belakang khas anak kecil yang kegirangan.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang