Tiga Lima ; Firasat

10.8K 2.3K 267
                                    

Duduk di antara taman bunga istana, dengan Fuyumi yang duduk di pangkuan Takahiro sementara Kou saling menyandarkan punggung dengan si sulung.

Sore yang cerah.

Tiga bersaudara itu terlihat tenang, menatap langit kejinggaan yang memanja mata. Fuyumi mendekap kakaknya lebih erat, menghirup napas dalam-dalam lalu mengukir senyuman melebar.

"Aku sangat suka aroma Nii-sama." Fuyu memecah hening. Elusan sayang di kepalanya membuat dia menggeliat nyaman. "Aku tidak menyangka hari ini Nii-sama pulang. Aku merindukanmu, Nii-sama."

"Aku lebih merindukanmu." Takahiro menjawab lembut. "Selalu merindukanmu."

"Ya, mungkin sebaiknya sesekali kau pulang, Aniki." Kou di belakangnya menyahut. "Tanpamu, kerajaan ini sangat sepi."

"Ya, aku pulang. Untuk terakhir kali."

"Kau itu bicara apa, Nii-sama?" Fuyu mendongak. Menatap kakaknya marah. "Kenapa untuk terakhir kali? Jangan mengatakan sesuatu yang menakutkan seperti itu."

Takahiro tersenyum kecil. Dia mendongak, menatap langit hampa. Menikmati semilir angin yang lembut, merasakan kehangatan dari dua sisi tubuhnya. Sesuatu yang tidak akan bisa dia lupakan, hal yang sudah lama sejak terakhir kali dia rasakan.

"Kalian..." Takahiro memberi jeda. "Adalah hal terindah yang pernah aku dapatkan. Aku bersyukur karena memiliki kalian berdua. Maaf karena terlambat menyadari keberadaanmu, Kou."

"Sampai kapan kau akan minta maaf untuk hal itu?" Kou menjawab datar. "Itu bukan salahmu. Lagipula, aku yang lebih banyak menyakitimu."

"Aku bersyukur kalian tumbuh dengan baik." Takahiro seolah tidak mendengar. Manik kelam itu semakin kosong. "Aku bersyukur karena diberi kesempatan untuk menjaga kalian berdua. Aku adalah kakak yang paling beruntung di dunia."

"Harusnya kami yang berkata seperti itu." Fuyumi mengelak. Dia menyentuh pipi Takahiro lalu mengukir sunggingan kecil. "Kau menjaga kami, menukar hidupmu sendiri. Kau menahan lapar hanya agar kami berdua tetap bisa makan dengan kenyang. Kau berjalan di atas duri, hanya demi mengangkat kami berdua agar tidak terluka. Kau adalah Kakak terbaik yang pernah ada, Nii-sama."

"Sekarang kalian bahagia?"

"Tentu saja." Kou dan Fuyu menjawab kompak. Takahiro memejamkan matanya rapat sejenak. Dia mengelus kepala Fuyumi pelan, tangannya yang bebas bergerak ke belakang, menepuk puncak kepala Kou.

"Kalau begitu, hiduplah dengan baik." Takahiro mendudukkan Fuyumi di atas tanah. Dia berdiri, melangkah meninggalkan kedua adiknya. "Selamat tinggal."

"Apa maksudmu, Nii-sama?"

"Aniki!"

Tidak didengar. Langkah Takahiro semakin jauh. Sedikit demi sedikit, tubuhnya berubah menjadi serpihan debu.

"NII-SAMA!!!"

"BERHENTI ANIKI!" Kou berteriak. Namun tidak didengar. Takahiro kini lenyap dari pandangan. "TAKAHIRO!!!"

"HEIKA!"

Terjaga.

Napas Kou terengah. Di sampingnya Mitsuki tampak cemas. Tidak pernah dia melihat Kou mengigau sampai seperti itu. Dia mengelusi lengan Kou pelan. Suaminya beringsut duduk, memegangi keningnya dengan iris menerawang kosong.

"Heika, Anda mimpi buruk?" Mitsuki menyentuh pipi suaminya perlahan. Menghapus jejak-jejak airmatanya. "Anda terus berteriak bahkan sampai menangis."

Yami No TenshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang