Terlepas itu benar atau tidak, Ralaya menikmatinya.

Sedangkan bagi Dev, itu seperti dipaksakan agar satu cerita ke cerita lain saling berhubungan sehingga bisa menggiring opini orang-orang agar percaya pada hal tersebut.

Entahlah, Dev terlalu realistis mungkin.

Sementara di ruang tengah ada yang tengah berdebat membahas film kartun The Simpson, di balkon ada dua cowok yang tengah berkutat dengan laptopnya masing-masing dan beberapa print-out.

Cowok berkaos hitam tampak sesekali mengerang kesal karena tidak kunjung menyelesaikan tugasnya padahal matanya sudah perih sekali menatap layar dan jemarinya juga pegal.

Dia kan ingin juga bersantai seperti Dev di ruang tengah sambil menonton film dan memakan cemilan tapi dia malah terjebak disini untuk menyelesaikan tugas gara-gara tidak lulus ulangan harian.

Sebenarnya tidak mereka berdua saja yang mendapat nilai kecil, tapi beberapa murid lainnya juga bernasib sama sepertinya dan Dev adalah salah satu murid yang beruntung.

Kenapa juga Rio dan Erik repot-repot mengerjakan tugas individu di apartemen Dev? Sebab mereka sedang menumpang wifi. Lumayan bisa berhemat.

Bisa saja sih mereka ke mall tapi kan mereka harus memesan makanan atau minuman terlebih dahulu agar tidak malu.

Hidup ini penuh dengan gengsi.

Why are they so clingy?” tanya Erik penasaran sambil sesekali menatap ke arah dalam dan mendapati seorang gadis yang tengah menyandarkan kepalanya ke bahu Dev dan tangannya yang melingkar di pinggang cowok itu.

“Apa urusan lo?” jawab Rio dengan santai. Matanya bergantian menatap beberapa kertas lalu berganti dengan menatap layar laptop.

“Gue cuma kepo,” jawab cowok itu dengan santai. “Lo manggil dia adek, emang dia adeknya si Dev?”

Rio menghembuskan napasnya kasar. “Ya lo pikir emang wajar adek kakak saling nukar afeksi kayak gitu?”

“Bisa aja sih,” balas Erik lalu meminum sodanya. “Brother complex? Sister complex?”

Rio yang kesal pun melempar bungkus rokok ke kepala Erik.
“Astagfirullah ya akhi, kok kotor banget sih mulut lo, njing?”

Erik tertawa sekilas lalu kembali menatap ke arah dalam. “She's too cute and sweet.”

Yes she is.”

Tiba-tiba tatapan Erik dan Ralaya bertemu, saling terkunci untuk beberapa detik lalu setelahnya gadis itu hanya tersenyum canggung.

Malu karena tidak mengenal cowok itu sebagaimana dia mengenal Rio.

Rio mendengus geli. “She loves Dev's hug and she loves the way Dev treats her.”

“Jadi beneran brother complex—”

Rio berdecak kesal. Ini antara kemampuan bahasa Inggris Rio yang masih acak-acakan atau Erik yang memang tidak mengerti dan mendadak blank?

“Lebih tepatnya Dev's property,” sambung Rio dengan cepat tapi Erik masih dengan tatapan bingungnya hingga rasanya Rio ingin melemparkan tubuh Erik dari atas apartemen ini ke bawah sana.

“Yang lo puji itu ceweknya si Dev. Ya kali adek kakak kayak gitu.“

Rio dibuat emosi dengan perkataan Erik sampai-sampai kepalanya jadi pening begini.

“Astaga, lo kebanyakan baca wattpad, dude!” sambung Rio lagi.

Ah jadi gara-gara gadis ini? Pantas saja Dev dengan beraninya memukul Deri habis-habisan sewaktu di bar.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang