24

1.3K 55 0
                                    

"Lagi, lagi, dan lagi. Sakit itu terus menghampiri nya tanpa meminta izin terlebih dahulu."

◾◾◾

Situasi ini membuat nya tidak nyaman, situasi dimana dirinya seperti menjadi orang asing untuk waktu sekejap. Dalam hitungan detik ia bisa menyadari, bisa merasakan bahwa sorot mata lelaki itu jelas tertuju kepada sahabatnya. Jujur sakit sekali, mengetahui mereka memiliki hubungan saja sudah membuatnya rapuh apalagi dengan situasi seperti ini.

Tanpa berpikir panjang lagi ia berlari, melarikan diri dari situasi yang sangat tidak ia harapkan, jangankan harapkan, membayangkannya saja ia tidak sanggup.

Dengan cepat ia melangkahkan kakinya di sepanjang koridor tanpa memperdulikan mungkin ada yang heran melihatnya berlari yang melebihi seperti atlet, karena pada saat itu ia yang tidak terlalu jago olahraga, dengan spontan ia bisa berlari bak atlet profesional.

Ini kali keduanya ia duduk di sini, di tempat yang sama saat ia membolos pelajaran karena mengetahui sesuatu hingga membuatnya menangis, dan kali ini hal itu terjadi lagi, dan masih menangisi hal yang sama. Richard Gibson.

"Sakit Richard, tatapan mata lo seolah menandakan semua asumsi gue selama ini memang benar" ungkap nya dalam hati.

Rachael hanya terus terisak dalam hati saja, ia tidak bisa melampiaskan semua sesak di dada nya, mengingat ini di toilet sekolah. Takutnya ada yang melihat bahkan mendengar isakannya, gadis itu terus membekap mulutnya dengan kedua tangannya. Tak lama kemudian di saat ia tengah terisak di dalam hati, handphone yang sedari tadi di saku bajunya bergetar.

Dengan perlahan ia mengambil dan melihat layar handphonenya, sebuah panggilan dari seseorang yang tidak ingin ia temui, bahkan mendengar suara nya. Richard menghubungi nya setelah apa yang sudah ia lakukan pada gadis sebaik dirinya, sungguh lelaki tidak berdosa. Tanpa pikir panjang lagi, ia mereject panggilan tersebut dan keluar dari balik toilet dan berdiri di depan cermin besar menatap pantulan dirinya di cermin.

"Rachael, cukup, ini hanyalah mimpi buruk lo. Bad dream!" Batinnya sembari melihat cermin di hadapannya.

Ia membasuh wajahnya agar tidak terlihat kusut, dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Setelah sudah membenahi dirinya, ia meninggalkan toilet kembali ke kelasnya mengingat sudah beberapa menit pelajaran di mulai. Karena ia tidak ingin ketinggalan pelajaran lagi hanya karena kebodohan nya.

Tok tok tok..

"Bu, maaf telat, tadi saya pusing"

Guru yang khas dengan logat Batak nya itu hanya mengangguk dan tak ingin menanyakan lebih lanjut kemana ia pergi, baguslah. Dengan cekatan ia duduk dan melihat sahabatnya sedang tersenyum saat melihat kehadiran nya yang sudah duduk di sebelah nya.

"Lo dari mana? Lo bohong ya?" Tanya Fia yang selalu tahu saat ia berbohong.

"Ahh, gue boker, kan malu gue ngomong jujur nyar yang ada anak-anak ngetawain gue" Elaknya nyengir.

Fia mengangguk dan mempercayai ucapannya tanpa sedikitpun rasa curiga, ia memang pergi ke toilet tapi bukan untuk membuang air kecil atau besar, ia meluapkan sesak yang ada di dadanya saja.

⭐⭐⭐

Bel pulang berbunyi begitu jelas di pendengaran Rachael dan siswa lainnya, dengan cepat ia membereskan semua buku yang di atas meja dan yang ada di laci mejanya lalu bangkit cepat-cepat ingin pulang. Tetapi saat baru saja ia berjalan satu langkah meninggalkan bangkunya ia dikagetkan dengan seseorang lelaki yang menghalangi nya siapa lagi kalau bukan Richard, lelaki yang sedang tidak ingin ia lihat dan dengar suaranya.

RICRAC [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang