Sepuluh ; Arti Keberadaan

16.2K 2.5K 182
                                    

1540 Word (10/01/2017)

TANYA : Sudahkah kalian baca Author Profil saya? Kalo belum, baca dulu. Baru silakan menikmati proses cerita ini.

***

Yuumi menggenggam erat ujung lengan pakaian sulung Eiji. Suasana hati Takahiro tampaknya sedang membaik. Dia tidak berkomentar apapun saat Yumi memintanya mengantar ke pemukiman.

Banyak hal yang Yumi pikirkan, tentang Takahiro yang ternyata tidak lah keji 100%. Dia hanya terlalu mencintai adik-adiknya, Takahiro ingin memberikan segala yang terbaik untuk mereka.

Sampai di Desa Miwa, pesta besar-besaran dilangsungkan sebagai bentuk syukur para penduduk. Semuanya terus mengagungkan nama Eiji Takahiro. Bahkan kepala desa meminta izin menggunakan nama sang Iblis Eiji sebagai pelindung Desa.

Katanya, akan dibangun patung Takahiro sebagai bentuk penghormatan, ucapan terima kasih karena setelah sekian lama, akhirnya Desa Miwa mendapatkan kebebasan. Takahiro tidak terlalu ambil peduli. Hirasaki yang terus-terusan bersiul tidak tahu diri.

"Ditakuti, dihormati, sebentar lagi kau juga disembah. Taka-chan, kau semakin dekat saja ke posisi tertinggi. Takagami. Ya, kau harus dipuja sebagai Takagami." Hirasaki tertawa sinting. Sang Tuan tidak menghiraukan, hanya meneguk sake yang dituangkan Tsukumi ke dalam cawannya.

Suasana desa begitu meriah, hiruk-pikuk karena festival dadakan yang diselenggarakan. Semua orang yang melihat Takahiro pasti membungkuk –menyapa. Mereka menyayangkan keputusan Takahiro yang hendak pergi esok pagi.

Tsukumi tersenyum simpul, "Takahiro-sama, anda yakin tidak mau saya memberi pelayanan lebih?"

"Kau tidak cukup cantik untukku." Takahiro menjawab kalem. "Aku lebih suka pada yang lebih muda."

"Seperti Chinatsu-sama?"

"Aku tidak meniduri bayi." Takahiro tersenyum usil. Chi yang nyaris memakan manisan kembali meletakkan mangkuk. Dia mendelik pada sang Tuan di samping kanannya. Takahiro mengangkat sebelah alis, dia pikir Chi akan lagi-lagi berteriak padanya.

"Saya memang bayi." Chi berdiri. Tidak mengatakan apapun lagi, dia pergi begitu saja. Melewati orang-orang yang sedang menari, setengah berlari kemudian tidak terlihat sang tuan lagi. Ehhh?

"Anda tidak boleh seperti itu, Takahiro-sama." Tsukumi meringis. "Yang anda singgung adalah harga diri wanita. Seseorang yang tengah beranjak dewasa, tidak suka dianggap sebagai anak-anak. Apalagi oleh pria yang dicintainya."

"Cinta?" Takahiro membeo. "Dia bahkan baru menstruasi tahun lalu. Mana mungkin dia mengerti itu?"

"Takahiro-sama." Tsukumi tidak akan bertanya kenapa Takahiro bisa tahu hal pribadi tentang Chi? Dia mengambil tangan kiri sulung Eiji, mengukir senyuman simpul. "Kalau anda terus bersikap seperti itu, Chinatsu-sama akan membenci anda."

Dibenci? Chinatsu?

Takahiro terbahak. Itu tidak mungkin. Apapun yang Takahiro lakukan padanya, bahkan setelah dipukuli sampai nyaris mati saja Chi tidak bisa membencinya. Hanya karena diejek sebagai anak-anak dan bayi, mana bisa Chi membenci Takahiro?

Takahiro terdiam. Tapi, saat disiksa Chi tidak meneriakinya sama sekali. Dia juga tidak semarah ini.

Takahiro menoleh, lebih mendekat pada Tsukumi, membuat gadis itu berusaha menahan tawa. Dia bertanya, "Benar, hal ini bisa membuatnya membenciku?"

"Perempuan paling benci kalau diragukan kedewasaannya." Tsukumi mengangguk. "Sebaiknya anda cepat minta maaf atau Chinatsu-sama tidak akan lagi memandang anda sebagai sosok yang selalu dihormati."

Yami No TenshiWhere stories live. Discover now