Sia-Sia

923 36 0
                                    

Sepulang sekolah Vania langsung pergi ke halaman yang sudah dijanjikan semalam dengan membawa kamera miliknya. Dia akan menunggu disana dengan sabar sampai Aldi datang.

Namun kenyataannya sangat berbeda dengan janjian semalam. Sampai saat ini orang yang sedang ia tunggu belum kunjung menampakkan batang hidungnya sedikit pun. Walau sebenarnya ia sedikit kesal tapi dia akan tetap setia menunggu Aldi.

Beberapa jam kemudian Aldi belum juga datang. Padahal hari sudah semakin sore.

“Aldi mana yah? Kok belum dateng juga. Padahal kan dia udah janji kalo dia bakal dateng.” Vania duduk memeluk lutut.

Untuk mengusir rasa bosannya Vania mencoba bernyanyi sedikit lagu kesukaannya.

“Ku ingin kau tau. Diriku disini menanti dirimu. Meski ku tunggu hingga ujung waktuku. Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya.” Vania bernyanyi dengan penuh perasaan.

Disamping itu ternyata Aldi sedang sibuk menunggu ibunya yang mendadak masuk rumah sakit pada hari itu. Aldi terlihat sedang duduk disamping ranjang ibunya. Sedangkan adiknya Leona yang setahun lebih muda darinya sedang asyik bermain game PSP sambil duduk di atas sofa. Mungkin Aldi lupa kalo hari ini ia ada janji dengan Vania.

Sore hari kini sudah berganti malam. Sekitar pukul 18:40 terlihat Vania masih setia menunggu di halaman tadi. Padahal hujan rintik-rintik sudah mulai turun. Tetapi Vania bersikeras untuk tidak meninggalkan tempat itu sebelum Aldi datang. Ia yakin Aldi akan menepati janjinya.

“Udah jam segini tapi gue masih berseragam. Kalo nggak diganti pasti kotor. Gue pulang dulu aja deh.” bisik Leona dalam hati sambil melihat jam tangannya dan beranjak dari sofa.

“Kak.. kak Aldi. Leona pulang dulu yah mau ganti baju.” kata Leona pamit pada Aldi yang terlihat sangat mengantuk.

“Iya.” jawab Aldi lemas

Leona pun pergi ke rumahnya dan meninggalkan sejenak handphone dan PSP nya di ruangan itu.

Hujan semakin deras. Tapi Vania masih saja tetap setia menunggu. Badannya sudah basah kuyup. Begitu pun rambutnya. Kini ia terlihat sangat kedinginan dan hanya memeluk lutut sambil melindungi kameranya dari air hujan.

Sebenarnya dirinya menginginkan untuk segera pulang ke rumah dan menghangatkan tubuhnya. Namun hatinya menolak keras. Jika Vania pulang ke rumah nanti disaat Aldi mencarinya bagaimana. Kasihan Aldi kalau begitu. Hatinya selalu berkata demikian. Dirinya tidak peduli bahwa cuaca sudah mulai gelap dengan kondisinya yang memprihatinkan.

Tak lama Leona pun kembali ke rumah sakit. Disaat membuka pintu ruangan ibunya ia melihat kakaknya sudah tertidur pulas.

Ia mengecek hp nya. Ada banyak sekali panggilan yang tak terjawab. Panggilan itu berasal dari nomor yang tidak di kenal.

“Dari tadi kakak coba telpon Aldi. Tapi nomornya gak aktif.” sekilas isi pesan dari nomor itu.

“Kak.. kakak… kak Aldi bangun..” Leona menggoyangkan lengan kakaknya.

“Hmm.. apa?” tanya Aldi terbangun

“Kakak harus baca ini.” Leona menunjukkan pesan yang ternyata dari Vania.

“Oh iya gue lupa.”

“Kakak harus cepetan susul kak Vania. Diluar hujan deras banget. Kasian dia.”

“Tapi ibu..” Aldi memandang ibunya

“Ibu biar Leona yang jaga.”

“Jaga yang baik yah.” Aldi mengusap kepala Leona yang tertutup rapi oleh jilbab dan beranjak dari kursi.

Aldi pun mengambil jaketnya di atas sofa dan segera pergi menyusul Vania. Ia mengendarai motor gedenya dengan sangat hati-hati. Karena kondisi jalan yang licin akan sangat berbahaya.

“Seandainya ayah masih ada. Disaat seperti ini pasti kita lagi kumpul ngerawat ibu dengan baik. Leona kangen disaat kita suka bercanda kayak dulu. Leona kangen suasana itu. Sekarang Leona lagi nangis, yah. Kalo ayah lagi ngapain disana? Kita rindu ayah. Suatu saat nanti kita pasti bertemu disana. We miss you, dad.” ucap Vania menangis sambil mengingat kebersamaan itu.

Sesampainya disana Aldi segera menghampiri Vania yang terlihat sudah pucat sekali.

“Vania.. maafin gue. Gue lupa. Tadi gue terlalu sibuk jaga ibu yang tiba-tiba masuk rumah sakit.” ucap Aldi panik

Vania memandang Aldi.

“Aldi.. gue tau lo pasti dateng.” Vania menggigil

“Sekarang kita pulang yah.” Aldi merangkul Vania dan membawanya naik ke atas motor

“Pegang yang kuat.”

Vania hanya mengangguk lemas sambil memeluk kameranya.

Sesampainya di rumah bibi membukakan pintu. Nenek datang dan langsung panik setelah melihat kondisi Vania. Sang nenek langsung menyuruh Aldi untuk membawa Vania ke kamarnya dan memerintah bibi untuk menyiapkan air panas serta handuk untuk cucu kesayangannya itu.

Aldi membaringkan Vania dengan sangat hati-hati.

“Nek saya pamit pulang ya. Saya masih harus menjaga ibu saya di rumah sakit. Tolong sampaikan salam saya untuk Vania.” Aldi tersenyum

“Iya. Makasih ya nak Aldi.” jawab nenek

“Iya nek. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam.”

Aldi segera pergi ke rumah sakit dengan membawa perasaan bersalah di dalam hatinya. Disamping itu Aldi juga sangat khawatir dengan keadaan Vania sekarang. Dia yakin, pasti Vania akan sangat marah padanya.

Ketika Aldi membuka pintu ruangan ia melihat adiknya tengah menangis di kursi yang ia duduki tadi.

“Lo kenapa? Kok nangis?” tanya Aldi menghampiri

“Aku.. aku kangen sama ayah, kak. Seandainya ayah masih ada. Pasti sekarang kita lagi jaga ibu bareng-bareng.” Leona memeluk kakak satu-satunya itu.

Aldi terdiam sejenak dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

“Lo harus sabar. Bukan cuma lo aja yang kangen sama ayah. Tapi kakak juga. Kakak juga sangat merindukannya.”

Mendengar kakaknya berbicara seperti itu tangisan Leona pun semakin menjadi-jadi.

•••

Sweet Bitter [COMPLETED]Where stories live. Discover now