32

1.2K 48 0
                                    

"Titik terlemah seseorang hanya satu, sebuah 'pengkhianatan'."

-Cahyani-



Bulan menyapanya begitu juga yang disapa terus melontarkan sebuah senyuman yang begitu lebar, seakan kebahagiaan hanya miliknya sendiri di dunia ini. Sejak kejadian di trampolin tadi, tidak henti-hentinya Rachael tersenyum sendiri seperti orang gila. Masa bodoh orang mengecapnya orang gila, yang penting ia bahagia, sangat.

Sudah cukup lama ia di balkon kamarnya ini, pakaian yang sangat santai ia kenakan dan juga cardigan agar angin tidak menyentuh kulitnya secara langsung, cardigan terus melayang terbawa angin.

Terlintas di pikiran nya ingin menceritakan ke sahabatnya, bahwa perasaannya ini benar-benar dalam untuk lelaki itu. Richard telah berhasil mendapatkan hatinya. Rachael masuk kembali ke kamarnya lalu mengambil handphonenya lalu ia masukkan ke dalam sling bag yang langsung ia letakkan di pundak kanannya.

Rachael berjalan di kegelapan, malam ini kompleks perumahan nya lumayan sepi, hanya satu dua mobil saja yang berlalu lalang. Hingga sudah tiba ia di depan dan memberhentikan taksi.

Di perjalanan ia terus melihat arah luar jendela yang penuh banyak lampu-lampu yang memerangi jalan, gedung, caffe atau tempat hiburan lainnya dan juga kendaraan mau itu kendaraan roda dua maupun empat. Rachael melirik layar handphonenya, jam 21:00 WIB, Rachael tau ini sudah malam, tapi ia tidak bisa mengurungkan niatnya lagi untuk mencurahkan semua isi di hatinya ini. Lewat telepon saja tidak cukup baginya.

"Stop disini pak, makasih ya.." ucapnya menyodorkan selembar uang kepada supir taksi tersebut.

Rachael melihat sebuah mobil dari kejauhan, ia berjalan melewati mobil hitam tersebut, tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara yang ia kenali, bahkan sangat kenal. Siapa lagi yang memiliki suara mirip dengan Richard Gibson?

Rachael bersembunyi di balik pintu yang sebagiannya tertutup dengan tujuan ada apa Richard datang ke rumah sahabatnya di malam hari seperti sekarang ini. Tanpa sedikitpun ragu ia mendengar kan suara seorang perempuan yang Rachael yakini itu Ny.Gibson.

"Jadi bagaimana?" Tanya Ny.Gibson meletakkan secangkir teh yang dihidangkan.

"Tanya sama anaknya aja"

"Fia, kamu setuju dengan pertunangan ini?"

Fia terbuyar dari lamunannya, "eh? Iya" jawabnya spontan.

Rachael diam terpaku mendengar penuturan sahabatnya sendiri, Rachael sangat jelas mendengar percakapan itu, siapa lagi nama Fia dirumah ini, hanya Sheinafia, sahabatnya sendiri. Rachael meninggalkan kediaman Sheinafia dan berlari sekencang-kencangnya sampai tidak ada yang bisa memberhentikan.

Pecahlah semuanya, butiran kecil yang sudah menumpuk di matanya terjatuh juga, bendungan yang ia tahan ia tumpahkan, ia curahkan di taman ini. Yang bahkan tidak ada siapa-siapa disini, hanya pancaran lampu taman yang menghiasi taman di sekeliling nya.

Entah kenapa hatinya begitu sakit saat mengingat kejadian itu, sahabatnya sendiri seperti itu. Berarti asumsi nya selama ini memang tidak salah, itu semua benar. Pantas saja dia selalu berkata jika dirinya dekat dengan lelaki itu pasti hidupnya tidak akan tentram, dan terbukti, ketentraman nya hancur oleh sahabatnya sendiri.

Sedih, kecewa, amarah, kesal berkecamuk dalam hati. Ia tidak dapat merasakan kebahagiaan yang sedari tadi ia lontarkan.

Kebahagiaan itu sudah lenyap begitu saja di hatinya.

⭐⭐⭐

Glass.jkt

Disinilah sekarang gadis yang berumur masih 17 tahun berada, ditemani alunan musik jazz yang sangat menyentuh hati nya. Hanya suara emas yang vokalis band tempat ini yang bisa menenangkan hati dan pikirannya. Ini kali pertama nya ia menginjakkan kakinya di tempat ini jam 22:35 WIB. Sudah beberapa puluh menit ia duduk sendirian dengan segelas minuman yang bahkan tidak ingin ia sentuh sebenarnya. Tapi ia ingin sekali melampiaskan kesedihan nya, kemarahan nya dengan minuman ini.

RICRAC [COMPLETED]Where stories live. Discover now