Bab 8

19.7K 1K 56
                                    

Bahkan di hari yang penuh badai, aku berjanji akan memelukmu lebih hangat dan selalu menjagamu.

•••

“Aya?” panggil Mila untuk ketiga kalinya sambil terus mengetuk pintu bercat putih di depannya.

Dia terus memanggil nama puterinya tapi tak kunjung ada jawaban padahal ini sudah hampir jam 7 pagi. Dia tidak mau Ralaya sampai telat pergi ke sekolah.

Mila juga bahkan sudah menyiapkan sepiring nasi goreng di meja makan bersama segelas susu.

“Aya, ini udah hampir jam 7.”

Terdengar suara samar-samar dari dalam kamar.

Apa Ralaya baru saja bangun dari tidurnya?

Mila pun mencoba memutar kenop pintu tapi Ralaya sudah lebih dulu menguncinya dari dalam.

“Kamu gak lupa kalau hari ini harus sekolah, kan?”

“Aya lagi gak enak badan.”

Dari balik pintu, Mila bisa mendengar suara Ralaya yang lemah. Dia menjadi khawatir.

“Kamu sakit apa?” tanya Mila resah. “Yaudah kita periksa ke dokter sekarang.”

“Aya cuma pusing. Di bawa tidur juga pasti mendingan.”

Mila pun menghembuskan napas lelah. Puterinya ini memang tidak pernah mau jika berurusan dengan dokter dan selalu memilih istirahat sebagai jalan keluar.

“Bentar, mama ambilin obat dulu.”

“Gak usah, Mah.”

Tangan Mila masih setia memegang kenop pintu. Entah kenapa hatinya jadi tidak karuan. Seperti ada sesuatu yang tidak beres.

Ralaya juga tidak biasanya seperti ini. Justru jika dia sedang sakit, biasanya dia selalu minta ditemani. Bukannya malah mengunci diri dikamar.

“Kalo gitu boleh mama masuk?”

“Gak usah, Mah.”

Ralaya tahu ini tidak sopan dan mungkin tidak pantas dilakukan oleh seorang anak tapi untuk saat ini, dia hanya sedang ingin sendiri.

Ditambah dengan keadaan kamar yang sangat berantakan. Penuh dengan pecahan kaca dan jejak darah yang mengering di lantai.
Ralaya takut kalau perbuatan bodohnya diketahui sang mama.

“Mama udah hancur, kamu tau itu, kan? Cepet buka pintunya," lanjut Mila sambil meletakan telapak tangannya di pintu. Matanya mulai berkaca-kaca dan dia mulai merasakan sesak di rongga dadanya.

Tapi aku lebih hancur. Kalian sendiri yang hancurin aku. Batin Ralaya sambil tersenyum tipis.

Yang didapati Mila masih keheningan. Ralaya belum mau menanggapi semua ucapannya.

Dia tahu kejadian kemarin pasti mengguncangan Ralaya dan menyakiti hatinya tapi dia pun juga merasakan hal yang sama.

Mila juga sakit hati dan kecewa dengan kejadian kemarin. Disaat dia dan Ralaya punya niat baik agar dirinya dan Rey kembali rukun, justru Rey sendiri yang menghancurkannya.

“Kamu benci sama mama?”

“Aya cuma kecewa sama semuanya.”

Rasanya sakit saat gadis cantik dibalik pintu itu mengatakan kalau dirinya sudah dibuat kecewa.

Kenapa dia juga harus menjadi penyebab kekecewaan Ralaya? Mila juga korban dan Rey lah yang menjadi penyebab semua kehancuran ini.

Baiklah, mungkin jika dirinya tidak memiliki banyak kekurangan, pasti Rey takkan pernah menceraikannya dan pasti Rey takkan berpaling darinya.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang