Sixteen

6K 230 0
                                    

Konsentrasinya untuk melanjutkan cerita karangan yang sudah setengah jalan dibuatnya hilang begitu saja karena begitu terbebani oleh masalah Kenta dan Haris tadi. Sekedar untuk melakukan sesuatu yang lain pun rasanya begitu malas, otaknya terus memutar ulang kejadian di Starbucks sekitar dua jam yang lalu itu. Hanya dengan ditemani lagu-lagu Justin Bieber, Sheena duduk diatas jendela kamar tamunya yang ada dilantai dua.

Pandangannya tertuju pada dua perempuan yang sedang menaiki sepeda gunung masing-masing, berjalan menuju rumahnya. Mereka mengenakan perlengkapan sepeda lengkap, namun Sheena tetap mengenali postur tubuh kedua perempuan itu.

“SHEENAAAAAAAAA!! TURUN DONG!” teriak salah satu dari kedua perempuan itu saat sampai didepan pagar rumah Sheena, mendongak keatas, melihat Sheena sedang bersandar dijendelanya.

Dengan malas Sheena membuka jendela kamarnya lebar-lebar dan berjalan ke pinggir balkon, “NGAPAIN? MALES AH. KALIAN AJA SINI NAIK!”

“OKE GUE NAIK! KALO WULAN NGGA MAU NAIK SIH BODO, GUE UDAH KEPANASAN! SIAPIN MINUM, NA!” teriak Nadya dengan lantangnya dan langsung membuka pagar rumah Sheena yang kebetulan tidak dikunci. Setelah memarkirkan sepedanya di pojok teras, Nadya langsung mengetuk pintu rumah Sheena. Dengan terpaksa Wulan mengikuti temannya itu dari belakang.

Pintu dibukakan oleh Fauzan, yang langsung mendapat sambutan hangat dari kedua perempuan itu dengan mencubiti pipi Fauzan. Setelah berbasa-basi, Wulan dan Nadya langsung masuk ke kamar Sheena, sementara Sheena membuatkan minuman.

“Nih.”

Wulan dengan sigap langsung mengambil minuman yang baru mau ditaruh Sheena di karpet, “Makasih, Na! Minum gue abis selama jalan kerumah lo.”

“Emang rumah gue jauh banget, ya?”

“Deket sih, emang dia aja yang lebay. Eh iya, banyak kabar beredar, emang bener lo sodaraan sama Della?” Nadya meminum minumannya hampir setengah gelas dan langsung memposisikan duduknya menghadap Sheena. Perempuan itu hanya diam, memilih menutup pintu kamar rapat-rapat dan menguncinya.

“So?”

Sheena menghela nafas, lalu mengangguk, “Tapi jangan bilang siapa-siapa. Biarin orang-orang ngegosip dulu aja.”

“Tapi kenapa? Toh udah banyak yang tau, Na. Della kan ngeshare foto selfie-nya sama lo sama kakaknya itu. Captionnya juga ‘My Best Family’ gitu deh,”

“Serius?”

“Emang lo ngga buka Insta? Anak-anak banyak yang ngetag nama lo, mastiin itu lo apa bukan.”

Sheena menanggapi ucapan Wulan hanya dengan gelengan. Ia terlalu malas untuk membuka media social apapun, karena firasatnya mengatakan jika ia tetap melakukannya, ia akan melihat ribuan foto Della dan Kenta di pesta ulang tahun itu.

“Terus kenapa Della bisa pacaran sama Kenta? Emang dia ngga mikirin perasaan lo, gitu?” Tanya Nadya setelah menghabisi cookies didalam mulutnya. Sheena menghela nafas berat, ini yang selalu ia takutkan jika semua orang tahu tentang hubungannya dengan Della.

“Gue males ngebahasnya, serius.”

Wulan dan Nadya memberi tatapan kecewa pada temannya itu, kelemahan Sheena. Sheena langsung memutar mata, ia tak pernah tega membiarkan siapapun menunjukkan wajah kecewa mereka seperti itu dihadapannya.

“Oke oke.” Sheena mengambil nafas, mencari kata-kata yang pas untuk memulai kalimat panjangnya, “Sebelumnya gue ataupun Della sama sama ngga tau kalo kita saudaraan. Gue bahkan baru tau kalo gue punya saudara perempuan waktu lulus SMP.”

“Kok bisa?”

“Selama ini Della tinggal di Yogyakarta, bareng nenek. Dan nenek ngga pernah bawa Della ke Jakarta kalo lagi liburan. Sedangkan gue, terakhir liburan ke Yogya udah lama banget. Bahkan gue ngga inget kapan, waktu gue masih kecil banget. Setiap orang tua ke Yogya, gue selalu ngga bisa ikut karena acara lain.”

How Can I Move On?Where stories live. Discover now