Hanya sandiwara

929 39 0
                                    

Sepulang sekolah rencananya mereka akan bermain basket di lapangan dekat rumah Aldi. Memang Vania tidak bisa bermain apalagi jago basket. Tapi Aldi janji bahwa dia akan mengajarinya sampai cewek itu bisa mengalahkannya. Ya, kita lihat saja nanti.

“Lo yakin lo bisa ngelatih gue sampe jago?” tanya Vania yang sudah mengganti baju dengan kaos oblong yang ia siapkan sebelumnya.

“Iya gue yakin.” jawab Aldi yang sudah berkaos juga.

Pelatihan pun dimulai.

"Eh van dimana sejarahnya bola basket dipeluk terus? Lo kelamaan jomblo ya jadinya halu gitu? Haha." canda Aldi yang berusaha mengejar Vania.

"Ih lo gitu. Jangan bawa bawa jomblo juga kali. Gue ngenes nih." Vania melemparkan bola yang sedang dipeluknya ke arah Aldi.

"Hahaha ngambek nih ye."

"Lo sih yang mulai duluan."

"Kocak sih wkwkwk."

Pelatihan ini pun berubah menjadi kejar kejaran sepasang remaja yang sedang dalam masa puber.

“Moment seperti ini yang paling gue suka. Gak saling jaim, saling ngeledekin, ketawa bareng. Gue harap kita emang ditakdirkan untuk bersama Al.” Vania senyam senyum sendiri.

Esoknya..

“Al gue ke perpus dulu yah.” Vania menghampiri Aldi yang sedang menulis di bangkunya.

“Iya.” jawab Aldi tanpa menoleh

Tiba-tiba saja Vela datang menghampirinya saat Vania baru saja selesai meminjam buku.

“Vania. Vania. Ternyata lo masih berani ya deketin Aldi. Gue ingetin sekali lagi sama lo, jangan deketin Aldi! Kalo lo masih nekat. Siap-siap aja!” Vela melotot mengancamnya.

“Emangnya lo siapanya Aldi? Sampe ngelarang gue jangan deket sama dia. Lo nyokapnya? Atau pacarnya? Oh iya gue lupa. Kalian kan udah putus. Sekarang lo cuma mantannya. Mantan. Inget itu.” Vania melawan

Dari jarak jauh Vela melihat mantannya yang sedang berjalan ke arahnya.

“Aduuhh Vania sakitt.” teriak Vela yang tiba-tiba duduk di lantai.

“Kenapa nih anak? Emang dasarnya udah gila sih jadinya gini nih.”

“Aduuh Vania sakit tau!” Vela melanjutkan sandiwaranya

“Lo kenapa?” Aldi yang baru saja datang langsung membantu mantannya untuk bangun.

“Gue didorong sama Vania. Gue sendiri nggak tau kenapa dia lakuin itu. Mungkin dia benci sama gue.” ucap Vela berbohong dengan nada yang agak merengek.

“Tapi..” Vania mengelak bahwa semua yang di katakannya itu bohong dan berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya.

Aldi memandang Vania dengan tatapan yang sinis.

“Kenapa lo lakuin itu? Kalo lo benci sama dia ngomong. Jangan pake dorong dorong segala. Kekanakan banget.” bentak Aldi marah. Ia pun meraih tangan Vela dan mengajaknya pergi.

“Yess gue berhasil bikin mereka berdua berantem. Sekarang lo tau kan gimana rasanya dibentak orang yang lo sayang, Vania?” ucap Vela dalam hati bahagia.

“Segitu mudahnya lo terpengaruh hasutan dia Al. Andai lo tau kejadian yang sebenernya.” Vania pun mulai berkaca-kaca.

Sepulang sekolah Vania langsung berlari masuk ke dalam rumah dan menghampiri neneknya.

“Mata kamu kenapa kok bengkak?” tanya Nenek sedikit khawatir

“Nggak papa kok nek.”

“Habis nangis yah?” Nenek mencoba menebak

“Nggak kok. Tadi cuma kelilipan aja.” jawab Vania berbohong

"Oh kelilipan."

"Oh iya tadi Mama Papa kamu nelpon. Terus mereka nanyain kamu. Nenek bilang kamu masih sekolah, belum pulang. Karena sibuk akhirnya mereka tutup telponnya. Itupun nenek cuma ngobrol 2 menit aja sama mereka. Dan mereka juga nitip salam buat kamu.”

“Kenapa Mama dan Papa harus nelpon disaat waktu yang nggak tepat.” ucap Vania dalam hati kecewa

“Vania mau coba telpon mereka sekarang.” Vania mengeluarkan Hp dari saku seragamnya.

“Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.” hanya suara itu saja yang terdengar.

Tanpa lelah ia terus mencobanya beberapa kali. Tetapi tetap saja nomor orang tuanya susah untuk dihubungi. Vania hanya terpaku lemas dan memeluk neneknya.

“Aku kangen banget sama mereka nek. Pengen denger suara mereka lagi setelah 2 bulan terakhir gak nelpon. Kenapa mereka nelpon disaat yang gak tepat?” Vania mulai menangis

“Kamu harus kuat! Kan ada nenek yang selalu ada buatmu disini.”

Vania terdiam sejenak.

“Makasih ya nek. Berkat ucapan nenek barusan hati aku jadi sedikit lebih tenang.” Vania mencoba menahan air matanya yang bercucuran semakin banyak.

•••

Sweet Bitter [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt