Twenty-Seven

4.8K 227 3
                                    

Jarum jam di kamar rawat menunjukkan pukul dua siang. Itu artinya sekolah sudah bubar sejak setengah jam yang lalu. Nadya dan Reva sudah bilang kalau mereka akan datang menjenguk setelah pulang sekolah, Wulan ngga ikut karena hari ini dia ada urusan keluarga diluar kota. Yang dilakukan Sheena sejak selesai sarapan dan mandi hanya menonton TV, membaca novel, mengutak-atik handphone tanpa tujuan, mencoba tidur walaupun sulit.

Mungkin ngga akan merasa bosan kalau ia bisa menjawab semua chat dari Bagas. Namun Sheena tetap ngga melakukannya. Bagas yang puluhan kali menelepon tapi ngga diangkat, ratusan chat masuk di LINE dari Bagas tapi ngga dibales, bahkan Bagas sampai menelepon ke rumah Sheena untuk memastikan kalau Sheena baik-baik saja. Dan semua itu tetap ngga membuat Sheena menghubungi Bagas.

Setelah kembali dari toilet, Sheena melihat kamarnya sudah dipenuhi beberapa murid yang datang untuk menjenguk, termasuk Nadya dan Reva. Mereka membawa beberapa makanan dan buah. Sheena kembali duduk dikasurnya, mengucapkan terima kasih berulang kali karena mereka sudah repot-repot datang.

“Orang tua lo kemana, Na?” tanya salah satu teman sekelas Sheena yang juga datang untuk menjenguk.

“Nyokap ngurusin rumah sekalian nunggu Fauzan pulang, baru kesini. Kalo bokap lagi kerja.”

“Pasti bete banget ya disini sendirian? Kenapa ngga pilih ruangan yang bertiga atau berempat gitu deh?”

Diko yang juga ikut datang menoyor kepala temannya karena membuat pertanyaan yang aneh, “Pasti orang tuanya pengen anaknya tenang lah. Kalo dia ditempat yang barengan sama orang lain gitu, kita ngga bisa masuk.”

“Haha iya kali ya, gue ngga tau. Gimana tadi? Ngga ada ulangan gitu kan?”

Hampir seluruh anak dikamar rawat itu menggeleng. Sheena hanya diam, otaknya masih terus memikirkan Bagas. Kenapa dia belum dateng juga? Apa emang ngga dateng? Apa mungkin lagi nganterin Sassie pulang? Sheena terus memikirkan perkataan Kenta semalam. Bahkan tidurnya sampai ngga nyenyak karena masalah itu.

“Lo kenapa, Na?” tanya Farah yang menyadari perubahan raut wajah Sheena. Sheena menoleh lalu menggeleng pelan.

“Tadi kita ngga ketemu Bagas, kata Kenta sih dia dikelas terus.”

Farah mengangguk menyetujui ucapan Reva, lalu kembali bersuara, “Tadi sebelum pulang gue ketemu Bagas deket lapangan, dia keliatan lemes gitu. Dia sampe nanya, gue dapet kabar dari lo apa ngga. Ya gue jawab iya, pada mau kesini juga. Bagas malah kabur gitu aja.”

“Kalian lagi berantem, ya?”

Sheena menggeleng. Ia ngga mau bikin temen-temennya khawatir, lagipula semua ini belum jelas. Bisa aja emang Sassie yang asal ngomong, berharap lebih. Sheena kenal Bagas, Sheena tau Bagas kayak gimana. Bagas ngga mungkin nyakitin hatinya.

“Anak-anak nitip salam, Na. Mereka minta maaf ngga bisa jenguk, bentar lagi kan UAS jadi pada sibuk sama sekolahnya,” kata Diko mendekati Sheena dengan handphone dalam genggamannya. Sheena tersenyum lalu mengangguk.

“Bilangin makasih ya, ngga perlu dateng kok. Doain aja supaya gue cepet sembuh.”

Sheena terbangun dari tidurnya saat mendengar suara seseorang didekatnya. Setelah mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan diri pada keadaan, Sheena melihat seseorang disebelahnya. Bagas. Jika sebelumnya ia merasa tidur nyenyak, sekarang dadanya kembali sakit melihat wajah Bagas didekatnya.

Sejak tadi Sheena memang menunggu kedatangan Bagas, tapi Sheena ngga tahu kalau kedatangan lelaki itu malah menimbulkan luka untuknya. Mengingatkannya pada ucapan Kenta semalam.

Bagas memasukkan handphone yang sebelumnya menempel ditelinganya kedalam saku celana lalu tersenyum pada Sheena, “Hai. Enak tidurnya?”

“Ngapain kesini?” tanya Sheena dingin. Bagas jelas merasakan perubahan suara Sheena dari biasanya, dan itu sangat mengganggunya. Apa yang terjadi pada Sheena?

“Mau jenguk kamu lah. Kok aku telepon ngga diangkat? LINE juga ngga ada satupun yang dibales, di read juga ngga.”

“Oh, ngga liat.”

“Bohong banget, jelas-jelas kamu on Twitter dari semalem. Bales chat sama sms temen-temen kamu juga bisa.”

“Iya buat temen doang, kamu kan bukan temen aku.”

Bagas menghela nafas berat, menatap dalam-dalam kedalam mata Sheena, “Iya, karena aku pacar kamu.”

Dada Sheena terasa semakin perih. Sheena kangen sama perlakuan manis sekaligus konyol Bagas padanya, tapi Sheena masih sakit karena yang diucapkan Kenta tentang Bagas dan Sassie. Sheena ingin bertanya, tapi ia takut menerima jawaban yang akan diterimanya.

“Na, aku sedih kamu sakit kayak gini. Cukup bikin aku sedih karena kondisi kamu aja, jangan karena perubahan sifat kamu. Aku ngga mau kehilangan kamu yang ceria, konyol, gila, lucu, kasar, blak-blakkan. Aku sayang sama kamu.”

“Kamu sayang sama aku? Serius? Belum setengah hari aku masuk rumah sakit dan kamu nganterin cewek lain pulang, itu yang kamu bilang sayang? Aku bisa ngertiin perasaan kamu. Tapi kamu juga harus bisa ngertiin gimana sakitnya aku saat denger berita itu ngga langsung dari mulut kamu.”

“Ma—maksudnya nganterin cewek pulang tuh apa sih? Aku ngga nganterin siapa-siapa kok. Abis ngucapin selamat ke Kenta, aku langsung kerumah sakit. Kan aku udah bilang aku nungguin kamu bangun. Aku ngga nganterin siapapun.”

“Bisa kan ngelesnya. Bisa.”

“Apaan sih, Na? Aku ngga bohong, serius aku jujur sama kamu. Lagian aku mau nganterin siapa coba?”

“Ya ngga tau, mungkin aja kan kamu pengen cari cadangan kalo tiba-tiba aku mati—“

“Sheena! Ngomong apaan sih? Ngga baik, Na.”

“Ngga usah ngebentak aku! Kamu bukan siapa-siapa! Kamu cuma cowok aneh yang tiba-tiba masuk ke dunia aku dan mencoba buat ada didalamnya! Kamu bukan siapa-siapa! Urusin aja Sassie! Urusin cewek yang mungkin bakalan gantiin posisi aku dalam waktu dekat!”

Bagas terdiam mendengar ucapan spontan Sheena yang menurutnya begitu menusuk. Bagas memerhatikan wajah perempuan didepannya, wajahnya memerah. Matanya mulai berkaca-kaca, ia coba tutupi dengan membuang muka dan jauh menatap keluar jendela kamar.

“Aku bukan siapa-siapa kamu? Serius? Aku cowok aneh? Jadi selama ini aku belum bener-bener kamu terima? Ucapan sayang kamu selama ini …. Apa?” gumam Bagas dengan sangat pelan. Namun heningnya ruangan itu membuat suara Bagas terdengar begitu jelas ditelinga Sheena.

Sheena membaringkan tubuhnya dan tidur membelakangi Bagas yang masih memerhatikannya, “Aku capek, Gas. Kamu pulang aja.”

“Oke. Oke kalo itu mau kamu. Take care ya, besok aku bakalan tetep dateng kalo kamu masih dirawat disini. Lebih cepet dari sebelumnya supaya kamu percaya kalo aku ngga nganterin siapapun. I love you.”

Bagas mengelus kepala Sheena dan menciumnya, lalu berjalan keluar dari kamar rawat itu. Ia tak melihat sekeliling, hingga ngga sadar sama sekali kalau Anna sedang duduk lemas dikursi tunggu disebelah pintu kamar rawat Sheena. Ia mendengar semuanya.

*****

SORRY FOR SLOW UPDATE, buat yang baca ajasih hehe:$

setiap kali gue buka wattpad dari laptop gabisa buat bikin new part terus, jadi ya....... gitu deh pokoknya ribet -_-

Thanks for reading! Don't forget to vote and comment;)

LOVEYOUALL!!

How Can I Move On?Where stories live. Discover now