Twenty-Five

5.4K 231 6
                                    

Hubungannya dengan Bagas sudah kembali membaik. Pagi tadi Bagas juga kembali menjemputnya dirumah untuk berangkat bersama-sama ke sekolah. Sheena merasa dirinya lebih lengkap dengan kembalinya Bagas yang usil, nyebelin, sok lucu, tapi tetep romantis.

Surprise party buat Kenta jadi?” tanya Sheena saat mereka sedang sama-sama berjalan di koridor kelas.

Bagas menoleh pada Sheena lalu menggeleng, “Banyak yang ngga bisa karena ini hari sekolah. Jadi nanti pulang sekolah pada mau ngeguyur Kenta aja palingan.”

“Dimana?”

“Dilapangan basket. Terus pas udah selesai, tinggalin Kenta sama Della berduaan deh. Pokoknya kita udah atur sama pak Zuhri supaya cuma Kenta yang diomelin terus bersihin lapangan. Berduaan sama Della deh akhirnya.”

“Oahahaha, ada-ada aja. Yang bawa tepung terigu, telur, gitu-gitunya siapa?”

“Bagi bagi tugas sih. Aku inisiatif sendiri, bawa kecap sama bubuk kopi, hahaha.”

“Serius? Ngga takut akhirnya seragamnya ngga bisa putih lagi kamu?”

“Pake telur doang juga bikin seragamnya kuning, sayang. Jadi mending sekalian kan?” Bagas mencubit pipi Sheena dari belakang sambil merangkul perempuan itu. Saat sudah berhenti didepan kelasnya, Bagas membuat Sheena menghadap padanya, “Nanti pulang bareng aku, ya. Kamu juga pasti mau ikutan kan? Ajak … Siapa deh yang sering banget gangguin kita dikantin?”

“Diko?”

“Nah iya dia, supaya rame. Belajar yang bener,” kata Bagas sambil mengacak pelan rambut Sheena.

Sheena merengut kesal, “Ih kayak lagi ngomong ke anak kecil aja. Yaudah aku ke kelas ya.”

Sheena berjalan meninggalkan Bagas yang masih setia berdiri didepan kelasnya, memerhatikan dirinya dari belakang. Bagas menyunggingkan senyumnya, ia masih sulit percaya kalau perempuan yang saat ini benar-benar dicintainya ternyata juga mencintai dirinya.

“Wulan! Eh, kok tumben Sheena ngga ikut ke kantin? Kemana dia?” Bagas berlari menghampiri Wulan dan Reva yang sudah berjalan keluar dari kantin dengan terengah-engah. Untuk beberapa saat Wulan dan Reva saling pandang, lalu bersama-sama melempar pandang pada Bagas.

“Sheena sakit. Mukanya pucet banget. Gue udah bilang izin aja buat ke UKS, tapi dia ngga mau. Disuruh pulang juga ngga mau,” kata Wulan, membuat Bagas membuang sisa snack yang ada digenggamannya asal ke belakang dan langsung berlari meninggalkan Wulan dan Reva.

Nadya yang sudah kelewat kebelet akhirnya izin ke Sheena untuk pergi ke toilet sebentar. Sheena hanya mengangguk. Matanya terlalu sulit untuk terbuka, kepalanya terasa berdenyut. Sheena menidurkan kepalanya di bangku Nadya, membuat tubuhnya setengah miring. Namun pusing dikepalanya sudah kelewat batas, membuat pertahanan dirinya runtuh dan akhirnya ia pingsan dengan keadaan seperti orang sedang tidur.

“Na? Sheena?” Perlahan, Bagas memasuki kelas yang terlihat kosong itu. Ia mendekati meja dimana Sheena duduk, dan menemukan perempuan yang dicarinya terbaring dengan tidak nyaman diantara dua buah kursi. Wajahnya pucat, berbeda dengan pagi tadi yang terlihat benar-benar ceria.

“Hey, tidurnya jangan kayak gini, nanti badan kamu sakit loh,” kata Bagas sambil menepuk-nepuk pipi Sheena pelan, namun tak mendapat jawaban sedikitpun. Bagas menggoyang-goyangkan tubuh Sheena, dan Sheena sama sekali tak bereaksi. Badannya semakin lemas, tubuhnya panas, wajahnya pucat.

“SHEENA!” Bagas kaget bukan main saat Sheena hampir terjatuh dari kursi karena ia terlalu kencang menggoyang-goyangkan tubuh Sheena. Bagas dengan sigap mengangkat tubuh perempuan yang saat ini tak sadarkan diri itu dan membawanya ke UKS. Untungnya tubuh Sheena masih termasuk ringan dan tubuhnya yang lumayan besar, jadi tak perlu banyak tenaga untuk membawa Sheena.

How Can I Move On?Where stories live. Discover now