Tanda sahabat / Tanda naksir?

936 34 0
                                    

Malam ini Vania sedang duduk santai di atas kasur sambil bermain laptop.

“Tumben Aldi sms.” ucapnya setelah membaca nama kontak yang mengirim sebuah pesan kepadanya.

“Van jangan lupa bikin steak yang enak buat gue.”

Seketika ia berlari.

“Nek.” teriak Vania sambil mengetuk pintu kamar nenek

Nenek membukakan pintu

“Nek cara buat steak gimana?” tanya Vania tergesa-gesa

"Emangnya kenapa?" tanya nenek agak bingung

"Vania mau masak steak buat Aldi." Vania tersenyum

“Dasar anak muda jaman sekarang.”

“Pliss bantuin aku nek.” Vania memohon

Nenek pun mengangguk

Dengan cepat Vania mengerjakan apa yang diperintah oleh nenek. Tak lupa, nenek juga ikut serta dalam masakan kali ini. Dengan bantuan nenek, ia yakin Aldi tidak akan kecewa lagi. Eh tapi jangan bilang-bilang kalau itu semua dibantu oleh nenek yah!

Tepat sekali, setelah selesai mengganti baju saat itu pula bel rumah berbunyi. Vania pun keluar dari kamarnya dan membukakan pintu.

“Hai.” sapa Aldi tersenyum dengan balutan kemeja hitam dan celana jeans yang sepadan dengan sepatunya.

“Hai. Kok rapih banget? Kek mau ke acara nikahan aja wkwk.” jawab  Vania bercanda.

"Biar kayak beneran di cafe haha."

“Haha. Ayo masuk.” ajak Vania

“Nggak usah. Diluar aja.” jawab Aldi menolak

"Lo mau makan ama kucing diluar?"

"Gue malu ama nenek lo."

“Hmm ya udah gue bawa dulu steak nya yah.”

3 menit kemudian.

“Nih.” Vania menunjukkan steak buatannya kepada Aldi yang sedang duduk di kursi teras.

“Wah kayaknya enak tuh. Itu asli kan buatan lo kan?”

“Iya dong.”

“Oh ya?” tanya Aldi meragukan jawaban Vania tersebut

“Iyalah. Ayo buruan cobain. Pasti enak.” Vania menyimpan sepiring steak tersebut di atas meja.

Aldi memotong kecil daging panggang itu dan mengunyahnya.

“Enak.” komentar Aldi yang membuat Vania kaget

“Masa?” tanyanya dengan raut wajah bahagia

“Iya serius. Tumben masakan lo enak.”

“Iyalah. Harus ada peningkatan dong. Dari yang nggak enak jadi enak.” jawab Vania agak sombong

“Em sombong.” canda Aldi

Akhirnya mereka berdua pun melahap habis daging panggang yang lezat itu.

Tiba-tiba Aldi memegang tangan Vania.

“Ikut gue.”

“Kemana?”

Aldi menarik tangan Vania hingga berlari ke sebuah halaman yang cukup luas dengan beralaskan rumput hijau yang bersih nan lembut.

“Van liat deh. Bintang yang paling terang itu siapa coba?” Aldi menunjuk ke satu bintang yang paling terang di langit malam itu.

“Siapa?”

“Itu lo.”

Vania memandang wajah Aldi.

“Iya. Bintang itu yang paling indah diantara bintang lain yang mulai meredup.” jawab Aldi tanpa memandang wajah Vania

Vania tersenyum tetap memperhatikan bintangnya itu.

“Tapi lo tau nggak siapa 3 bintang yang nggak kalah terangnya sama bintang yang paling terang itu?”

“Siapa?”

“Itu mama, papa dan kak Farel. Mereka lagi apa yah disana? Gue kangen banget sama mereka.”

Aldi memandang Vania.

“Telpon aja.”

“Percuma. Mereka gak pernah angkat telpon gue kecuali mereka duluan yang telpon. Gue bisa ngobrol sama mereka cuma sekali dalam sebulan.” jawab Vania yang tak sedetik pun mengalihkan pandangannya dari hamparan langit yang luas diatas sana.

“Kenapa?” tanya Aldi yang masih memandang Vania

“Mereka terlalu sibuk. Jadi, salah satu impian gue adalah bisa kumpul lagi sama mereka.” dua bola matanya mulai berkaca-kaca.

Aldi memegang bahu Vania. “Lo bisa. Lo bisa wujudkan impian lo itu. Gue yakin.”

Thank’s yah.” dua tetes air matanya mulai jatuh. Aldi hanya mengangguk dan tersenyum.

Esoknya pukul 06:30 WIB. Di ruang makan terlihat Vania dan nenek yang sedang sarapan. Dua lembar roti yang diolesi selai cokelat dan kacang adalah sarapan yang paling wajib bagi Vania. Jika tidak, ia sering menggantinya dengan selai stroberi.

Ketika Vania sedang meminum segelas susu sebagai penutup sarapannya, tiba-tiba terdengar bunyi bel rumah. Vania pun berlari dan membukakan pintu. Tak disangka, yang menekan bel adalah Aldi. Dengan sapaan yang selalu membuat hati Vania berdebar, Aldi juga mengajaknya untuk berangkat sekolah bersama dengan berjalan kaki.

“Kenapa jalan kaki?” tanya nenek

“Biar lebih sehat nek.”

“Oh.. hati-hati yah.”

“Iya nek.”

Di tengah perjalanan Aldi memberikan sebuah jepit rambut untuk Vania.

“Serius ini buat gue?” tanya Vania setengah tak percaya sambil memegang jepit rambut berbentuk pita berwarna biru tersebut.

“Iya serius.” jawab Aldi tersenyum

“Makasih yah.” Vania tersenyum

“Iya.” Aldi pun merangkul Vania

“Maksudnya apa Aldi ngasih gue jepit rambut? Pas banget warnanya favorit gue. Apa dia suka sama gue? Aduh gue seneng banget.” ucap Vania dalam hati berharap.

Sesampainya di sekolah mereka berdua sepakat untuk berlomba lari ke dalam kelas.

“Ye gue menang.” teriak Aldi sambil menaruh tasnya di atas bangku

“Udah pasti lo yang menang. Karena lo cowok.” ucap Vania dengan suara yang lirih.

Melihat itu semua Silka sahabat sekaligus teman sebangku Vania berteriak.

“Ciiiee..”

Tak disangka semua murid kelas itu pun ikut berteriak.

“Ciiiee..”

Vania yang diteriaki begitu pun tersipu malu dengan pipinya yang mulai memerah.

•••

Sweet Bitter [COMPLETED]Where stories live. Discover now