Tiga Delapan ; Ritual Pemanggilan

10K 2.1K 193
                                    

Suara lonceng.

Bergerincing, begitu merdu, memanja telinga, membuat siapa pun yang mendengarnya ingin tahu suara itu berasal dari mana? Seiring lonceng memandu, disaat itu juga sedikit demi sedikit tubuh seorang pria yang terbakar di dalam api terangkat ke udara.

Lalu, suara nyanyian memanggil. Membuat jiwa yang dilanda kegelisahan semakin gundah. Pria itu jera, dia merasa gerah.

"Takahiro-sama."

Pelan-pelan, mata Takahiro terbuka. Tidak ada yang bisa dia lihat selain kegelapan yang memerangkapnya, dia kembali terpejam. Rantai di sekujur badan mengikatnya kian kuat. Sulur-sulur api merayap ke mulut Takahiro, mulai membakar organ dalamnya.

"Takahiro-sama!"

Siapa?

Takahiro menajamkan pendengarannya. Selain suara lonceng, ada suara yang cukup familiar di telinganya. Mata Takahiro semakin berat untuk dibuka. Dia memaksakan diri, melihat serpihan debu yang berasal dari setiap retakan tubuhnya.

"Takahiro-sama!"

"Chi..."

Suara Chinatsu. Begitu merdu namun terasa pilu. Takahiro tersenyum samar. Senang karena sebelum hidupnya berakhir, dia bisa mendengar suara seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Dengan ini... dia bisa beristirahat dengan tenang.

"Saya menangkap Anda, Takahiro-sama!"

Satu tangan mungil berhasil meraih tangan kanan Takahiro. gadis itu memekik saat dia nyaris terseret jatuh ke dalam jurang. Mata bundarnya menatap Takahiro dalam, bibirnya mengukir senyuman lebar. "Ayo kita pulang, Takahiro-sama."

Takahiro merasakan tarikan kuat dari dasar jurang. Jari-jari panjangnya balas mengelus tangan Chi, pria itu menggeleng pelan sambil berbisik, "Lepaskan aku, Chi..."

Berat.

Namun saat suara lonceng semakin sering dan keras terdengar, beban Chinatsu kian terasa ringan.

"Bagaimana bisa saya melepaskan Anda?" Chi tersenyum sedih. "Lebih baik saya ikut mati bersama Anda, Takahiro-sama."

"Kau masih hidup?"

"Saya sedang menunggu Anda kembali."

Jeda. Retakan di wajah Takahiro semakin banyak. Namun ketika kulitnya mengelupas dan berubah menjadi serpihan debu, tidak ada darah atau pun daging yang tersisa. Hanya kegelapan yang tertinggal di sana. Kegelapan yang menelan tubuh Takahiro dari dalam.

"Lepaskan aku, Chi." Takahiro berbisik parau. "Denganku, kau hanya akan dihampiri bahaya yang membuatmu bisa mati."

"Tapi tanpa perlindungan Anda, sejak dulu saya sudah mati."

"Yang meniadakan tempatmu tinggal, adalah aku." Takahiro tidak mau kembali. Dia memilih lenyap, dia tidak mau hidup hanya untuk melihat tidak ada seorang pun yang menginginkan dia kembali. "Aku... hanya membawa luka untuk kalian."

"Itu tidak benar, Takahiro-sama."

"Bukan hanya padamu." Takahiro mengukir senyuman sakit. "Bahkan Kou dan Fuyumi pun harus menderita karena kepongahanku. Orangtuaku mati karena aku tidak bisa melindungi mereka. Aku bukan manusia, jadi tidak ada tempat untukku di samping kalian lagi."

"Sudahkah Anda selesai bicara, Takahiro-sama?!" Chi berteriak keras. Airmatanya berjatuhan, membasahi wajah Takahiro yang sudah tidak utuh. "Sudahkah Anda selesai menghina diri Anda sendiri seperti ini? Kenapa hanya sisi buruknya saja? Kenapa Anda egois tidak mau melihat sisi baik yang kami terima karena keberadaan Anda?!"

Yami No TenshiWhere stories live. Discover now