28.

6.7K 239 4
                                    

Pintu itu tertutup dengan rapat. Menandakan ada suatu privasi yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.

"Ada apa bun?, kenapa bunda memanggilku pagi pagi sekali?"

"Ada yang ingin bunda minta darimu Diana"

"Semua permintaan bunda akan Diana penuhi, tapi tidakkah kita membicarakan hal ini diruang keluarga saja? Di hadapan semua orang bun"

"Tidak, di kamar bunda lebih  nyaman dan lebih privasi. Bunda tahu kebohongan yang telah kamu katakan kepada Aldo"

"..."

"Bunda tidak menyangka kalau Diana yang bunda kenal tega berbuat serendah itu. Terus terang bunda kecewa padamu nak"

"..."

"Bunda janji akan merahasiakan semuanya"

"Apa yang bunda inginkan?"

"Pergilah dari kehidupan Aldo, biarkan anak dan cucu bunda bahagia"

"BAHAGIA?, lalu pernikahan Diana bagaimana? Tidakkah bunda memikirkan kebahagiaanku?!"

"Pernikahan kalian tidaklah benar nak, pernikahan kalian dilandasi oleh kebohongan. Bunda tidak ingin melihatmu tersiksa karena perasaanmu bertepuk sebelah tangan"

"Tapi Aldo mencintaiku bun?"

"Itu bukan cinta anakku, itu perasaan sayang terhadap seorang sahabat. Mengertilah anakku, bunda yakin ada kebahagiaan lain yang menunggumu"

"Tidak!, bunda salah. Hanya Aldo lah kebahagianku"

"Tapi nak,"

"Aku rasa pembicaraan ini sudah cukup bun. Diana akan tetap bersama Aldo"

Brakkk
Diana keluar dari kamar bunda dengan membanting pintu kamar dengan keras. Diana bergegas menuju kekamar Inka untuk memberi peringatan agar menjauhi suaminya.

Saat Diana sampai di depan kamar Inka, tanpa sengaja Diana melihat Aldo dan Inka tengah saling bercumbu tanpa sempat menutup pintu. Diana tahu kalau perasaan Aldo telah berubah, tapi Diana seolah menutup mata mengetahui kebenaran tersebut.

Semua hati akan sakit jika mengetahui suami yang bercumbu dan bercinta dengan wanita lain, tepat di depan mata. Air mata Diana menetes dengan sendirinya.

"Sebaiknya aku menyusun rencana lain untuk memisahkan mereka", gumam Diana dalam hati.

Diana kembali ke kamarnya dengan perasaan sakit yang membuncah. Diana meraih hp nya diatas meja rias dan menghubungi seseorang.

"Hallo, ini Diana istri Aldo. Bisakah kita bertemu?"

"Aku tidak mengenalmu, untuk apa kita bertemu"

"Aku menantu Pak Albert"

"Lantas?"

"Ini menyangkut Inka, mantan Istrimu"

"..."

"Apakah berubah pikiran?"

"..."

"Baiklah, aku salah menghubungi orang. Aku akan menutup telfon ini. Selamat pag..."

"Apartemen Bougenvil no. 149"

"Baiklah, aku akan datang"

Diana mematikan telfonnya secara sepihak. Ia sadar apa yang akan direncakannya salah, tapi Diana tidak punya pilihan lain.

Diana meraih kunci mobil dan bergegas keluar dari dalam kamar.

"Non Diana mau kemana?"

"Aku ada urusan diluar bik"

"Tapi non, diluar hujan. Bibi takut non sakit"

"Terima kasih bi, aku hanya sebentar. Kalau ada yang mencariku, tolong sampaikan kalau Diana pergi  sebentar",
"Tapi aku rasa tidak akan ada yang bertanya dimana keberadaanku saat ini", lanjut Diana dalam hati.

"Akan bibi sampaikan non, hati hati di jalan"

&&&&

Diana menangis selama perjalanan. Entah kesalahan apa yang Diana perbuat sampai Aldo tega menghianatinya. Air mata Diana tetap mengalir tanpa bisa Ia cegah.

Saat ini Diana telah sampai di basement apartement Bougenvil. Tapi Diana seolah enggan untuk turun. Ia masih menangis dan meratapi kesedihannya. Hingga seseorang mengetuk pintu kaca mobilnya.

Tok tok tok

"Kenapa tidak keluar? Aku menunggumu dari tadi", kata Bara sambil menyemburkan asap rokok ke wajah Diana.

"Uhuk,... bisakah kamu membuang rokokmu? Aku tidak bisa bernafas!"

"Hahaha, selain pemaksa kamu juga suka memerintah.", sindir Bara sambil menginjak puntung rokoknya.

"Terserah!"

"Cepat hapus air matamu, aku jijik melihat air mata orang orang yang menderita sepertimu, 200690 itu password apartemenku", kata Bara berjalan menjauh dari mobil Diana.

"Hei, kau mau kemana?", teriak Diana.

"Membeli tisu, buat persediaan jikalau kamu menangis lagi. Hahaha", kata Bara sambil melambaikan tangan

 He's Your SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang