mt37

2.5K 164 25
                                    


Fariska menghela napasnya panjang,dirinya masih mengingat bagaimana wajah Devan yang seketika memerah ketika mendengar keadaan mamanya tadi. Devan yang langsung fokus terhadap keadaan mamanya dan menjadi tidak sadar ke sekitarnya,contohnya dengan keberadaan dirinya.

Fariska masih terngiang bagaimana Devan memperlakukan mamanya. Di depan mamanya ia memasang wajah tenang dan teduh,tersenyum, menanyakan kabar mamanya dan menjawab sendiri pertanyaanya bahwa mamanya baik – baik saja karena mamanya tidak mengetahui semua itu. Perlakuan dan pandangannya membuktikan bahwa Devan memang sangat menyayangi mamanya dan menjadikan mamanya sebagai satu – satunya orang yang istimewa untuk selalu dibuat bahagia. Dan Fariska sadar,malaikat yang dimaksud Devan adalah mamanya.

"Fariska!"

Fariska menoleh ke sumber suara,dilihatnya kepala Devan yang menyembul dari balik pintu kaca halaman belakang rumahnya. Fariska tersenyum tipis melihat Devan yang berjalan menghampirinya sambil tersenyum.

"Gue cari – cari,gataunya lo disini." Ujar Devan setelah duduk di kursi kayu tepat disamping Fariska, "sorry ya,seketika gue lupa sama lo untuk beberapa saat." Lanjutnya.

"Gue ngerti kok." Respon Fariska.

Devan tersenyum tipis,lalu ia menegadahkan pandangannya,melihat langit yang sudah mulai gelap. "Makasih,dan maaf."

Dahi Fariska berkerut,"maaf untuk?"

"Maaf untuk lo yang udah datang jauh – jauh buat ketemu malaikat gue dan bahagia tapi malaikatnya lagi ga bisa di ganggu." Suara Devan mengecil,sekarang ia menundukan pandangannya. Fariska yang mengerti perasaan Devan sekarang bagaimana,hanya menggeleng dan mengatakan bahwa tidak apa – apa karna ini bukan kesalahannya.,tapi Devan masih menunduk dan menggeleng – gelengkan kepalanya.

Dengan keberanian yang sudah dikumpulkan Fariska,ia mengangkat tangannya dan mendarat di punggung Devan. Perlahan,Fariska menepuk – nepuk tangannya,memberi ketenangan.

"Mama lo pasti bangga punya anak kaya lo,Van. Lo cowok yang mampu memperlakukan mama lo dengan sesempurna dan sebaik mungkin."

Devan yang mendengar itu langsung menghentikan tangan Fariska dengan tangan kanannya,ia menurunkan tangan Fariska dan mengenggam dengan pelan tangan Fariska dengan kedua tangannya. Ia tersenyum, "makasih" jeda sejenak, "mungkin kalo ga ada lo disini,sekarang gue udah ngamuk – ngamuk ke orang yang udah bikin mama gue kaya gitu."

Alis Fariska menyatu,tak mengerti maksud dari perkataan Devan. "Maksud lo? Emang siapa? Ayah lo?" ia bertanya dengan hati – hati,takut – takut ia yang terkena amarah Devan.

"Dia bukan ayah gue lagi. Dia cuma orang brengsek yang pernah gue panggil dengan sebutan ayah." Pandangan Devan berbeda,sangat tajam. Fariska hanya merasa jika Devan sudah membahas tentang ayahnya suasananya jadi berbeda.

Fariska menunduk,merasa bersalah telah membuat Devan emosi kembali.

Napas berat keluar dari mulut Devan,"Far,lo mau tau kenapa gue benci sama orang itu?"

Pertanyaan yang diajukan Devan membuatnya berpikir,apa segitu percayanya Devan sama gue?

"Kalo lo mau cerita,gue siap menjadi pendengar yang baik." Jawab Fariska.

Devan mengulum senyum,tipis,seperti tidak tersenyum sama sekali. Ia menarik napas dalam – dalam sebelum menceritakan semua apa yang ia pendam selama ini. Sebuah rasa sakit yang tak pernah dijelaskan oleh kata – kata.

"Pertama gue benci,saat mama mulai sakit – sakitan 10 tahun lalu,waktu gue umur 7 tahun. Umur dimana gue mulai masuk dunia baru untuk belajar hal – hal baru,gue bocah kelas satu sd. Tapi saat itu,mama gue keluar masuk rumah sakit,orang itu selalu keluar kota dengan alasan pekerjaan. Dan suatu waktu,saat gue punya kesempatan buat jalan – jalan sama mama gue,meski sekedar pergi ke mall.Disaat itu pula keluarga gue hancur. Mama gue liat orang itu lagi jalan sama cewek lain sambil pegangan tangan,bawa banyak barang belanjaan bermerek yang notabenenya barang cewe."

MY TWINWhere stories live. Discover now