“Na, mau, ya?” pinta Dera. Sheena hanya mengangguk, lalu memindah-tempatkan laptop Dera dari pahanya ke paha Farah.

“Hati-hati, bro! Jangan lupa beliin makanan! Kalo ngga, pake makanan bikinan mamih Anna juga ngga apa-apa!”

Sheena tertawa mendengarnya, lalu menaiki motor Genta saat Kenta sudah siap dengan mesinnya yang menyala. Mereka-pun pergi ke rumah Sheena yang berada di komplek yang tak terlalu jauh dari lapangan komplek rumah Kenta.

Sepanjang jalan, keduanya hanya diam. Kenta sibuk dengan jalanan didepannya, dan Sheena sibuk dengan pikirannya sendiri. Biasanya ia biasa saja kalau dibonceng Kenta seperti sekarang, namun entah kenapa, kali ini jantungnya berdegup lebih kencang. Bahkan sangat sulit untuk bertingkah seolah tidak ada apa-apa diantara mereka.

Itu juga yang dirasakan Kenta, jauh dilubuk hatinya. Namun masih dapat ia kendalikan dengan bersenandung kecil sambil tetap fokus menyetir.

******

“Mau beli makanan dimana, Ta?” tanya Sheena saat keluar dari rumah dengan membawa tas kecil berisi handycam, barang yang menjadi saksi hubungan Sheena dan Kenta.

Kenta yang sedang melihat-lihat keadaan disekitar rumah Sheena menoleh, “Di minimarket aja kali, ya?”

“Hmm, tadi sih mama bilang, katanya beli donat aja di J.co. Tapi kan muter-muter jadinya, emang Kenta mau?”

“Ayo aja sih, baru jam tiga ini. Lagian bensinnya Genta banyak kok.”

“Iyaudah.” Kenta menyalakan kembali mesin motor Genta, lalu Sheena naik ke jok belakang dengan bantuan pundak Kenta. Mereka pergi menuju J.co yang arah jalannya menuju sekolah mereka. Berlawanan arah dengan lapangan komplek rumah Kenta.

Mereka sampai di J.co setelah kurang lebih sepuluh menit di perjalanan. Sheena lebih dulu masuk karena Kenta yang harus memarkirkan motor dulu. Sheena langsung berjalan ke kasir dan memesan tiga kotak paket donat mini size, dan delapan Ice Cappuchinno. Bonus satu untuk Iqbal a.k.a Tompel yang katanya akan datang sore nanti.

Kenta masuk ke dalam J.co dan langsung menghampiri Sheena yang dengan susah payah membawa dua plastik, satu berisi tiga kotak donat dan satunya lagi berisi delapan Ice Cappuchinno. Tanpa keduanya sadari, ada orang lain disana, yang duduk didekat jendela, yang sejak awal sudah memerhatikan kedatangan Sheena, sampai datangnya Kenta untuk membantu Sheena membawakan belanjaannya.

“Taruhan, kurang dari tiga bulan, mereka pasti udah balikan lagi,” ujar salah satu dari kedua perempuan itu. Lawan bicaranya hanya memerhatikan Kenta dan Sheena yang keluar dari J.co sambil tertawa-tawa karena terlalu banyak membawa barang.

Sambil menggeleng, si lawan bicara menjawab, “Ngga, menurut gue kurang dari dua bulan.”

“Ta, naiknya gimana?” tanya Sheena saat Kenta sudah mengeluarkan motor dari parkiran. Kedua tangan Sheena penuh dengan barang bawaannya, sedangkan ia tak bisa naik motor tanpa berpegangan pada bahu si pengemudi.

“Sini, yang, minumannya aku pegang dulu. Pake satu tangan bisa kan naiknya?” Kenta mengambil plastik berisi minuman dan digantungnya di stir motor sebelah kiri, sementara Sheena mencoba naik dengan berpegangan pada bahu kanan Kenta.

Berhasil.

Tanpa memedulikan lagi perkataan Kenta yang entah untuk ke sekian kalinya salah, mereka langsung pergi ke lapangan, karena pasti anak-anak yang lain sudah menunggu.

******

Malam ini Dera, Farah, Kenta, Iqbal, dan Bima menginap di rumah Sheena yang kebetulan sepi karena kedua orang tua serta Fauzan –adik Sheena- harus menghadiri acara di Bandung, acara dari kantor ayah Sheena. Dan Sheena tak bisa ikut karena baru pulang pukul setengah delapan saat keluarganya sudah berangkat.

Kenta, Iqbal, dan Bima sedang menonton pertandingan bola diruang keluarga, Dera dan Farah sedang membuat makan malam, sedangkan Sheena sedang asyik melihat-lihat video yang ada di memori handycam-nya lewat laptop di jendela besar yang akan menghubungkan dapur dengan halaman belakang rumahnya.

“Kangen masa SMP deh, dulu semuanya terasa asik-asik aja,” kata Dera mencairkan suasana sambil menaburkan garam ke nasi goreng yang ia buat. Farah sedang sibuk memotong-motong sosis.

“Kangen waktu Sheena sama Kenta kemana-mana berduaan, sampe kadang-kadang lupa kalo ada rapat sama pengurus mading,” timpal Farah, diiringi tawa pelan Sheena. Sheena menutup video yang sedang ia nyalakan, lalu menghampiri kedua temannya. Tidak, sahabatnya.

“Kangen waktu Sheena sama Kenta teriak-teriakkan dilapangan kalo upacara udah selesai cuma buat bilang kalo mereka sama sama capek berdiri terus. Gila, pasangan paling gokil tau ngga,”

“Hahaha iya bener! Pertamanya Sheena teriak, ‘Gila capek banget! Panas lagi!’ terus Kenta dari belakang ikut-ikutan, ‘Nyalain AC kek gue kepanasan!’ terus Sheena bilang, ‘Ngga gue lebih kepanasan’ terus Kenta bilang lagi ‘Ngga gue lebih panas’ teriak-teriakkan deh sampe bel bunyi.”

“Pasangan paling idiot sekaligus romantis tuh ya kalian doang,”

“Apaan sih, udah ah cepetan masaknya, gue laper.” kata Sheena menyumpal mulut kedua temannya dengan keju yang baru ia potong. Farah yang baru memasukkan sosis ke penggorengan langsung berteriak histeris karena dia ngga suka keju.

“AAAAAAAA SHEENA BLOONNNNNN!!!!”

Farah lari ke pojok ruangan untuk membuang keju yang ada dimulutnya dan meminum air sebanyak-banyaknya agar rasa asin dimulutnya hilang. Sheena mengambil alih sosis yang baru Farah masukkan ke penggorengan sambil terus tertawa. Dera tentu ngga akan berisik karena keju adalah makanan kesukaannya.

“SHEENA IDIOT TAU NGGA! IH GUE BETE!” teriak Farah di telinga Sheena, membuat perempuan itu makin tertawa lebar. Namun ternyata kelakuan mereka membuat anak lelaki yang sedang menunggu tim masing-masing mencetak gol berlari ke dapur untuk melihat apa yang terjadi.

“Ada apaan sih Far? Lo rusuh banget!” tukas Bima yang pertama sampai di dapur dan melihat ketiga perempuan yang sedang memasak itu ribut sendiri.

“Ini nih temen lo rese banget, masa masukkin keju ke mulut gue. Gue kan ngga suka!”

“Ah lebay.” Iqbal dan Kenta kembali masuk ke ruang keluarga tanpa mendengar penjelasan lebih lanjut dari Farah. Dera dan Sheena semakin tertawa terbahak-bahak saat melihat betapa acuhnya Kenta dan Iqbal mendengar alasan dari Farah.

“Udah jangan banyak ngomong, masak aja yang bener.” Bima berjalan meninggalkan dapur, kembali ke ruang keluarga. Saat melihat kalau timnya kebobolan satu angka, Bima langsung berteriak, “SUMPAH FARAH LO TAI BANGET! GUE JADI KEBOBOLAN TUH KAN HELAH!!”

******

Thank you for reading!{}

How Can I Move On?Where stories live. Discover now