Six

7.4K 282 2
                                    

“Gila tau ngga, dua hari terakhir ini gue sering banget mewek karena keingetan sama kalian semua. Apalagi foto-foto perpisahan kita gue pajang di dinding kamar,” kata perempuan disebelah Sheena sambil terus mengunyah permen karetnya. Namanya Farah, Faradillah Putri Sulwasti. Sheena hanya tersenyum mendengarnya, sambil terus memakan cheesestick dihadapannya.

Saat ini mereka sedang berada dilapangan komplek dekat rumah Diko, Bima, juga Kenta. Setelah menghubungi anak-anak, akhirnya mereka setuju untuk langsung datang ke lapangan tempat langganan mereka kumpul saat sabtu sore, dulu saat SMP. Elfa dengan alasan ingin menemui temannya di Starbucks memilih menaiki ojek daripada diantar Kenta, membuat Kenta dan Sheena datang bersamaan ke lapangan. Dan saat mereka datang, semua anak sudah berkumpul, membuat kedua anak itu jadi bahan ledekkan.

“Inget ngga waktu Bima sama Dera backstreet sampe satu minggu lebih? Akhirnya ketauan sama kita pas malem minggu mereka sama sama ngga dateng kesini, ternyata nonton berduaan,” celetuk Diko, disambut jitakan dari Bima.

“Inget banget! Mereka kan pasangan terlama kedua setelah—Eh iya udah ngga, ya,” seru Farah pada awalnya, lalu berubah diam karena mengingat Sheena dan Kenta bukan lagi sepasang kekasih yang sejak dulu mereka idam-idamkan. Pasangan yang tak pernah bertengkar karena adanya pihak ketiga, dan selalu seru dalam membicarakan hal apapun. Mereka kompak. Dulu.

“Pas mereka anniv yang pertama, Kenta maksa kita-kita buat nebar foto dia berdua dilapangan. Untung hari itu free class,” kata Genta yang baru selesai menelepon. Mungkin pacarnya.

Baru Kenta mau menjawab, Bima sudah mendahuluinya, “Terus hampir setiap upacara, pasti Kenta ngajak tukeran tempat sama Tompel, supaya dia bisa sebarisan sama Sheena.”

Sheena hanya tersenyum mendengar celotehan teman-temannya, dan menyibukkan diri dengan foto-foto SMP mereka yang ia lihat melalui laptop Dera. Berbeda dengan Sheena dan Kenta, sampai saat ini Bima dan Dera masih berpacaran. Bulan September nanti hari jadi mereka yang kedua tahun.

“Na, ngga bawa handycam, ya?” tanya Diko, membuat Sheena mendongak, lalu menggeleng.

“Buat apaan?”

“Kan terakhir kita video-an pas perpisahan. Coba lo bawa handycam, kan jadinya kita bisa video-an, dengan wajah-wajah baru,”

“Gimana kalo dari kamera gue aja? Atau dari hapenya Dera? Atau dari laptop?” ajak Farah, sekaligus memberi saran.

“Jangan jangan, kameranya Farah jelek. Hasilnya burem mulu, capek-capekkin doang. Kalo dari laptop pasti gelap, apalagi hape.”

“Ken, anterin lah,” bisik Bima yang duduk disebelah Kenta. Kenta yang sedang asyik makan mengernyitkan dahinya bingung karena tidak mendengarkan obrolan teman-temannya.

“Anterin apaan?"

“CAILAH! EMANG BENERAN SEHATI TAU NGGA! Tadi Sheena nanya, ‘Buat apaan?’ terus sekarang Kenta nanya, ‘Anterin apaan?’ Apaan everywhere hahaha.”

“Farah maksud nih.”

“Jangan gitu Bim, sepupu lu tuh.” timpal Genta iseng. Farah dan Bima memang sepupuan, ayah Bima adalah kakak dari ibunya Farah.

“Anterin Sheena ngambil handycam. Lo juga pasti mau kan kalo kita video-an lagi kayak dulu. Ayolah Ken, kapan lagi. Lagian rumah Sheena kan ngga jauh dari sini.”

“Emang Sheena-nya mau? Gue mah ayo aja sih. Tapi bensin gue udah mau abis, Bim.”

“Gampang, nih pake motornya Genta. Dia baru ngisi bensin.” Bima melempar kunci motor yang sedang Genta mainkan dengan jarinya ke Kenta. Genta melongo melihatnya.

How Can I Move On?Where stories live. Discover now