Bab 7

20.7K 1.1K 130
                                    

Di ruang tengah, Ralaya sedang sibuk bermain game di ponselnya sementara mamanya hanya sibuk mengganti-ganti channel TV seolah tanpa minat.

Wanita paruh baya yang masih cantik di usianya itu hanya menghembuskan napas lelah lalu menaruh remote TV di sampingnya.

Melihat itu, Ralaya menatap mamanya sejenak.

"Bete, ya, Mah? Aya juga bete di rumah terus," keluh Ralaya.

Mama-nya mengangguk. "Iya, di rumah juga sepi."

"Lagian papa ke luar kota lama banget." balas Ralaya sambil menaruh ponselnya di sofa, tanpa mempedulikan game-nya lagi. "Kalo ada papa berisik banget, mama sama papa berantem mulu. Tapi kalo papa gak ada rasanya sepi."

Mila tersenyum miris. Keadaan sekarang jadi serba salah. Tapi mungkin jika dia dan suaminya selalu akur layaknya suami istri kebanyakan, pasti tidak akan banyak pertengkaran.

"Tadi pagi, mama udah telpon papa. Katanya besok pagi baru pulang."

Seketika Ralaya langsung mengulas senyuman. "Beneran? Gimana kalo besok kita ke Pantai? Atau enggak kita dinner di restoran deket kantor papa."

"Boleh, kita udah lama gak pergi bareng-bareng lagi," kata Mila ikut tersenyum.

Puterinya ini mempunyai ide yang bagus. Dia harap setelah ini bisa memperbaiki hubungan dengan suaminya.

Dia juga rindu menghabiskan waktu dengan keluarga kecilnya. Pasti akan sangat menyenangkan.

"Tapi mendingan mama sama papa aja berdua. Biar romantis," kata Ralaya sambil menaik-turunkan alisnya. Menggoda mamanya.

Mila pun terkekeh geli. Untuk ide Ralaya kali ini, entah kenapa sukses membuat pipinya bersemu. "Enggak, mama mau kita bertiga aja."

"Aih, gak apa-apa, Mah. Sekalian nostalgia pas masih pacaran. Iya, gak?"

Ralaya tak henti menggoda mamanya dan saat ini dia sedang tidak bercanda. Dia memilih agar kedua orangtuanya saja yang ikut dinner dengan harapan bisa membuat keadaan keduanya membaik.

"Kita bicarain lagi nanti pas-"

Belum sempat Mila menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka dari luar.

Penasaran, mereka berdua pun menoleh menatap siapa yang masuk ke rumah.

Detik selanjutnya, Ralaya kembali mengulas senyum dan berlari kecil menatap papanya dengan setelan kemeja rapi seperti biasanya.

Sosok Ralaya yang manja pun kembali datang dan langsung memeluk papa-nya. "Papa," seru Ralaya sambil tersenyum manis menatap kepulangan papa-nya yang sudah dia tunggu. "Aya kangen." Gadis itu pun memeluk pinggang papanya. "Kata mama, papa pulang besok, tapi Aya seneng akhirnya papa pulang lebih cepet."

"Papa juga kangen Aya," balas Rey sambil merangkul puterinya dan mengecup puncak kepala Ralaya.

Melihat pemandangan ini, Mila mengulas senyuman. Dia bersyukur ternyata suaminya pulang lebih cepat padahal tadi pagi Rey bilang bahwa dia akan pulang besok.

Dia pun menghampiri suaminya. Meskipun dia sering bertengkar tapi jauh dari suaminya selama hampir seminggu membuat dirinya rindu.

Dia pun mengulurkan tangannya, bersiap untuk mencium punggung tangan suaminya tapi berakhir dengan tangan Mila yang masih di udara dan Rey menatapnya dengan datar.

"Pak Raihan," panggil Rey lalu munculah seorang pria berpakaian rapi dengan kemeja hitam membalut tubuh tingginya.

Pria asing itu memberikan sebuah map kepada Mila.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang