LUAPAN KEBENCIAN MIRA

1.8K 30 3
                                    

LUAPAN KEBENCIAN MIRA

            Beberapa hari sudah berlalu. Usaha Antonius untuk mendapatkan koneksi kerja masih juga belum berhasil. Berita tentang kejatuhannya dan apa yang melatarbelakangi kejatuhannya itu, menyebar dengan cepat. Setiap mulut yang dulu menyanjungnya… kini berkasak-kusuk,,, sembunyi-sembunyi melecehkannya… Setiap mata yang dulu mengaguminya… kini berpaling enggan menatapnya seolah dirinya adalah pemandangan yang tidak enak dilihat dan terasa begitu menganggu. Ia merasa tertolak kemanapun ia mencari harapan… Dan kekeluan yang ada di antara dirinya dan Mira masih terlihat tegas dari kebungkaman mereka satu sama lain. Tapi Antonius tak bertahan lagi,,, Ia mencoba untuk lagi-lagi memberanikan dirinya berkata-kata pada Mira…

            “Ma… aku mau tanya…”, mulai Antonius. Mira masih saja menghindari tatapannya. Mira sedang membersihkan setitik noda di lantai rumah. Tidak biasanya Mira berlaku begitu perfeksionis. Biasanya ia tidak terlalu memperhatikan noda setitik dua titik. Tapi sepanjang pagi di hari sabtu ini, meski rumah sudah terlihat sangat sempurna dan bersih luar biasa,,, Mira terus saja membersihkan setiap noda atau debu yang muncul lagi dan lagi. Tadinya Mira tak pernah mempersalahkan Adelle dan Beno yang memberantakkan rumah layaknya kelakuan anak-anak. Mira mewajarkan semuanya itu dan membereskan apa yang terlihat berantakan setelah Adelle dan Beno puas bermain. Tapi Mira yang sekarang tidak lagi melakukan dan membiarkan apa yang dulu ia lakukan atau ia biarkan. Lagi-lagi Adelle dan Beno harus merasa bingung kenapa mama mereka tidak lagi mengijinkan mereka bermain sepuasnya di dalam ruangan dan selalu menyuruh mereka bermain di pelataran garasi atau di pekarangan belakang rumah.

            “Ma…” Antonius memanggil kembali… berharap Mira mau berhenti sejenak saja dari geraknya yang terus-menerus, berusaha menyempurnakan seisi rumahnya.

            “Ma… brenti, dong… aku mo ngomong sebentar sama kamu…”, pinta Antonius mulai merasa lelah dengan keadaan beberapa hari ini. Kalau tadinya ia mempersiapkan mentalnya untuk keadaan yang terburuk sekalipun,,, untuk jangka waktu yang panjang… kali ini ia meragukannya…

            “Ma… brenti, ma…” Antonius menghampiri Mira dan mencoba menahan laju Mira dengan memegang lengan Mira di bagian atas. Mira tidak berlaku kasar untuk menepis tangannya, tidak seperti dugaannya,,, tapi Mira tetap tak mau berhenti juga untuk mau meluangkan waktu berbicara padanya.

            “Ma… kita butuh bicara, ma… gak bisa begini terus…”, kata Antonius lagi.

            “Sejak kapan KOMUNIKASI KITA jadi kebutuhan kamu?”, sahut Mira sinis.

            “Duh, ma… aku kan dah minta maap… aku cuma mo tau, kamu pernah operasi karna sakit apa… siapa yang biaya’in kamu waktu itu? Mama?”

Akhirnya Mira mau juga berhenti. Ia juga mau menghadap ke Antonius untuk menatap tepat ke kedua matanya. Tapi tatapan Mira tak seperti apa yang Antonius harapkan…

            “Hah? Astaga…” Mira mulai berkata-kata dengan raut seolah-olah dirinya terkejut… sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ada ya… suami sampe gak tau istrinya operasi apa? Mungkin karna si suami tidak pernah menganggap KOMUNIKASI KITA itu penting…” Mira mendecak sinis. Meledek Antonius dengan sorotan matanya yang nanar.

            “Ma… aku kan udah minta maap”, sahut Antonius dengan nada geram tertahan. Ia harus menarik nafasnya untuk mengontrol emosinya.

            “Kamu pikir, satu kali maap udah cukup untuk bayar harga? Di saat aku harus ikut bayar harga atas kesalahan kamu yang paaaaaanjaaaaaang… dengan rasa sakit yang paaaaaanjaaaaang… karna kekhilafan kamu yang paaaaanjaaaang…”, Mira meluap-luap penuh dengan emosi, bertolak pinggang, menengadahkan wajah bengisnya…

NURANIWhere stories live. Discover now