Two

10.5K 345 5
                                    

Sesampainya dirumah, Sheena langsung masuk ke kamar, melepas seragam, menyalakan Air Conditioner, dan berbaring ditengah-tengah tempat tidurnya. Masih terbayang dengan jelas saat Kenta mencubit pipinya, hal yang biasa dilakukannya saat mereka berpacaran dulu. Dicoba sekeras apapun untuk tidak mengingat-ingat kembali masa itu, rasanya sangatlah sulit. Bahkan jika ia memaksakan diri untuk menganggap semua itu tak pernah ada, ia merasa dirinya terlalu munafik.

Dua puluh tiga bulan mereka lalui bersama-sama, melewati segalanya bersama, dan ia mencoba menganggap kalau semua itu tak pernah ada? Mana mungkin.

“Sheena,” panggilan mamanya yang diiringi ketukan di pintu kamar membuat Sheena cepat-cepat memasukkan pakaian kotornya kedalam keranjang dan memastikan kalau wajahnya normal-normal saja. Dan membuka pintu.

“Kenapa, ma?” tanya Sheena saat sudah berhadapan dengan mamanya.

“Tadi lagi sama Kenta? Gimana kabarnya? Dia udah lama banget loh ngga main kesini,” kata Anna yang langsung berjalan masuk ke dalam kamar putri sulungnya dan duduk dipinggir tempat tidur. Sheena menutup pintu kamar lalu duduk disebelah Anna.

“Tadi Kenta nyamperin waktu Ena lagi nungguin pak Solihin, terus tiba-tiba nelepon mama. Kenta ngomong apa aja, ma?”

“Kenta bilang Assalamualaikum, terus nanyain kenapa pak Solihin belum jemput. Terus dia juga nanyain gimana kabar mama, waktu mama tanya kenapa ngga main lagi kesini, kata Kenta belum sempet. Ajak dong kesini, Fauzan kangen tuh,” ledek Anna sambil menyenggol lengan Sheena.

“Apa sih mama. Mama kan tau aku udah ngga sama Kenta. Lagian Kenta udah punya pacar, mana mungkin mau main kesini. Lagian Fauzan ngga ngomong apa-apa tuh ke aku,”

“Tapi dia ngomong ke mama kalo dia kangen sama Kenta. Kenta juga bilang kalo dia bakalan kesini kalo ada waktu, katanya sih waktunya sering kesita karena latihan basket,”

“Ih ngga usah ah, ngga enak tau sama pacarnya. Temen pacarnya aja pernah ngomong ke Ena supaya ngga deket-deket sama Kenta lagi.”

“Loh? Emangnya salah kalo deket sebagai temen? Kan semua orang bebas mau temenan sama siapa aja, walaupun sama orang yang pernah jadi pacarnya,” ledek Anna lagi sambil mencubit kedua pipi anaknya, lalu berjalan keluar dari kamar Sheena.

Anna memang tahu hubungan Kenta dengan anaknya, dan ia rasa tak ada salahnya jika menyetujui hubungan mereka. Mengingat Kenta yang sopan, baik, dan cukup dekat dengan Fauzan –adik Sheena-. Ayah Sheena juga mengetahui hubungan mereka, dan ia hanya setuju jika Sheena dekat dengan Kenta.

Tanpa memedulikan omongan mamanya, Sheena kembali menutup pintu dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa amat lengket. Juga untuk menetralkan pikirannya dari bayang-bayang Kenta siang tadi.

******

“Gimana kalo besok? Hari ini gue capek banget serius,” kata Kenta pada kedua temannya yang sudah menunggu didepan pagar rumahnya. Kenta baru saja pulang, baru menaruh motornya digarasi, dan kedua teman dekatnya sejak SMP datang untuk mengajaknya main basket dilapangan komplek.

“Akhir-akhir ini lo sering banget pulang sore deh, Ken. Kayaknya dulu-dulu ngga,” celetuk Bima, lelaki yang memegang bola basket dilengan kirinya. Diko mengangguk setuju.

“Ya abis mau gimana. Gue ngga enak sama Della, dua minggu lagi ada lomba basket, dan dia kepilih buat jadi tim inti. Masa ngga gue anterin pulangnya, kesannya tega banget jadi pacarnya,”

“Dulu Sheena ngga pernah ngerepotin lo walaupun dia harus pulang sore banget gara-gara fotografi.” Bima kembali berceletuk, membuat Kenta menatap Bima garang.

How Can I Move On?Where stories live. Discover now