MENATAP UNTUK TERAKHIR KALINYA

1.9K 35 0
                                    

MENATAP UNTUK TERAKHIR KALINYA

Suasana meriah… penuh gelak tawa dan hura-hura… situasi yang belum tentu bisa dinikmati setiap orang… salah satu dari orang yang tidak bisa menikmatinya; Hega Pratama. Sejak awal, ia tidak pernah menginginkan dirinya untuk terlibat dalam pesta hura-hura memabukkan Victor… Satu-satunya alasan ia datang mengiyakan ajakan Stanley adalah… Antonius… Ia tahu siapa Victor dan kawan-kawan… mereka tak akan berhenti sampai Antonius benar-benar terjerumus menjadi sama dengan mereka… “sekutu penyamun”…, begitulah Hega menyebutnya…

Terngiang-ngiang kembali kata-kata Almarhum Amelia dulu… “Kenapa gak lo deketin aja dia? Lo suka dia dan masih suka dia…”

Dan berkali-kali, Hega harus menyahut, Suka? Aku bukan anak baru gede… aku mencintainya… aku sudah berusaha menjaga diriku agar jauh darinya… tapi aku bisa merasakan… kalau ia tertarik padaku… Dan aku hanya perempuan biasa… aku merindu… aku sepi… aku mencintainya…

Hega melirik arlojinya… Pukul empat subuh… Victor, Hamdani, Rizal, Stanley, Bimo masih terus bernyanyi-nyanyi dalam kondisi yang sudah mabuk. Tak lama kemudian, mereka mulai tumbang ke atas sofa, satu-persatu… dengan mata terpejam… Sementara tiga perempuan belia yang tidak dikenal oleh Hega, beberapa kali mencoba menyentuh bagian tubuh Antonius yang terlarang… Antonius juga sudah mabuk… namun belum tumbang…

Dan saat itu... dengan sigap, Hega menjepit tangan-tangan belia yang merayap menghampiri Antonius… agar tangan-tangan itu tidak bergerak lebih jauh…

            “Duuuuuuhhh… apa sih, looooooo…”, gerutu salah satu perempuan belia yang sejak awal kedatangan Antonius di tempat itu, terus-terusan saja bermain mata dan tebar-tebar pesona. Bahkan duduk dengan sengaja menyibakkan rok mininya untuk menggoda Antonius. Antonius tidak terlihat tertarik. Ia bahkan tampak jengah. Dan sekarang,,, Antonius terlalu mabuk untuk bisa menyadari bila dirinya mulai di raba-raba oleh para perempuan belia itu… Hega kembali mengenyahkan tangan-tangan jahil itu dengan marah. Rahangnya mengatup rapat. Gigi-giginya bergemeletak mengunci. Ia tidak menyangkal lagi… rasa cemburunya yang membludak teramat sangat. “Bangun, Pak!” Hega berusaha mengangkat tubuh Antonius agar menjauh dari tangan-tangan nakal itu. Antonius hanya menceracau sambil tertawa tergelak tanpa alasan jelas. Air liurnya sudah mengalir kemana-mana. Hega berusaha menarik keluar sapu tangan Antonius dari saku celana denim yang Antonius kenakan. Tapi tangan Antonius malah menahan laju gerakan tangan Hega, dengan mendaratkan tangan kekarnya di atas tangan Hega. “ga…” Antonius memanggil Hega dengan nada lirih sambil menatapnya lekat-lekat… “Saya… saya…” tangan Antonius menarik wajah oval Hega untuk mendekat ke wajahnya. Sejenak, Hega seperti di titik “point of no return”… Ia hampir saja membiarkan Antonius mendaratkan ciuman di sepasang bibir Hega yang penuh berisi… Tapi saat itulah, Hega bagai melihat sebuah kilasan gambar masa lalunya,,, saat papa dan mamanya sedang bertengkar hebat di dalam mobil… saling tuding… saling benci… karena mereka saling berkhianat… lalu mereka mengalami kecelakaan… Dan itulah... terakhir kali Hega melihat kedua orang tuanya dalam keadaan… utuh. Hega mendadak mual. Di tambah lagi,,, bau minuman keras dari mulut Antonius yang begitu menusuk hidung. Hega cepat menarik dirinya menjauh. Jantungnya berdebar begitu kencang… Nuraninya seperti berperang dengan hasrat terpendamnya…

Dan ia bisa mendengar suara itu… Suara yang akhirnya menguatkan Hega untuk mengambil sebuah keputusan…

Ingat Amelia dan Ironi? Orang tidak bisa begitu saja, dengan takaburnya, masuk ke tengah-tengah hubungan pernikahan yang di sumpah di atas altar, di hadapan Tuhan… Kau hanya akan menjadi bagian dari objek pemuas sesaat… tapi takkan pernah menjadi cinta sejatinya… Suatu saat ia hanya akan membencimu… karena kaulah, ia jadi menyakiti hati orang yang dicintainya… Mira…

NURANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang