27

1.4K 60 0
                                    

"Terkadang ketulusan bisa jadi Boomerang bagi diri kita."




Aroma pekat yang begitu menyeruak menusuk ke indra penciuman nya, bau ini sangat tidak disukainya semenjak kejadian satu tahun yang lalu. Ia membenci hal-hal yang berkaitan dengan obat-obatan bahkan rumah sakit. Baginya rumah sakit seperti duri yang berada di kaktus, begitu tergores di kulitnya akan mengiris lembaran pahit.

Mata yang senantiasa terpejam akhirnya terbuka secara perlahan, secara perlahan ia membuka kedua matanya, setelah berhasil, ia melihat orang yang ia rindukan ada di hadapannya. Orang pertama yang ia lihat saat mata ini terbuka adalah orang yang ia rindukan.

Richard merasa ia sudah berada di alam berbeda, ia melihat seorang gadis cantik berpakaian serba putih menyerupai gadisnya. Rachael. Tapi mengapa saat Rachael menyentuh tangannya begitu terasa.

Richard terus mengerjapkan matanya lagi, saat tangan itu beralih menyentuh pelan di pipi nya ia tersadar bahwa ia masih hidup.

Richard mulai mengembalikan kesadaran nya, menatap gadis di dekatnya memasang wajah khawatir. "Lo ngapain minum? Bego! Lo kan bentar lagi mau ujian, kalau mau minum tunggu selesai lulus dong.." timbalnya menahan bendungan yang kapanpun bisa keluar.

"Kalo lo udah lulus kan gak papa, saking overdosis jadi matinya gak gentayangin temen-temen sekolah lo, termasuk gue"

Richard tersenyum merasakan sentuhan lembut itu dan ia juga merasa senang bahwa gadisnya telah kembali.

"Jangan senyum mulu ihh, ngomong dong, lo saking banyaknya minum jadi bisu. Emang iya alkohol bisa putusin pita suara?"

Rachael terus saja ngerocos tanpa memperdulikan sekitarnya yang tengah tersenyum dan menggeleng kan kepalanya karena sikap Rachael sedikit berlebihan.

Lebay? Gak penting. Yang terpenting Richard kembali utuh, nyata di hadapannya.

"Udah deh, dia gak papa, cuma butuh istirahat doang" keluh Fia yang berdiri di belakangnya.

"Iya nih, lagian lo sih cad, bisanya bikin anak orang nangis mulu" cibir Gasta.

Rachael mengacuhkan ucapan dari kedua orang itu, ia kini fokus menatap iris mata milik Richard yang begitu teduh meskipun sedang lemah.

Richard masih terdiam, membuat Rachael menjatuhkan bendungan yang sudah tak tertahankan lagi.

"Ngomong cad.."

Richard terus saja tersenyum, "Apa gue harus di rumah sakit dulu agar dapat perhatian"

Rachael memeluk erat lelaki yang tengah berbaring di kasur rumah sakit itu membalas pelukan gadisnya walau hanya satu tangan karena tangannya yang lain di infus jadi ia malas jika darahnya terkeluar dan harus di infus ulang, karena ia membenci di suntik.

⭐⭐⭐

Sekitar jam empat pagi mereka masih berada di rumah sakit ini, menahan kantuk dan dahaga hanya karena menunggu Richard dan Rachael kapan berhenti mengobrol di dalam sana.
Fia tengah berdiri di depan ruangan dimana Richard di rawat sembari terdiam menatap keadaan di luar terhalang kaca yang kita sebut 'jendela' seperti memikirkan sesuatu, Gasta yang baru saja keluar dari kamar tersebut menaikkan alisnya berdiri di sebelah Fia.

"Terkadang hujan bisa menyampaikan kerinduan"

Fia tersadar menoleh ke samping lalu tersenyum kecut.

"Melalui semilir angin yang berhembus kencang di tengah hujan."

Fia membuka suaranya, "Tapi rindu akan sampai apabila orang itu masih ada"

RICRAC [COMPLETED]Where stories live. Discover now