Lima Belas ; Kekhawatiran

14.8K 2.6K 175
                                    

1500 Word (26/02/2017)

Mulai chapter depan, update balik ke tanggal 10, 20, 30

***

Kelopak perak terbuka. Dia beringsut duduk kemudian mengusap wajah yang berkeringat. Sadar kalau matahari bahkan belum terbit, bungsu Eiji menghela napas berat. Mencoba mengembalikan suhu tubuhnya yang sesaat panas.

Kou menurunkan kedua kaki memijak lantai. Berjalan pelan, tidak ingin membangunkan Mitsuki yang masih terlelap. Menatap lurus jutaan bintang yang menyemarakan malam. Jendela kamar sengaja tidak ditutup, padang rumput menguarkan aroma basah, sedikit menenangkan suasana hatinya yang mendadak muram.

"Ada apa, Heika?" pertanyaan merdu itu mengusiknya. Kou menoleh, Mitsuki duduk sambil menyampingkan rambut ke sisi telinga. Dia memandang suaminya khawatir, "bermimpi buruk lagi?"

Mitsuki menghampiri Kou yang tetap bungkam. Belakangan ini, Kou jadi sedikit lebih pendiam. Tidak, sejak awal ini memang karakter aslinya. Hanya saja, dulu mereka seringkali bertengkar. Tapi sejak Takahiro pergi, bisa dia rasakan Kou tidak akan banyak bicara andai Mitsuki tidak memaksa. Seolah masih ada hal lainnya yang berusaha Kou tutupi saja.

Kou menunduk, menatap tangan pucat yang melingkari perutnya. Dia meluruskan pandangan lagi.

"Apa tentang Takahiro?"

"Maaf."

"Untuk apa Heika meminta maaf?"

Kou tidak menjawab. Dia melepaskan pelukan istrinya kemudian berbalik. Kou menatap Mitsuki dalam dan berbisik, "Aku tahu kau pasti lebih suka Takahiro mati. Tapi, aku tetap tidak bisa mengabaikannya."

Meringis, Mitsuki tersenyum kecil, "Tidak apa-apa. Saya mengerti selama Heika tetap mengabulkan semua yang saya minta."

Pelan-pelan, bibir bungsu Eiji kembali mengukir sunggingan simpul. Kou setengah berteriak, "Ada pelayan di luar?"

Ada tiga kali ketukan pintu sebelum akhirnya terbuka. Dua pelayan wanita masuk lalu membungkuk hormat, "Kami, Heika."

"Saat ini, Ryuu pasti dalam perjalanan kembali dari Desa Miwa. Kirim beberapa prajurit untuk menyusulnya dan berikan titahku. Untuk satu bulan ke depan, dia harus bertukar posisi dengan Akari-Shogun menemani Takahiro-Kakka."

"Haii."

Dua pelayan itu keluar dan pintu kembali ditutup. Mitsuki keheranan, keputusan yang tiba-tiba sekali. Untuk menjaga Takahiro, dia pikir Akari jauh lebih baik dibanding Ryuu. Kenapa mereka harus bertukar posisi?

"Sepertinya rombongan Takahiro terluka parah semua." Kou bicara menjawab keingintahuan istrinya, "aku tidak mungkin mengutus Arata. Itu akan sedikit menyulitkan kerajaan kita."

"Terluka?" Mitsuki membeo, "kenapa Heika bisa berpikir seperti itu?"

Kou mengelus pipi istrinya. Dia berbisik, "Mitsuki, aku lebih mengerikan dibanding yang kau pikirkan selama ini."

"Ahh ... ya." Mitsuki memutar kedua bola matanya, "aku mulai cemburu pada kakakmu sendiri."

Kou tergelak. Mitsuki ikut tertawa. Sudah lama sekali, sejak terakhir Kou memperlihatkan tawanya seperti ini.

***

"Kau yakin akan pergi, Akino? Tubuhmu terluka parah. Biar aku yang mencari obatnya."

"Tidak. Aku yang akan pergi. Kau jaga Takahiro-sama, Genji. Kita tidak tahu apa masih ada Suku Tanpa Nama yang hidup di sini atau tidak?"

"Anda yakin, Hirasaki-sama? Pohon kabut biru, ada di kawasan rumah bandit terdekat. Juga melewati kawasan yang seringkali digosipkan dipenuhi roh bergentayangan. Saya pikir anda takut dengan sesuatu hal berbau mistis."

Yami No TenshiWhere stories live. Discover now