YANG TERISTIMEWA DAN YANG TERABAIKAN...

2K 34 1
                                    

YANG TERISTIMEWA DAN YANG TERABAIKAN...

            Hega berlari cepat ke kamar kecil di sudut koridor gedung pertemuan.  Martin berpapasan dengannya dan sempat kebingungan melihat ulah Hega. Ia tak pernah melihat Hega berlaku tergesa-gesa dan berlari seperti itu. “ga?”, sapa Martin, membuat langkah Hega terhenti.

Hega menghentikan larinya dan menatap Martin dengan terkejut. Tapi kemudian rautnya kembali membias biasa. Ia melirik pada perempuan bertubuh serba besar di samping Martin. “Ini istri gua, ga.. kenalin…” Martin memposisikan tangan kanannya seperti seorang presenter memperkenalkan bintang tamunya. Perempuan bertubuh besar itu tersenyum dengan sangat ramah pada Hega. “Halooooo”, sapanya. “Aku Bertha…”

Hega membalas senyuman Bertha. Juga menyambut sodoran tangannya. “Saya Hega Pratama”, kata Hega.

Martin menoleh pada istrinya seraya bercerita sedikit tentang Hega… “Dia ini prestasinya segudang, ma… meski,,, yah, masih di bawah aku lahhh…” Martin mengekeh. Hega hanya tersenyum dan mengangguk-angguk kecil.

Stanley mendadak muncul juga di situ. “Pak Martin…” Stanley mengganti arah pandangan pada Bertha. “Bu…” Stanley menganggukkan kepala…

            “Ganteng kali…” Bertha berbisik pada suaminya. Wajah Martin mendadak merengut. “Gantengan aku laaah, maaa…” Ia balas membisik. Meski suaranya tetap saja terdengar kencang.

Stanley kemudian menoleh pada Hega. “Ga… panitia di suruh kumpul…”, kata Stanley memberitahu. “Di aula, ga…”

            “Oh, iya…” Hega mengangguk-angguk. Merasa sedikit kerepotan dengan entah apa urusan pentingnya. “Pak Martin dan ibu… saya permisi dulu, ya…”, kata Hega cepat-cepat pada Martin dan Bertha.

            “Oh, silahkan… silahkan…”, sahut Bertha. Kemudian Martin juga mempersilahkan Hega meneruskan urusannya yang tertunda. Stanley meraih bahu Hega. Dengan risih, Hega melorotkan tangan Stanley. Stanley pun sadar diri menarik tangannya. “Barengan yuk, ga…”, kata Stanley lagi.

Hega menggeleng. “Sori… darurat. Saya mesti ke toilet, nih…”

            “Oooooh…”, Stanley mengekeh, “Pantes ribet banget kayaknya, dari tadi…”

Hega hanya mengangkat satu tangannya untuk memohon diri berlalu dari situ. Dengan cepat, ia berkelebat masuk ke dalam toilet perempuan. Ia melirik ke kiri dan ke kanan… mengawasi… saat menyadari, hanya dirinya yang ada di tempat itu, ia pun melengos panjang tanda lega… Dengan perlahan ia menghampiri cermin di wastafel keramik yang memanjang. Ia mengeluarkan sebuah lipstick dari tas kecil yang tersangkut di bahu kanannya. Dengan tangan bergetar, ia mencoba memulaskan benda yang familiar bagi perempuan itu ke bibirnya… Tapi baru kali ini ia belajar kembali memulaskan lipstick ke bibir padatnya… Hega baru saja melihat mobil Antonius sudah tiba dengan rombongan kedua panitia. Dan ia secara khusus membeli lipstick ini untuk 2 hari 1 malam beracara di family gathering yang berlokasi di lembah hijau… Hega tahu, Antonius takkan mengajak istri dan anak-anaknya… Antonius sudah memberitahunya semalam.

Hega mencoba memulas lipstick itu dengan benar. Perfect!, ia membatin. Ia ingin memulaskan juga perona pipinya. Tapi ia agak meragu. Ia tidak ahli sama sekali dalam hal memulaskan perona pipi. Tanda pesan masuk di BBMnya berbunyi. Ia melihat nama Antonius tertera di layar.

“Sayang… kamu di mana?”

Pipi Hega merona merah saat melihat kata “sayang” pada layar blackberrynya. Hega cepat-cepat membalasnya. “Kita ketemu di aula, ya. Aku ada urusan penting di toilet. Biasa… urusan perempuan…” Hega senyam-senyum saat mengirim pesan itu ke Antonius. Ia membayangkan wajah Antonius yang juga tersenyum saat membaca pesannya nanti.

NURANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang