Devan diam sejenak,membuang nafasnya kasar.

"Van,kalo lo ga kuat ce—"

Devan menggeleng keras "Gue lanjut."

"Saat itu gue gatau apa – apa,gue cuma ikutin perintah mama gue buat cepet – cepet pergi dari mall itu. Gue liat mama gue nangis,wajahnya merah,dan gue ga bisa apa – apa. Dan malamnya,terjadi perang di rumah ini. Orang itu marah – marah ke mama,bilang kalau mama gue orang yang ga tau diuntung karena bisanya cuma keluar masuk rumah sakit,penyakitan,dan semua kata kasar yang keluar dari mulut orang itu nyakitin perasaan mama gue. Saat itu gue ga bisa apa – apa,ngurung diri di kamar, nangis."

Wajah Devan memerah,ia benar – benar mengeluarkan segala emosinya.

"Sebulan kemudian,orang itu pergi,bawa koper. Mama gue nangis – nangis biar orang itu ga pergi,dan bilang kalo semua ini demi gue,karna gue masih butuh sosok seorang ayah. Tapi,orang itu tetap pergi ninggalin gue dan mama gue disini. Setelah beberapa jam orang itu pergi,mama gue masih nangis di kamarnya,bibi bilang biarin mama sendiri dulu,dan gue disuruh jangan rewel. Tapi sedetik itu juga,mama berhenti nangis dan bibi sadar kalo mama pingsan. Lebih dari seminggu mama di rumah sakit,badannya mengurus,matanya cekung,gue sadar,itu semua karna orang itu,orang yang pernah menjadi sosok ayah yang gue banggakan,menjadi sesosok orang brengsek yang gue benci."

Tes.

Air mata Devan menetes,Fariska melihat seorang Devan menangis.

"Ga sampai disitu,Far,karna dia seseorang yang berkuasa,dia selalu masukin gue ke sekolah yang dia mau biar semua mata – mata yang dia punya bisa ngawasin gue. Gue berontak,gamau,tapi mama bilang gapapa,itu semua demi kebaikan gue,dan gue ga bisa ngelawan mama gue. Karena semua itu, gue jadi pribadi yang berontak,gue ga suka dikekang oleh peraturan manapun kecuali peraturan yang gue bikin buat diri gue sendiri dan peraturan dari mama. Dan hal itu malah ngebuat orang itu benci sama mama,orang itu bilang,gue kaya gini karena mama ga becus didik gue karena penyakit mama yang ga bisa temenin gue sehari – hari. Dan disitu,gue ngerasa kalo gue buruk,Far. Gue ga bisa liat mama gue dimarah – marahin,dicaci maki sama orang itu karena gue,Far. Gue.." Devan terisak.

Ia menangis. Napasnya tak teratur. Fariska langsung menoleh ke arah Devan.

"Van," Fariska yang tak bisa berkata – kata melihat sesosok Devan menangis di depannya karena masalah dan rasa sakit yang ia pendam selama ini. Inilah sosok Devan sesungguhnya,hanya seorang anak laki – laki yang menginginkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orangtuanya.

Dengan tenang,Fariska memeluk Devan. Membiarkan Devan menangis dalam dekapannya. Saat ini,ia yakin,Devan hanya butuh seseorang yang mampu menenangkannya,dan ini satu – satunya cara Fariska menenangkan Devan. Ia tidak bisa membantu yang lain,apalagi jika membantu Devan menyeselesaikan masalahnya.

-

"Kenapa,Far?" Tanya Fariz setelah mengangkat telpon dari Fariska.

"Gue di rumah bang Niko,belom balik hehe." Fariz menampilkan sederet gigi rapi dan putihnya.

"Jemput? Dimana?"

"Oke,30 menit lagi gue sampe." Dan sambungan telepon pun terputus.

Fariz berdiri membuat Niko menoleh ke arahnya,"Kemana?"

"Gue balik ya,Bang. Sekalian jemput Fariska." Pamit Fariz. Ia kemudian memakai jaketnya dan menggendong tasnya.

Niko mengangguk,"yok,hati – hati,salam dari gue."

"Oke,makasih ya,Bang. Udah mau menampung gue." Fariz terkekeh,begitupun Niko.

"Lo kira gue tempat penampungan hewan?"

Dahi Fariz berkerut. "Kok hewan?"

"Kan lo monyet." Dan meledaklah tawa Niko,sedangkan Fariz hanya diam karena mendengar kegaringan dari Niko.

"Udah sana lo,katanya mau balik. Tau pintu keluarkan?"

"Iya ini mau,salam dari gue,buat Micell."

-

Senyum Fariska terukir saat ia melihat Fariz sudah datang menjemputnya.

"Makasih ya,mau jemput gue."

"Kaya yang ke siapa aja lu,ogeb."

Fariska memajukan bibirnya,hari ini ia terlalu lelah untuk membalas Fariz. "Udah,gue mau naik."

"Eh!" Fariz menghentikan langkah Fariska,dengan memblokade jalannya. "Lo ga bawa jaket?"

Fariska menggeleng,"Udah awas,awas!" ia mencoba menepis tangan Fariz.

"Bentar dulu." Fariz dengan segera membuka jaket yang sedang ia kenakan, "ini pake dulu,gue gapapa. Jangan kedinginan,Far. Nanti kalo lo yang sakit,gue juga repot. Gue tau,sekarang lo juga lagi cape,lagi badmood. Tapi gue ga akan nanya kenapa,gue juga ga akan nuntut penjelasan dari lo. Itu semua masalah lo,biar lo yang urus sendiri,biar lo makin dewasa,tapi kalo lo ga bisa sendiri,gue selalu ada."

Fariska tersenyum tipis mendengarnya,hatinya tersayat. Ia kemudian mengambil jaket itu dan dengan cepat memakainya. Setelah merasa bahwa Fariska sudah menaiki motornya dengan benar dan nyaman,juga berpegangan padanya,Fariz mulai menarik gasnya dan membelah gelapnya malam Jakarta.

---

Halooo..

Maaf banget baru nongol lagi hehe

Kemarin – kemarin saya sibuk nugas,nugas akhir dan UKK.

Karna bakal libur,saya akan menulis sebanyak – banyaknya.

Terimakasihhhh....

MY TWINWhere stories live. Discover now