15

1.6K 59 0
                                    

"Semakin terlihat siapa yang menginginkan siapa? Pada akhirnya Tuhan yang akan memberikan sebuah takdir yang sudah ia rencanakan"



Langit pagi hari ini mendukung perasaan nya, hujan. Seperti matanya yang mengeluarkan air mata tadi malam begitu juga dengan guntur, petir. Yang sama juga dengan hatinya yang seperti disambar petir.

Rachael yang sudah tiba di gerbang sekolahnya malah meminta abangnya memberhentikan nya di halte seberang sekolah. Permintaan sang putri dituruti meskipun mendapat penolakan keras dari Helvy Mahone.

Ia sudah berdiri di halte sembari melihat mobil abangnya menjauh, ia disini sendirian. Sama seperti perasaannya. Hatinya. Ia kini merasa sangat sendirian tidak mempunyai siapa-siapa, padahal ia masih memiliki keluarga yang utuh dan juga sahabat, teman yang baik padanya.

Namun demikian, tak membuat nya merasa memiliki semenjak ia mengetahui kenyataan pahit itu. Orang yang dianggap nya lebih dari sahabat malah membohongi dirinya. Ia tidak tau bisa menceritakan luapan hatinya kepada siapa. Hujan. Hanya hujan yang bisa mengekspresikan perasaan nya saat ini.

Di pagi ini sudah diawali dengan kesedihan dari Rachael, ia menengadah kan tangannya ke arah jalanan. Merasakan hujan turun langsung ke bumi. Dingin. Seperti hatinya kini yang dingin bahkan ia ramal sebentar lagi beku.

Tangan seseorang membuatnya tersadar dari aktivitas nya dan melirik ke pundaknya sendiri, tangan itu tangan yang ia rindukan.

Richard berada di sebelahnya dengan tangannya yang berada di pundak gadis itu, Rachael mengamati Richard dengan tangan yang masih lurus ke depan.

"Hujan" Tutur Richard ikut-ikutan menengadah kan tangannya ke depan merasakan apa yang ia rasakan.

Rachael sengaja terdiam dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan seperti semula, merasa sudah cukup Rachael memundurkan tangan nya. Richard menoleh dan mengikuti gadis itu.

"Udahan?" Tanya Richard kala itu.

Rachael tersenyum kemudian terkekeh pelan, "Ngapain meratapi hujan" ujarnya mengibas-ibas tangannya dari air hujan yang berada di telapak tangannya.

Richard maju selangkah dan mensejajarkan tubuhnya dengan gadis itu "Kalau ngeratapin gue?" Sahut Richard mengeluarkan sapu tangan dan memegang tangan Rachael lalu mengelap nya secara perlahan.

Jujur Rachael tersentak namun masih bisa ia sembunyikan, Rachael malah tertawa menganggap bahwa ucapan lelaki di hadapannya ini hanyalah gurauan belaka.

"Kenapa?" Tanya Richard menyadari Rachael tertawa.

"Gak mempan di gituin" jawab Rachael.

Rachael kini mengambil sapu tangan tersebut dari tangan Richard dan mengelap sendiri.

"Dewa tunas bangsa sekolah ini kembali pada posisinya" jawab Rachael.

"Maksud lo?" Tanya Richard tak mengerti apa arti ucapan Rachael.

Rachael menghentikan aktivitas nya, "Dewa tunas bangsa kita goblok juga" ujarnya melirik sekilas Richard berlalu pergi masuk ke dalam sekolah.

Pakaian nya terkena rintik-rintik hujan saat ia berlari masuk ke dalam sekolah, begitu juga dengan Richard yang lumayan basah mungkin mengejarnya tadi. Tingkat kepedean Rachael mulai tumbuh.

Sudah 2 jam berlalu bell berbunyi namun guru tak kunjung datang dan duduk di dalam kelasnya, sedangkan sekretaris yang biasanya dekat dengan guru malah asik ngerumpi di cuaca hujan seperti ini.

"Tumben ya tuh guru galak belum datang?" Ujar Fia penasaran.

Rachael menoleh ke samping, "Macet kali, padahal hari ini kan bahas soal materi untuk ujian" jawabnya lesu.

RICRAC [COMPLETED]Where stories live. Discover now