MAAF...

2.1K 36 0
                                    

MAAF…

“Halo… mam… jalanan macet parah… Aku bakal telat nyampenya nih, ma…” Antonius tampak berbicara dengan istrinya. “Iya, ma… sori… tadi aku meeting… harusnya jam makan siang meetingnya… hah? Oh… bukan meeting kacab… cuma dengan supervisor aja… Sayangnya, si Martin nemenin anak buahnya yang lagi ada masalah sama customer… jadi diundur ke jam 6 sore tadi… trus macet pula, mam…” Antonius masih sambil mencari celah di antara mobil-mobil yang benar – benar tak bergeming. Dan masih tak ketemu celahnya sedikitpun… “Ok, mam… aku beliin, ya… dah, sayang… muahhhh…” Antonius mengiyakan permintaan Mira; Kebab Baba Raffi. Itu makanan kesukaan Mira…

Sementara di ujung lain, dimana Mira berada… sedang marak dengan riuhnya Adelle dan Beno yang masih saja berlarian sana sini…

            “Udah, udah, setop… bentar lagi papa pulang, kalian masih ngeberantak aja…”, Mira bertolak pinggang dengan pandangan mengikuti arah Beno berlarian dan berjungkir balik ke sana sini…

            “Emang Beno gak mo tidur! Mo tunggu papah!", ujar Beno tandas dengan mulut dimanyunkan semanyun – manyunnya.

            “Papa dah mo sampe, mam?”, Tanya Adelle.

Mira menggumam. “ng… masih lama. Muacet totallll…”

            “Ah, alesannya macet mulu! Papa pulangnya malem mulu!!!” Beno yang baru berusia 5 tahun terlihat ngambek.

            “Husss!!! Denger sini,” Mira menangkap tubuh Beno yang berlari melewatinya, “Denger, ya…” Mira menggendong Beno dan membawanya duduk. “Papa itu laki – laki yang baik dan bertanggung jawab. Ia sibuk untuk memenuhi…”

            “Jajannya Sheila ma Beno?”, Beno memotong.

Melihat senyuman bangga Beno yang merasa pintar dan gelak tawa Sheila yang merasa lucu, Mira pun mengangguk sambil meneruskan, “Itu cuma salah satunya… intinya, seisi rumah ini di tanggung oleh jerih lelahnya papa. Jadi Kita harus mengerrrr…”

            “…tiiiiiiii…”, sahut Sheila dan Beno serempak.

Namun di hati Mira, tetaplah ada sedikit kecemasan. Banyak berita yang ia dengar dari kiri dan kanan… saat suami mereka mulai di puncak karir, mulai semakin sibuk… para suami mereka mulai lupa tujuan utama dari bekerja keras adalah untuk membahagiakan keluarga. Tapi ia melihat bagaimana papa dan mamanya tetap bisa langgeng sampai sampai maut memisahkan. Dan itu seperti sebuah contoh kisah yang juga akan menjadi akhir indah bagi kisahnya dan Antonius. Dan itu menghiburnya…

Jalanan di seputar Jakarta tak pernah lepas dari yang namanya macet. Macet bisa membuat para pengguna jalan menjadi enggan untuk pulang lebih cepat. Maka jadilah Antonius menerima ajakan teman – teman di cabang Tebet untuk kongkow-kongkow sebentar di salah satu tempat minum di sekitar situ.

Dan di sana, tak cuma para kepala cabang macam Rizal dan Hamdani yang ikutan hadir. kepala distribusi barang macam Victor pun juga hadir.

            “Ayo, sini bro,,,” kata Victor sambil menepuk-nepuk sofa empuk di sisi kirinya, saat melihat kemunculan Antonius. “Santai dulu lah sini, bro…”

            “Waduh… pada ngumpul, nih…” Antonius melengos santai di sofa yang diperuntukkan Victor baginya. Antonius merasa lega bisa sejenak keluar dari kemacetan jalan yang luar biasa..

            “Kita silahturahmi, nih… biar kerjasamanya juga makin langgeng aja…”, kata Hamdani yang memiliki sepasang bibir tipis-lebar. Kulitnya sawo matang. Rambutnya agak ikal dan perawakannya tinggi-kurus. “Si Victor lagi ultah, nih…”, tambah Hamdani.

NURANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang