HATI BATU

1.8K 32 3
                                    

HATI BATU

            Mira sudah menapaki entrance gedung MOTHER’S HEART TERAPHY CENTRE di Kawasan Gatot Subroto saat telepon genggamnya berbunyi. Mira sudah membeli Blackberry Onyx bagi dirinya sendiri sejak hampir dua tahun yang lalu. Karena seingatnya, Antonius yang dulu tak pernah memikirkan untuk bisa berkomunikasi lebih sering dengannya lewat BBM. Antonius selalu terganggu bila Mira mencoba menghubunginya entah lewat telepon langsung atau pesan singkat. Mira juga belajar menyetir mobil. Ia juga membeli mobil second dari hasil jerih lelahnya sendiri. Miki membantunya bernegoisasi dengan pedagang. Dan Mira mendapatkan Avega silver pertamanya dengan harga yang dirasanya cocok. “Halo…” Mira mengangkat telepon genggamnya sambil berlari kecil dan terus saja melirik arlojinya hingga tiba di depan lift.

Terdengar suara Antonius di seberang sana, “ma… kamu dah sampe mana? Kita malam mingguan, ya…”

            “Gak bisa”, jawab Mira singkat sambil menekan tombol lift. Pintu lift membuka. Mira pun melangkah masuk dan kembali menekan tombol untuk membawanya ke lantai 7.

            “Emangnya kamu lembur lagi, ma?”, tanya Antonius dengan nada melunglai.

            “Bukan. Aku ada urusan.” Mira terus melirik arlojinya dan membiarkan keheningan menyisip di antara percakapannya dengan Antonius.

            “Tapi, ma… aku kangen banget sama kamu… sampai kapan kamu mo bales aku terus…” terdengar lagi suara Antonius. Nada bicaranya terdengar sedih. “Kamu sebenernya ngapa’in sih, ma… apa kamu selingkuh?”

Mira tersedak beberapa kali sebelum menyahuti, “Itu ketakutan kamu sendiri… berarti dulu, kamu begitu caranya, ya… kasian…” Mira mendengus.

            “Kamu ngeledek, ma?”

            “Enggak. Maksud aku, kasian aku dulu…” Mira terkekeh kecil.

            “Ma, pliiiiisss…”

Mira melihat angka tujuh muncul di layar kecil di bagian atas lift.

TING... bunyi tanda pintu lift membuka… “Udah dulu ya, pa…” Mira langsung saja mematikan telepon genggamnya tanpa menunggu Antonius berkata apapun lagi. Mira sudah terlatih dan terbiasa berlaku… selayaknya Antonius memperlakukannya dulu.

Telepon genggamnya kembali berbunyi. Mira langsung menekan tombol “silent” di telepon genggamnya itu. Ia berkelebat cepat menuju ke ruangan Monica. Ia berjanji untuk tiba setengah jam lebih awal dari jadwalnya. Tapi sekarang,,, sudah jam tujuh kurang lima belas menit. Mira berlari kecil. Saat berkelebat melewati dinding kaca yang memantul seperti cermin, Mira sempat merapikan poninya yang lebih panjang dari rambut bagian belakangnya dengan menggunakan jemarinya. Ketika sudah berada tak jauh dari ruangan Monica, ia menoleh lagi ke depan dan melihat seorang laki-laki bertubuh gempal baru saja melangkah keluar dan menjauh dari situ. Mira berlari lebih cepat. Sesampainya di ambang pintu, Monica sedang berdiri menghadap ke pintu dan hampir saja bertabrakan dengannya. “Mira!”, seru Monica terkejut.

            “Sori telat, Bu!”, kata Mira langsung.

Monica tersenyum dan langsung saja mengambil amplop coklat besar di atas mejanya. “Ini datanya pasien, keterangan dan panduan…”, kata Monica sambil menyerahkan amplop itu pada Mira. “Sambil jalan aja, ya… kita harus buru-buru… pasien udah dari siang di sini. Dan yang nganter baru aja pulang… soalnya jam besuknya dah lewat… dan gak ada orang yang menjaganya selain petugas keamanan yang berfungsi mengamankan keadaan darurat di malam hari.”, Monica masih menyambung sambil tetap memandang lurus ke depan, “Di dalam amplop, semua yang kamu perlu tahu, udah ada lengkap di situ. Tapi saya ringkas untuk info awal aja, ya. Metode yang kami gunakan di sini adalah penanganan psikiatri maupun fisioterapi. Karena tempat ini memang dikhususkan untuk penyandang cacat fisik yang sebatang kara atau pasien yang tidak memiliki orang yang mau mengurus mereka. Para psikiater akan meneliti pasien meliputi afektif, perilaku, kognitif dan persepsi kelainan dengan tindakan medis sebagai observasi sebelum mengobati pasien dari gangguan mentalnya. Kamu di minta untuk melakukan pencatatan mengenai perilaku pasien sebagai bahan observasi mau pun kelanjutan perkembangan pasien. Kamu juga harus menjadi teman interaksi dan komunikasi bagi pasien. Nanti para psikiater yang akan melakukan penilaian kejiwaan. Biasanya dengan memeriksa status mental dan kompilasi dari kasus sejarah, tes psikologis dan pemeriksaan fisik menggunakan teknik neuroimaging atau neurofisiologis. Perawatan psikiatris menerapkan berbagai modalitas, termasuk psikoaktif obat, psikoterapi dan berbagai teknik lain. Pengobatan yang diberikan tergantung pada tingkat keparahan gangguan fungsional atau aspek lain dari gangguan tersebut. Dan untuk Fisioterapi,” Sampai di situ, Monica menoleh pada Mira yang menerawangkan matanya ke atas, berpikir untuk menerjemahkan beberapa bahasa dan istilah yang asing di telinganya. Monica hanya tersenyum dan melanjutkan kembali, “…yang menitik beratkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak atau fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses atau metode terapi gerak. Pelayanan ini ditujukan dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan modalitas fisik, agen fisik, mekanis, gerak dan komunikasi. Fisioterapi dapat melatih pasien dengan olahraga khusus, penguluran dan bermacam-macam tehnik, dan menggunakan beberapa alat khusus untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien yang tidak dapat diatasi dengan latihan–latihan fisioterapi. Di bagian ini, kami memiliki suster-suster atau para perawat ahli yang di utus oleh beberapa rumah sakit yang terbeban untuk ambil bagian dalam membantu para pasien di sini. Salah satunya adalah Rumah Sakit WNY tempat Dokter Firman praktek, dokter yang pernah menangani pasien yang akan kamu dampingin ini. Tindakan-tindakan medis di fisioterapi juga akan melakukan penilaian,,, juga mendiagnosa dan mengobati gejala penyakit, cedera atau cacat. Tujuannya adalah untuk memulihkan, mempertahankan dan memaksimalkan kekuatan para pasien, fungsi, gerakan dan kesejahteraan secara keseluruhan.Fisioterapi juga meresepkan latihan terapi pribadi, dan memberikan pendidikan penting tentang tubuh, apa yang membuat dari bergerak dengan baik, cara mengembalikan mobilitas dan kemandirian, dan bagaimana untuk menghindari atau mencegah membahayakan tubuh.” Monica menoleh pada Mira sejenak dan melihat mata Mira mengerjap-ngerjap sewaktu ia masih melanjutkan penjelasannya, “Lantai satu adalah area kegiatan pasien, seperti pusat terapi kerja bagi pasien untuk menerima pelatihan khusus seperti pertukangan kayu, las, memelitur, menjahit, membuat batik atau kegiatan perkantoran. Ada sebagian dari mereka yang akhirnya bekerja sebagai management officer di sini, di bagian administrasi. Di lantai satu juga ada satu workshop berfasilitas lengkap untuk pemberian ketrampilan teknologi dan internet juga desain atau animasi. Sebagian pasien yang punya background IPTEK atau desain atau animasi, di bina kembali, belajar kembali… lalu disalurkan ke agency-agency penjual jasa untuk periklanan atau desain atau program-program. Ada juga yang jadi illustrator atau animator dan bisa mapan sekeluarnya dari sini. Mereka juga memberikan sebagian hasil pendapatan mereka untuk turut men-support tempat ini. Di lantai satu juga area bagi front office yang akan menangani pemberian informasi, pendaftaran pasien dan jadwal kegiatan pasien. Lantai satu juga area untuk training bagi para pengasuh atau perawat berijazah di sini. Dan juga bagi para sukarelawan yang kebanyakan adalah pelajar, mahasiswa dan beberapa kaum ibu yang menghubungi kami melalui on line forum. Lantai dua sampai empat adalah area psikoterapi dan departemen EEG. Juga terapi okupasi yang menyediakan alat-alat adaptasi untuk pasien seperti kursi roda, tongkat bahkan kaki palsu dan tangan palsu.” Sampai pada penuturannya di situ, Monica melihat Mira tampak menguap. Monica hanya tersenyum kecil sampai akhirnya meneruskan kembali dengan cepat, “Lantai lima sampai tujuh adalah area penanganan psikiatri. Lantai tujuh juga sekaligus area office untuk manajemen. Letaknya di bagian tengah. Di sayap kiri dan kanan, ada dua puluh empat kamar pasien yang baru masuk di satu bulan pertama sampai ke enam bulan. Dua belas kamar di sayap kiri, kamar dua belas sampai dua puluh empat ada di sayap kanan. Pasien yang kamu temani nanti... di rawat di sayap kanan, kamar nomor dua puluh tiga. Di tahap enam bulan pertama, satu kepala saja per kamar. Dan semua kamar ini baru terisi sebanyak dua puluh tiga. Satu kamar masih kosong. Di lantai delapan sampai sepuluh, itu full dengan pasien yang sudah lebih dari enam bulan. Tapi di lantai sepuluh khusus untuk para pasien yang di anggap mulai siap untuk terjun kembali ke masyarakat dan sudah punya bidang tetap, juga sudah disalurkan ke tempat-tempat yang bisa menjadi sumber mata pencaharian mereka, tempat-tempat yang nge-link sama tempat ini. Dan dari lantai delapan sampai sepuluh itu, satu kamar memiliki 4 kepala, kategori pasien yang sedang dalam penanganan. Ada dua puluh empat kamar yang lebih besar di lantai itu. Jumlah pasien ada sembilan puluh enam orang per lantai. Baru empat puluh persen dari total jumlah pasien yang berhasil keluar dari sini dan berumah tangga layaknya orang normal... serta memiliki kehidupan yang sangat baik bahkan mapan sejak awal tempat ini berdiri, sekitar 3 tahun yang lalu. Sisanya masih saja bergantung. Metode kami pun masih terus diperbaharui dan disempurnakan. Kami masih sangat hijau. Masih banyak kekurangan. Karena itu, kami menarik banyak tenaga ahli. Sayangnya, jasa mereka pun kan juga mahal… sementara tempat ini tidak memungut bayaran karena banyaknya pasien sebatang kara yang sudah tidak mampu untuk mencari penghasilan. Semua hanya dari subsidi dana sumbangan pemilik dan donatur. Tapi sekarang, hasil ketrampilan mereka bisa membantu pendanaan tempat ini. Hasil karya mereka, kami pasarkan lewat pameran atau bahkan kami ajukan ke kedutaan untuk go internasional. Bahkan ada yang hasil lukisannya sudah dipamerkan melalui galeri setempat dan terjual hingga puluhan juta. Hasil itu kami masukkan dalam tabungan pasien yang sudah berkarya itu. Dan pasien itu menyumbangkan sebagian dari uang tersebut untuk pendanaan di tempat ini sebagai ucapan terima kasih.” Berhenti di situ, Monica menoleh lagi pada Mira, “Tugas kamu sebetulnya paling ringan tapi juga paling berat…” Monica hening sejenak, menatap Mira seolah menunggu Mira untuk mempertanyakan kalimatnya. Dan Mira memang mempertanyakannya. Monica pun menjawabnya, “Kamu hanya harus memperkatakan kata-kata positif selama berkomunikasi dengan pasien. Harus selalu mengalihkan fokus pasien yang mengarah ke hal-hal negatif, kamu patahkan dengan pernyataan positif dan hal-hal yang memberi pengharapan. Bukan berdusta atau memberi harapan palsu, tapi lebih kepada membantu pasien melihat hal-hal yang masih baik yang ada padanya dan bagaimana mengembangkan yang masih ada itu menjadi harapan baru. Bagian beratnya… kamu harus punya hati setia dan tulus…” Monica menatap Mira lagi sambil meneruskan, “Awal saya di sini,,, saya langsung mendapatkan ujian terberat saya saat saya harus mendampingi seseorang yang tidak saya harapkan akan saya temui. Tapi saya bisa melewatinya. Dan saya mendapatkan upahnya. Saya terbentuk untuk kuat menutupi kekurangan, menanggung kesakitan, memaafkan kesalahan dan pelanggaran.”

NURANIWo Geschichten leben. Entdecke jetzt