EXTRA - PERANG SAUDARA

Start from the beginning
                                    

"Abang Apin nakal!" Cetta berseru diantara sedu-sedannya yang kian mengeras.

"Abang Apin enggak nakal!" Calvin membantah dengan wajah memelas khas balita yangsiap menangis.

"Nakal! Cetta bilangin Ayah!"

"Abang Apin enggak nakal!"

"Nakal!"

Calvin ikut menangis sambil berkali-kali membantah ucapan Cetta, mengatakan jika dia tidak nakal seperti yang Cetta katakan. Menyaksikan kedua adiknya sama-sama terduduk di atas tanah berumput sambil bertangis-tangisan heboh, Chandra menepuk dahinya dengan ekspresi lelah. "Capek, deh!"

Sesaat kemudian, tangis Suri ikut pecah karena tidurnya terganggu oleh raungan kedua kakaknya.

"Aduh, kalian diam dong! Lihat nih, adik bayi jadi nangis gara-gara kalian!" Chandra memekik sembari melotot galak. Bocah itu bertolak pinggang, berusaha terlihat setegas mungkin. Namun alih-alih mampu mendiamkan ketiga adiknya, tangis mereka malah bertambah kencang. Perpaduan suara ketiganya membuat kepala Chandra terasa pusing.

"Pusing deh pala abang kalau begini!"

"Ada apa ini?"

Jantung Chandra serasa ingin lepas ketika dia mendengar suara Ayah. Dengan wajah takut-takut, dia berbalik. Matanya langsung menatap gentar pada Ayah yang kini berdiri di ambang pintu belakang, menatap pada anak-anaknya dengan kening berkerut. Melihat kehadiran Ayah, tangis Calvin dan Cetta langsung terhenti—tapi tidak dengan Suri yang masih saja menangis.

"Kenapa?" Ayah bertanya lagi, kali ini sambil berjalan mendekati stroller. Laki-laki itu meraih Suri dalam gendongannya, secara ajaib membuat Suri langsung diam.

"Mereka rebutan mau cium adik bayi. Terus adik bayi nangis gara-gara Apin sama Cetta."

"Adik bayi nangis kalena Cetta nakal!"

"Cetta enggak nakal!"

"Aduh, kalian, jangan berantem gitu, dong. Malu sama adik bayi. Lihat, adik bayi jadi nangis gara-gara kalian." Ayah mulai mengomel, membuat ketiga bocah laki-laki itu tertunduk sambil menatap jari-jari mereka dengan penuh rasa bersalah. "Padahal Ayah tadi minta tolong kalian jagain adik bayi dengan baik. Tapi kalian malah begini. Kalau begini, itu salah atau benar?"

"Salah, Ayah." Chandra menjawab, mewakili dua adiknya yang sibuk menggigit bibir seperti tengah menahan tangis.

"Kalau salah, harus diapain?"

"Harus dihukum, Ayah."

"Kalau gitu, kalian Ayah hukum." Ucap Ayah tegas. "Pokoknya sampai kalian bisa akur dan enggak berantem lagi, kalian baru boleh dekat-dekat sama adik bayi. Ngerti?"

"Ngerti, Ayah."

"Sekarang kalian masuk aja. Oma kalian bentar lagi nyampe disini, lagi jalan dari bandara. Oma bawa coklat sama permen banyak. Tapi kalau kalian masih berantem terus, kalian enggak dapet coklat. Sekarang, maaf-maafan dulu."

Ketiganya saling berpandangan dengan wajah gengsi.

"Ayo maafan!"

"Cetta, maafin Abang Apin ya."

Cetta mengusap matanya yang masih basah. "Maafin Cetta juga, Abang."

"Maafin Abang Chandra juga."

"Iya."

"Sekarang pelukan."

Chandra, Calvin dan Cetta saling merangkul, membuat perut mereka berbenturan. Sambil tetap menggendong Suri, Ayah tertawa geli. Laki-laki itu masih menahan senyumnya ketika ketiga anak laki-lakinya bergerak masuk kembali ke dalam rumah—di mana mereka berpapasan dengan Bunda yang terbangun setelah mendengar 'paduan suara' gabungan dari Cetta, Calvin dan Suri beberapa menit sebelumnya.

NOIRWhere stories live. Discover now