Thirteen

6.4K 250 2
                                    

Rambut, checked.

Dress, checked. 

Wedges, checked.

Tas, checked.

Walaupun merasa segalanya telah lengkap sejak tadi, namun hati kecil Sheena merasa masih ada yang kurang. Apa ya? Ia sendiri tak mengerti.

Keresahannya terlupakan saat seseorang mengetuk pintu kamarnya, membuatnya mengecek sekali lagi dandanannya didepan cermin, lalu berjalan membuka pintu.

Fauzan yang sudah siap dengan kemejanya bersandar didepan pintu kamar Sheena, “Mama manggil.”

“Dek, liat deh, kak Sheena udah rapi apa belum? Apa yang kurang, ya?”

Fauzan mengangkat bahu lalu berjalan masuk ke kamarnya yang ada diseberang kamar Sheena. Sheena mendelik kesal, mengambil tas kecilnya, menutup pintu, dan berjalan menuju ruang keluarga. Disana mama dan papanya sudah terlihat rapi.

“Kenapa, ma?” Tanya Sheena sambil duduk disalah satu sofa yang berbeda dengan Anna dan suaminya.

“Kamu berangkat sama mama-papa atau gimana?”

“Aku sama Ba— sama temen-temen aku, iya.”

“Ba?” Daniel –ayah Sheena- melihat sesuatu yang ganjil dari ucapan Sheena, dan benar saja, perempuan itu langsung tegang.

“Nggg- iya itu temen aku. Ada banyak sih, hehe.”

“Iyaudah mama sama papa berangkat duluan, ya?”

Sheena mengangguk, membiarkan kedua orang tua beserta adiknya keluar dari rumah dan pergi lebih dulu. Tak lama, Sheena mendengar bunyi klakson mobil didepan rumahnya. Ia berdiri dan berjalan keluar dari rumah, menuju mobil Bagas setelah mengunci pintu dan pagar rumah. Dirumahnya memang tak ada orang lagi, bibi yang bekerja dirumahnya sudah pulang sejak pukul enam tadi.

Bagas membukakan pintu penumpang depan untuk Sheena, mempersilahkannya masuk, menutup kembali pintunya. Bagas tersenyum melihat betapa manisnya Sheena malam ini, ditambah dengan senyuman Sheena yang sejak tadi belum luntur.

“You look prettier tonight,” kata Bagas sambil menyalakan kembali mesin mobilnya. Sheena hanya tersenyum, tak memiliki niatan untuk balas memuji. Dapat diakui, Bagas memang tampan, namun ketampanan itu belum bisa membuat hatinya berderu tak karuan seperti yang dilakukan Kenta jika sedang tersenyum atau memerhatikannya.

“Acaranya mulai jam berapa?” Tanya Bagas mencairkan suasana. Sheena yang sebelumnya sedang asyik melihat pemandangan diluar mobil langsung menoleh.

“Sekitar jam setengah delapan,”

Sheena sedikit maju untuk menekan tombol turn on di radio, membuat keheningan yang sebelumnya memenuhi ruangan mobil ini menjadi cair. Sesekali Bagas ikut menyanyikan lagu yang sedang diputar di radio, membuat Sheena tertawa karena suara Bagas yang dinyaring-nyaringkan.

Ngga butuh waktu lama, batin Bagas sambil tersenyum pada Sheena dan kembali focus pada jalanan didepan. Sheena hanya tersenyum dan terus bersenandung. Ia sama sekali belum merasakan itu.

Sesampainya di rumah Della, tanpa menunggu Bagas yang sedang merapihkan rambutnya, Sheena langsung keluar dari mobil dan menghampiri ketiga temannya –Nadya, Wulan, kecuali Reva- yang ternyata teman SMP Della dulu. Mereka berempat langsung masuk ke dalam, mendekati Della yang sedang menyambut teman-temannya yang baru datang.

 “Hei,” sapa Sheena, disambut senyum lebar dari Della, mereka berpelukan sekilas lalu diganti dengan Nadya, Wulan, dan Reva.

“Nyokap udah dateng?” Tanya Sheena berbisik pada Della. Ketiga temannya belum tahu tentang hubungan antara Sheena dan Della. Dan Sheena belum ingin mereka tahu.

How Can I Move On?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang