Nineteen

5.6K 214 0
                                    

Tokk ... Tokk ... Tokk …

Mendengar suara ketukan pintu dari depan rumah, Sheena yang sebelumnya berniat untuk istirahat karena terlalu lelah mengurungkan niat itu dan membuka pintu depan. Matanya yang sebelumnya sudah begitu sipit karena mengantuk langsung terbelalak saat melihat tubuh lelaki dihadapannya yang basah kuyup. Didepan memang sedang hujan deras.

“BAGAS!?”

“Hai, Na.” Dengan wajah yang mulai memucat, masih sempat-sempatnya Bagas menyapa Sheena dengan nada yang begitu tenang. Sheena melotot mendengarnya, dan langsung menyuruh Bagas untuk masuk ke ruang tamu.

Setelah menutup pintu dan menjemur sepatu yang dipakai Bagas di garasi, Sheena duduk di sofa disebelah Bagas, “Kok bisa ujan-ujanan gini sih? Terus kenapa ngga bilang kalo mau kesini?”

“Aku udah puluhan kali missed calls kamu, chat LINE, nelepon ke rumah, sms, segala macem. Tapi ngga ada balesan sama sekali. Aku takut kamu kenapa-napa, makanya aku kesini.”

“Astaga,” Sheena merasa benar-benar bersalah karena handphonenya yang seharian ini ia matikan, bahkan tak dibawanya saat pergi ke mall untuk mencari kado bersama Haris. Dirumah juga ngga ada orang sama sekali, jadi ngga aka nada yang ngangkat telepon dari Bagas.

“Ma—maaf, aku … tadi aku—“

“Abis pergi ya? Ngga apa-apa kok, kamu kan emang suka lupa bawa hape kayak gitu. Tapi didepan mobil siapa deh? Kayaknya aku baru liat.”

“Itu mobil—“

“Gue. Kenapa?” Haris dengan dinginnya masuk ke ruang tamu dan langsung ambil posisi berdiri tepat didepan Bagas, hanya terhalangi dengan meja didepan mereka.

Bagas mengerutkan keningnya, merasa kenal dengan lelaki yang ada dihadapannya ini. Namun penat dikepalanya lebih kuat, membuatnya sulit berpikir. Karena benar-benar menggigil hampir dua jam dibawah hujan dan tak memakai jaket sama sekali, suhu tubuh Bagas sangat jauh berbeda dengan Sheena yang hangat. Dalam hitungan detik, Bagas pingsan tepat dibahu Sheena.

“Gas? Bagas? Bagas ngga lucu serius bangun! Bagas? Gue marah ya? Satu … Dua—“

“Dia beneran pingsan, Na.” Haris yang sebelumnya stay dengan dinginnya langsung menghampiri Bagas yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya yang seperti membeku. Sheena melongo mendengarnya. Bukannya membantu Haris yang susah payah menggotong Bagas menuju kamar tamu, Sheena malah terngiang pada masa lalu nya. Yang hampir sama persis seperti saat ini.

“KENTA BANGUN!! KENTA IH BETE BANGET NGGA LUCU TAU!!” Sheena terus menggoyang-goyangkan tubuh Kenta yang saat ditemuinya dihalaman rumah sudah tergeletak tak sadarkan diri, sementara hujan terus mengguyur tubuh keduanya. Wajah Kenta semakin pucat, tubuhnya dingin, bibirnya mulai kebiruan karena kedinginan. Sheena sendiri tak tahu harus bagaimana, ia tak kuat membawa Kenta masuk kerumahnya, dan disini ia hanya sendirian.

“Dek? Kenta kenapa?” Dengan sigap Haris yang tiba-tiba datang langsung meraih lengan Kenta karena Sheena yang terlihat sudah tak kuat lagi untuk berdiri dibawah hujan. Ia tak kuat dingin.

“Aku ngga tau, pas keluar udah ada Kenta pingsan disini. Kak tolongin bawain kedalem.”

Hampir satu jam setelah Haris menggantikan pakaian Kenta dengan pakaian yang Sheena berikan, hingga akhirnya Kenta sadarkan diri. Wajahnya sudah tak sepucat tadi, namun suhu badannya berubah jadi sangat panas.

“Na,”

Sheena yang tertidur dengan posisi tidak nyaman disebelah Kenta langsung terbangun dan mengambil kompresan dari dahi Kenta dan kembali menaruhkannya kompresan yang baru. Namun Kenta melepasnya karena tidak suka dipakaikan kompresan, sekalipun panas ditubuhnya benar-benar tinggi.

How Can I Move On?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang