Aku Ini Siapa?

41 5 0
                                    

Sukses itu bukan diukur dari seberapa sempurna dan kayanya orang. Tapi seberapa kuat dan hebat dia dalam berjuang menahan air mata.

---------------------------------------------------------

Senja itu. Gerimis masih mengundang. Matahari mati dihantam embun. Kondisi di jalan utama itu masih terlihat ramai kendaraan berlalu-lalang.

Kondisi rumah Ifa sepi seperti tak berpenghuni. Tak ada suara yang keluar. Pintu rumah tertutup rapat. Orang-orang berpikir bahwa rumah itu adalah rumah kosong. Mungkin karena cuaca yang tak baik hingga rumahnya terlihat sepi.

"Permisi. Ada paket," teriak kurir dari luar rumah.

Kurir kembli menggedor pintu rumah, "Paket."

Tak ada jawaban. Kurir yang basah kuyup itu masih berdiri di depan pintu rumah bernomor ganjil. Dia masih menunggu penghuni rumah untuk mengantar paket.

"Pakeeeett," teriaknya sambil menggedor pintu rumah dengan keras.

Sedangkan Ifa duduk di dalam rumah sambil membaca persyaratan kuliah perdananya. Ibu Ifa tertidur saat menemaninya menyusun perlengkapan Ifa. Jelas, Ifa tak mendengar teriakan kurir di balik pintu rumah. Karena dia hidup di dunia tanpa suara.

"Pakeettt..." teriak kurir sambil mengintip ke dalam rumah dari balik jendela. Ifa tetap tak menoleh. Apalagi sampai menjawab dan membuka pintu.

"Paket, pakeeett," teriak kurir lebih keras dari biasanya. Pintu digedornya dengan kencang. Mungkin kurir sudah kesal melihat penghuni rumah yang tak ada yang memperdulikan dia.

"Ada orang," ucap ibu Ifa yang terbangun dari tidur lelapnya. Dia kemudian berdiri membuka pintu.

"Ada apa, pak?" tanya ibu Ifa yang beridiri di balik pintu.

"Ini ada paket, bu. Saya teriak-teriak tadi di sini. Tapi putri ibu tidak menoleh sama sekali. Mohon maaf mengganggu," sindir kurir itu sambil menyodorkan tanda terima pengiriman.

"Anak saya nggak bisa mendengar, pak. Mohon maaf."

Kurir itu salah tingkah mendengar ucapan orang tua Ifa. Dia akhirnya yang meminta maaf berkali-kali. Paket kirimannya sudah di tangan orang tua Ifa. Dia tak langsung membacanya. Begitu kurir pergi. Orang tua Ifa langsung menutup pintu kembali.

"Coba lihat, nduk! Siapa yang mengirim paket ini?" Ifa menerima paket itu dari ibunya. Ifa kemudian melepas paket itu dari plastik bening yang membungkusnya.

"Paket apa, nduk?" tanya orang tua Ifa dengan bahasa isyarat.

Belum dijawab. Ifa langsung menari-nari di depan orang tuanya. Dia ingin teriak hisreris karena terharu melihat isi paket itu. Wajahnya berseri-seri. Sedangkan orang tua Ifa hanya menonton tingah Ifa yang tak biasa.

"Ada apa, nduk?" ibunya menarik tangan Ifa yang sedang menari-nari tak beraturang. Paket itu dicium-ciumnya.

"Kenapa kamu, nduk?"

Ifa menyodorkan lagi isi paket itu, "Aku dapat undangan silaturahmi bersama Presiden, bu. Coba lihat ini namaku!"

Ibunya kemudian memegang paket yang berisi undangan itu. Dia pergi ke ruang tengah tempat ayah Ifa yang sedang nonton televisi.

"Anak kita diundang Presiden, yah," beritahunya.

Televisi yang sedang menyiarkan sepak bola pun akhirnya ditinggalkan ayah Ifa. Dia kemudian melihat undangan yang diberika ibunya. Mereka langsung sujud syukur melihat undangan resmi Presiden.

Ifa mejadi salah satu peserta silaturahmi Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Pendidikan RI Muhammad Nuh dengan mahasiswa penerima bidikmisi berprestasi tahun 2014. Undangan ini menjadi undangan paling bersejarah dalam masa perjuangannya.

Ifa kemudian memberitahu komunitas, bahwa dirinya mendapat undangan resmi dari Presiden. Dia berterima kasih kepada Roy, Halib, Putra dan Cahyani. Karena mereka sudah mendukung dengan sepenuh hati. Mulai dari karir di dunia model, hingga menerima beasiswa bidikmisi berprestasi.

"Kamu hebat sekali, Ifa. Kami bangga sama kamu," ucap Roy saat Ifa menunjukkan undangan resmi Presiden SBY.

Halib menyambung, "Wah, kau ini memang idaman sekarang. Sudah pintar. Cantik pula."

"Apaan sih kamu, Halib. Ifa memang sudah pintar. Cantiknya sudah ssjak dari sananya," Cahyani protes.

"Kalau kamu memilih aku jadi pasanganmu. Aku nggak bakal nolak," goda Putra sambil tertawa.

"Dasar mata keranjang," sahut Cahyani lagi.

Senyum Ifa tak terbalikkan lagi. Pipinya sudah berlipat menahan senyum bahagia. Pujian-pujian terus mengalir dari volunteer maupun dari teman-teman kaum difabeli tulinya. Mereka semua bangga pada Ifa yang akan bertemu langsung dengan Presiden.

"Ifa, kamu dapat undangan dari Presiden, ya? Luar biasa kamu, Ifa!" ujar Arum yang terlambat datang ke komunitas.

"Ini semua ada kaitannya sama perjuangan pacar kamu, mbak," jawabnya lihai menggunakan bahasa senyap.

Roy melirik tersenyum, "Ada-ada saja kamu, Ifa. Ini semua karena kita bersatu. Dan yang lebih penting, kamu menurut sama komunitas."

"Aku ini siapa? Jika kalian tak ada. Aku hanya sebatang pohon rindang yang tak berbuah. Tidak dicari, karena tidak ada yang bisa dibutuhkan dariku," sambung Ifa dengan bahasa kalbunya.

Vote dan komen, ya. Thanks

Malang Menyisakan CintaWhere stories live. Discover now