Fourteen

5.8K 251 0
                                    

Dengan lelah Kenta membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur, tempat ternyamannya dirumah. Jam dinding yang berada tepat didepan tempat tidurnya menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Seharusnya ia bisa pulang pukul sebelas, namun karena mengantarkan Diko sekaligus menonton babak pertama pertandingan bola di tv, ia jadi telat pulang.

“Kak, makasih nih laptopnya. Tadi gue mau pinjem lo nya udah berangkat,” kata Elfa yang asal masuk ke dalam kamar Kenta dan menaruh laptop yang dibawanya diatas meja belajar. Kenta menatap sinis adik perempuannya itu.

“Bisa ngga sih lo kalo masuk ketok dulu? Kalo mau minjem barang orang juga bilang dulu! Kan lo bisa telepon gue! Ngga sopan!”

Elfa menatap bingung kakaknya, sebelumnya ia tak pernah seperti ini. Tak pernah sekasar ini. Elfa hanya menggumamkan satu kata sebelum kembali ke kamarnya dan menutup dengan amat hati-hati pintu kamar Kenta, “Maaf.”

“AAARRRGGGGGHHHHHHHH!!! KENAPA SIH GUE!!”

Kenta membenamkan wajahnya di bantal dan berteriak sekencang-kencangnya. Ia merasa dirinya hari ini benar-benar kacau. Sangat kacau. Setelah mengganti pakaian dan mencuci muka, Kenta naik lagi ke atas tempat tidurnya dan mulai menutup mata.

Tepat saat Della meninggalkannya, sesosok lelaki yang sudah sangat lama tak dilihatnya mendekat. Tanpa senyum, hanya wajah datar dan kedua tangan yang dimasukkan ke saku. Kenta tersenyum lebar saat tahu ternyata lelaki itu asli, asli ada didepannya lagi.

“Apa kabar kak?”

Masih tanpa senyum yang selebar Kenta, Haris balik bertanya, “Kenapa bisa putus?”

Lidah Kenta seketika kelu. Senyumannya pudar, berganti dengan keringat dingin yang tiba-tiba hinggap. Apa yang harus dijawabnya? Jujur? Tapi Kenta sudah benar-benar melupakan masalah putusnya dirinya dengan Sheena.

“Lo inget kan, gue pernah minta lo buat jagain dia. Lo juga udah janji. Kenapa ngga lo tepatin? Dan kenapa sekarang lo malah pacaran sama adek gue?”

Mata Kenta membulat dengan sempurna. Adiknya? Adiknya Haris? Maksudnya, Della? Astaga, kenapa dunia terasa amat sempit? Pantas saja Sheena benar-benar menjaga perasaan Della, dia adik dari lelaki yang amat sangat peduli dengannya.

“Gue …”

“Kak, mama manggil. Katanya mau ada foto keluarga,” Sheena yang tiba-tiba datang langsung menarik tangan Haris tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu. Sekaligus karena tidak ingin melihat lelaki yang sedang berbicara dengan Haris.

“Gue kesana dulu, kita lanjut abis ini.” Haris menepuk bahu Kenta sekilas dan langsung mengikuti Sheena yang sudah berdiri ditengah-tengah mama dan papanya. Fauzan yang agak pendek berdiri didepan Sheena.

Pertama keluarga Sheena, kedua keluarga Della, ketiga Della-Fauzan-Haris-Sheena, keempat kedua keluarga itu, dan yang terakhir bersama dengan seluruh anggota keluarga –termasuk nenek serta om dan tante Sheena dan Della-.

“Kak Haris sampe kapan disini?” Tanya Sheena setelah selesai berfoto ria. Della ikut berdiri disebelah Haris.

“Tergantung nenek. Nenek pulang ya aku pulang.” Kata Haris, lalu ia teringat pada obrolannya yang baru setengah jalan dengan Kenta, “Kakak kesana dulu ya.”

Kenta yang masih menunggu di tempat kue-kue dihampiri lagi oleh Haris. Haris kembali bersuara, “Jadi?”

“Kayaknya ini bukan yang tepat deh kak buat ngomongin hal itu. Gimana kalo besok?”

Haris mengangguk, “Besok, di Starbucks, jam sebelas. Ngaret, gue samperin ke rumah lo.”

“Iy—“

How Can I Move On?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang