"Kita berangkat sekarang, ya?" tanya Putra.

"Iyalah, masak besok. Ayo berangkat!" ajak Cahyani.

Sampai di Jakarta pada 27 Februari 2014. Ifa langsung bertemu dengan Presiden RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Saat itu, Ifa langsung menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan bahasa isyarat di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Any Yudhoyono dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhammad Nuh.

Setelah itu, Presiden langsung menyapa para tamu undangan dari mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi berprestasi tanah air. Namun, yang paling berkesan di antara mahasiswa bidikmisi itu, hanya dua orang kaum difabel tuli dan satu kaum difabel daksa yang menerima bidikmisi. Selebihnya, mereka dari orang-orang normal pada umumnya.

Presiden menjabat tangan Ifa sambil mengatakan, "Kamu hebat. Semangat terus, ya."

Ucapan Presiden itu kini membekas dalam di hatinya. Bahwa kehadirannya di dunia ini bukan lah menjadi orang sia-sia. Punya nilai dan harga yang tak bisa dibeli dengan bongkahan emas dan permata.

Kini dia kembali ke Kota Malang dengan membawa senyuman bersama volunteer yang telah mendukungnya. Saat di kampus pada 11 Maret 2014, Ifa langsung menerima surat resmi Presiden RI yang berisi motivasi dan rasa bangganya terhadap Ifa sebagai mahasiswa berprestasi.

"Selamat ya, Ifa. Ini adalah awal keberhasilanmu. Kamu akan tinggi menjulang langit menyaingi Helen Keller. Kamu harus terus menatap ke depan. Tapi jangan lupa, lihatlah ke bawah sesekali untuk membatu orang yang membutuhkanmu," Roy ikut berpesan.

Cahyani menyambung, "Kami semua bangga. Tolong kebanggaan kami kamu jaga dengan caramu sendiri untuk menularkan kepada generasimu."

"Jika Presiden memberikan apa saja padaku. Maka itu tak pernah lepas dari perjuangan kalian. Aku akan selalu menjaga komunitas," Ifa berjanaji akan melanjutkan perjuangan Roy, Cahyani, Halib dan Putra.

Tak ada tanda apa-apa sebelumnya. Tapi kini mereka akan kehilangan salah satu sahabatnya. Halib akan pulang kampung di malam itu juga.

"Kawan-kawan, mungkin selama ini aku banyak salah. Terutama pada Roy, sama Putra, dan Cahyani yang selalu aku ajak pacaran. Tapi dia selalu menolak. Aku minta maaf yang sebesar-besarnya," ucap Halib secara tiba-tiba.

"Kamu ini kenapa sih?" tanya Cahyani yang mulai punya firasat dia akan ditinggalkan Halib.

"Aku akan pulang kampung malam ini. Mohon maaf kalau aku memberitahu mendadak."

"Apa nggak bisa ditund dulu, Halib? tanya Cahyani.

Sahut Putra, "Iya ditunda aja dulu, Halib. Masak kamu langsung pulang kampung begitu saja."

"Halib tidak buru-buru, kan? Kita harus buat acara dulu untuk syukuran Ifa. Di sana nanti akan kita adakan acara perpisahan kita bersama," ucap Roy dengan pelan.

Susana gembira berubah menjadi sedih. Tak ada lagi suara tawa atas penghargaan yang diterima Ifa. Semua sudah mendung menahan air mata.

"Mohon maaf, kawan-kawan. Aku harus pulang malam ini juga. Orang tuaku sedang sakit keras di Medan. Mereka butuh aku."

Tangisan sedih pun mulai terdengar bisik-bisik dari mulut Cahyani, Arum, dan Ifa yang berusaha memahami bahasa bibir yang diucapkan mereka. Sesekali Arum membantu menerjemahkan dengan detail.

Halib kemudian memeluk Roy dengan berurai air mata. Putra juga ikut memeluk dengan suara tangis yang menggema. Kemudian dia mendekati Cahyani sambil minta maaf karena telah menyukainya. Dan membuat Cahyani resah terhadap tingkahnya.

"Aku minta maaf, ya, Cahyani. Kau sudah bebas tanpaku. Tidak ada yang mengganggu lagi," kata Halib sambil memeluk Cahyani yang terus menangis tanpa henti.

Dalam tangisnya, Cahyani berkata, "Kenapa kita harus berpisah? Aku masih butuh kamu di sini. Aku masih butuh senyum dan candamu."

Volunteer dan kaum difabel tuli ikut berjabat tangan perpisahan Halib. Mereka melepas dan mengantar Halib sampai di depan halaman sekretariat komunitas. Suasana sedih masih terus  menyelimuti.

"Aku bangga punya sahabat seperti kamu, Halib. Kamu kabari kami terus ya dari sana," pesan Roy sambil mengantarnya ke depan halaman.

"Kau adalah segalanya bagiku, Roy. Kamu itu hebat. Kau akan selalu ada di jiwaku. Kesabaran kau itu akan kujadikan pedoman hidupku."


Vote dan komen, ya! Terima kasih

Malang Menyisakan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang