1. Murid baru

17.5K 1.2K 208
                                    

Namaku Anna. Anna Celandine. Bunda memberiku nama itu karena beliau ingin aku tumbuh seperti bunga Celandine. Entah apa maksudnya, aku juga tidak tau. Kata Bunda hanya sebatas "Bunda hanya ingin Anna tumbuh seperti bunga Celandine." Bodohnya aku memang tidak pernah tertarik menanyakan arti dari ucapan Bunda. Bagiku mempunyai nama yang terdengar secantik orangnya saja sudah cukup. Tidak perlu repot-repot memikirkan arti atau asal-usul dari nama itu.

Lagi pula aku yakin, bukan hanya aku satu-satunya orang yang tidak tau apa arti dari namaku sendiri. Apa kalian tau arti dari nama kalian sendiri?

Aku menarik napas dan menghembuskannya berkali-kali, menatap bosan pada buku sejarah tebal di tanganku. Suasana kelas begitu hening dan tenang. Semua orang sibuk dengan tugas dan buku pelajarannya masing-masing. Seperti itulah keadaan kelasku setiap harinya, mengingat kelasku ini adalah kelas unggulan. Memang terlalu kaku dan sangat membosankan.

Terkadang aku merasa lebih baik berada di antara orang-orang bodoh dari pada harus berada di antara sekelompok orang-orang pintar yang malah membuatku merasa tertekan karena tidak bisa mengikuti cara bergaul mereka. Astaga, untuk kesekian kalinya aku ingin sekali pindah kelas. Pasti akan sangat menyebalkan menghabiskan masa-masa SMA berada sekelas dengan orang-orang membosankan yang menjadikan buku dunia mereka.

"Alice" aku setengah berbisik memanggil teman sebangku-ku, takut mengganggu aktivitas membaca Renjun yang duduk tepat di depanku.

"Kenapa?" Tanya Alice tanpa berpaling dari buku sejarah yang sedang dia baca.

Alice adalah satu-satunya teman akrab yang ku miliki di kelas. Dia pintar dan juga cantik, tapi sayang kadang perilakunya sangat kasar. Bahkan Alice selalu di juluki preman di kelas. Terlepas dari semua itu, dia adalah sosok teman yang baik. Walaupun kadang dia bisa menjadi orang yang sangat menyebalkan dan menakutkan disaat bersamaan.

"Kalau di ajak ngomong itu di lihat orangnya, gak sopan banget" Aku mulai menenggelamkan wajahku pada kedua tangan yang terlipat di atas meja.

Alice memutar bola matanya "iya iya, kenapa?" sekarang Alice memusatkan perhatiannya padaku dan menutup buku yang sedari tadi dia baca.

"Habis ini kan ulangan, gak belajar?"

"Udah pinter" aku menjawab asal tanpa berpikir dulu.

"Halah" Alice menatapku malas.

"Main aja gimana?" Aku menaikan sebelah alisku.

"Main apa?"

Aku berbipikir sejenak "hmm, dod?"

"Apa dod?" Dahi Alice sedikit berkerut.

"Dare or dare" aku tersenyum lebar "gak usah pakai truth lah biar seru" jelasku dengan senyum lebar yang tercetak jelas.

Ada senyum penuh arti dibibir Alice "kamu pasti kalah"

"Liat aja dulu" aku mengibaskan tanganku di depan wajah Alice.

"Halah, mulai ayo cepet" Aku dan Alice memulai permainan dengan suit karena hanya main berdua. Dan yang sialnya adalah baru saja mulai aku sudah kena.

Alice gunting dan aku kertas, sial.

"Yuhuuuu!" sorak alice penuh kemenangan. "Udah aku bilang kan haha.." Alice tertawa bangga.

Aku memutar bola mata malas. Aku tau anak itu pasti sedang berpikir akan menyuruhku yang aneh-aneh. "Mau aku ngapain?" Aku langsung to the point.

Alice tersenyum jahil, dia tampak berpikir-pikir dulu sebelum mengatakan yang dia inginkan.

"Yang gampang deh! Aku mau ka--" kalimat Alice terpotong karena tiba-tiba saja pak Sehun, guru sejarah kami masuk kelas tanpa ketuk pintu atau pun permisi terlebih dahulu.

BLOOD [Park Jisung]Where stories live. Discover now